Pembahasan Omnibus Law Jangan Tutup Ruang Publik
Berita

Pembahasan Omnibus Law Jangan Tutup Ruang Publik

Karena materi muatan omnibus law dinilai masih bermasalah karena peningkatan investasi tidak cukup diselesaikan dengan mencabut pasal-pasal di banyak UU.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

 

Dia juga mengingatkan omnibus law jangan menutup ruang partisipasi publik, misalnya dalam proses perizinan lingkungan seperti amdal. Partisipasi publik ini penting untuk menjaga lingkungan hidup. "Pasal-pasal yang mau dicabut omnibus law karena dianggap menghambat investasi ini padahal tujuan pasal ini untuk melindungi lingkungan hidup," ujarnya.

 

Berpedoman UUD 1945

Dosen Fakultas Kehutanan IPB Sudarsono Soedomo mengingatkan membentuk regulasi yang berkaitan dengan sumber daya alam, pemerintah dan DPR harus berpedoman pada amanat Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yakni bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

 

Menurutnya ,frasa “dikuasai negara” untuk menghadirkan kemakmuran rakyat. Tapi praktiknya, mandat Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 belum dijalankan sesuai harapan. Dia melihat masih banyak rakyat Indonesia yang berprofesi sebagai petani kehidupannya jauh dari sejahtera. Salah satu persoalannya karena ketimpangan struktural kepemilikan tanah. Cara terbaik mengatasi ketimpangan ini yakni melaksanakan reforma agraria.

 

Dalam pelaksanaan reforma agraria, Sudarsono berpendapat Indonesia memiliki keunggulan karena sebagian besar tanah dikuasai pemerintah. “Melalui reforma agraria tanah yang dikuasai pemerintah itu tinggal diserahkan kepada kalangan yang berhak menerimanya,” usulnya.

 

Sudarsono mengatakan penguasaan tanah oleh pemerintah, salah satunya melalui mekanisme tata kelola kehutanan. Petani yang bertempat tinggal di dalam atau berdekatan dengan kawasan hutan tidak bisa leluasa bercocok tanam dan melakukan inovasi karena hutan merupakan kawasan yang tidak boleh digunakan untuk pertanian dan perkebunan. Karena itu, Sudarsono berharap pelaksanaan reforma agraria pemerintahan Joko Widodo periode kedua ini harus diperkuat.

 

“Negara manapun di dunia ini tidak bisa sukses pembangunannya jika tidak menyelesaikan persoalan agraria,” tegasnya.

 

Peneliti Agrarian Resources Center Dianto Bachriadi menjelaskan sedikitnya ada dua jenis praktik reforma agraria. Pertama, reforma agraria sekedar lip service atau program tambahan yang sekedar ada untuk melengkapi kebijakan pemerintah. Kedua, sebagai bagian dari pembangunan. Ketimpangan di Indonesia semakin tinggi sejak tahun 1960-an dengan rasio sekitar 0,5 sampai saat ini mencapai 0,7, hampir mendekati angka tertinggi ketimpangan yakni 1.

Tags:

Berita Terkait