Pemantau Punya Cerita: Disodori Duit Jaksa, Hakim dan Keluarga Terdakwa
LIPUTAN KHUSUS

Pemantau Punya Cerita: Disodori Duit Jaksa, Hakim dan Keluarga Terdakwa

Pemantauan cukup memberi dampak positif bagi kualitas persidangan.

Tim Hukumonline
Bacaan 2 Menit
Kala ditawari sejumlah uang itu, Muhdasin mengaku tak mengetahui alasannya. “Saya pernah mendapatkan jaksa, penasihat hukum, sampai hakim atau keluarga terdakwa memberikan uang kepada saya dengan maksud entah apa alasannya,” ujarnya ketika diwawancarai oleh hukumonline pertengahan September lalu.Muhdasin akhirnya memang tidak menerima uang itu. Ia mengatakan bahwa standar prosedur operasi dalam melakukan pemantauan yang sudah dirancang oleh sejumlah aktivis memang tidak boleh menerima uang dari para pihak, termasuk hakim. “Ini kan lagi-lagi integritas lembaga. Ketika ada seperti itu, jangan diambil. Saya menolak,” tegasnya.Lebih lanjut, Muhdasin mengungkapkan bahwa ada keluarga terdakwa yang terang-terangan meminta agar persidangan yang menjerat keluarganya itu tidak dipantau. “Kalau dari keluarga terdakwa, dia bilang ini sedikit (uang,-red), dengan catatan (persidangan,-red) jangan dipantau,” ungkap aktivis dari Komite Pemantau Legislatif (KOPEL) Makassar ini.Sedangkan dari penasihat hukum, lanjut Muhdasin, uang yang diberikan senilai Rp300 ribu. “Ini apa bang?” ujar Muhdasin, lalu si pengacara menjawab, “Saya tahu kau mahasiswa toh, ini untuk beli bensin.”  (Baca Juga: Molor Jadwal Sidang Juga Kerap Terjadi di Australia)Lagi-lagi Muhdasin kembali menolak. Tentunya dengan segala cara yang lebih halus. Apalagi, jelasnya, kebiasaan di Makassar menolak pemberian orang lain bisa dianggap tidak sopan dan bisa membuat si pemberi tersinggung. “Saya bilang nggak usah,” tuturnya. Muhdasin mengungkapkan pada persidangan kasus korupsi bukan hanya pemantau yang ditawari sejumlah uang. Ia menuturkan sejumlah wartawan juga ditawari dengan iming-iming serupa. Tujuannya tentu salah satunya agar persidangan tidak diliput. “Banyak (wartawan,-red) yang meliput, sebagian wartawan juga ada yang diberi (uang,-red),” tukasnya. Ibrahim Sahdar yang melakukan pemantauan di Pengadilan Tipikor Medan juga mempunyai pengalaman serupa. Kala itu, Ibrahim bersama rekannya sedang berada di pengadilan menjelang jam kerja di pengadilan itu berakhir. Sebelum beranjak pulang, ia dan rekannya mengecek ruang sidang, dan menemukan satu persidangan atas kasus pembangunan proyek komplek pemerintahan DPRD di Padang Lawas.  
Halaman Selanjutnya:
Tags: