Pemahaman Renegosiasi Kontrak Karya Freeport Dinilai Salah Kaprah
Berita

Pemahaman Renegosiasi Kontrak Karya Freeport Dinilai Salah Kaprah

Menurut UU Minerba, saat ini sudah masuk rezim perizinan. Izin tidak berdasar negosiasi sedangkan kontrak karya berdasar negosiasi.

NNP
Bacaan 2 Menit
Talkshow  “Dramaturgi Freeport” di Jakarta, Sabtu (5/12). Foto: NNP
Talkshow “Dramaturgi Freeport” di Jakarta, Sabtu (5/12). Foto: NNP

Ketua Komisi VII DPR RI Kardaya Warnika mengatakan, banyak pihak yang masih salah kaprah dalam memahami renegosiasi Kontrak Karya (KK) PT Freeport Indonesia (Freeport). Menurutnya, renegosiasi terhadap KK Freeport tidak memiliki dasar hukum. Sebab, Freeport sendiri sebelumnya tidak pernah melakukan negosiasi mengenai KK.  

“Berdasarkan UU (UU Minerba), renegosiasi tidak ada dasarnya,” katanya dalam sebuah talkshow bertema “Dramaturgi Freeport” di Jakarta, Sabtu (5/12).

Kardaya melanjutkan, pasca berlakunya UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba). Setiap KK dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B), menurut Pasal 169 huruf b UU Minerba diamanatkan untuk diubah menjadi dari rezim perjanjian atau kontrak menjadi rezim perizinan.

Namun, KK Freeport yang akan berakhir pada 2021 masih tetap berlaku. Akan tetapi, ketentuan dalam UU Minerba menyebutkan bahwa dalam kurun waktu paling lama satu tahun sejak berlakunya undang-undang tersebut (tahun 2009), setiap KK dan PKP2B mesti dilakukan negosiasi kembali.

“Kontrak Karya dan PKP2B itu akan tetap diperpanjang. Tetapi harus menyesuaikan dengan undang-undang. Semuanya harus menegosiasikan dalam kurun waktu paling lama satu tahun, jadi tahun 2010,” tambahnya.

Faktanya, kata Kardaya, Freeport pada tahun 2010 (satu tahun setelah berlakunya UU Minerba) tidak kunjung melakukan negosiasi dalam rangka penyesuaian KK sebagaimana diperintahkan undang-undang. Sehingga, dia sangat heran kalau belakangan ini muncul istilah “renegosiasi Kontrak Karya” terhadap Freeport.

“Sampai 2010 tidak terjadi penyesuaian. Kalau sekarang muncul istilah renegosiasi? Renegosiasi apa? Berdasarkan apa?” herannya.

Terlepas dari hal itu, Kardaya menilai, bahwa jika berdasarkan UU Minerba, tidak dikenal adanya regenosiasi. Terlebih lagi, renegosiasi yang belakangan ini dipahami sebagai bentuk negosiasi ulang dalam kaitannya untuk memperpanjang KK Freeport adalah sesuatu hal yang salah tafsir.

Sebab, UU Minerba mengamanatkan bahwa KK dan PKP2B telah diubah rezimnya dengan rezim perizinan, salah satunya melalui Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Selain itu, seiring bergantinya rezim dari kontrak atau perjanjian menjadi rezim perizinan, juga berimplikasi pada tidak adanya lagi perpanjangan terhadap KK dan PKP2B.

Terkait dengan hal itu, Kardaya menegaskan bahwa antara rezim kontrak atau perjanjian dengan rezim perizinan ini memiliki karakteristik yang berbeda. Menurutnya, ketika masih digunakan rezim kontrak atau perjanjian, dalam hal ini KK Freeport, maka masih dikenal adanya negosiasi. Sebab, kontrak atau perjanjian itu, berdasarkan dengan negosiasi. Sementara itu, dengan rezim perizinan saat ini, berarti tidak dikenal lagi bentuk negosiasi.

“Harap diingat, izin itu tidak sama dengan kontrak. Kontrak itu bisa berdasarkan negosiasi. Kalau izin, ya izin. Izin ini tidak berdasarkan negosiasi,” tuturnya.

Di tempat yang sama, Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (APEMINDO) Ladjiman Damanik menyebutkan bahwa implementasi terhadap ketentuan dalam UU Minerba mesti tegas. Terkait Freeport, ia melihat bahwa ketentuan dalam UU Minerba yang mengubah dari konteks perjanjian atau kontrak ke perizinan masih belum dilaksanakan.

Akibatnya, hal itu berdampak kepada ketidakadilan yang dirasakan kepada perusahaan-perusahaan anggota APEMINDO. Dia menilai Freeport diperlakukan secara ‘berbeda’ dibandingan para perusahaan-perusahaan anggota APEMINDO. “Mestinya pemerintah tegas bilang ke Freeport, Take it or Leave it. Penting untuk lihat seberapa tegas pemerintah tegakkan dan patuh pada UU,” tandasnya.

Bikin Gaduh
Sebenarnya yang selama ini membuat gaduh adalah terkait permasalahan perpanjangan kontrak atas KK Freeport. Sesuai aturan, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, diatur bahwa perpanjangan baru bisa disampaikan paling cepat dua tahun sebelum kontrak atau perjanjian berakhir.

Merujuk pada Pasal 112B ayat (2) PP Nomor 77 Tahun 2014, waktu dua tahun sebelum kontrak berakhir tahun 2021 bagi Freeport adalah tahun 2019. Disebutkan Kardaya, kalau Freeport mengajukan perpanjangan pada saat tahun 2019 atau sebelum tahun 2019, tidak ada yang melarang permohonan itu.

“Ibaratnya, loket kereta api buka jam 6, orang mengantri jam 3, ya boleh saja. Tetapi menurut saya, loketnya tidak dibuka,” sebutnya.

Selain itu, Kardaya menegaskan bahwa seharusnya Freeport paham bahwa UU Minerba saat ini sudah bukan rezim perjanjian atau kontrak yang berdasar dengan negosiasi. Atas dasar itu, jika ingin meminta perpanjangan KK setelah tahun 2021 nanti, dia yakin langkah Freeport itu berbenturan dengan ketentuan undang-undang.

“Harap mengerti lah, yang namanya izin tidak berdasar negosiasi. Kalau izin tetap dipaksa dengan negosiasi, nanti terbentur aturan UU. Izin itu fix, ditetapkan berdasarkan pemerintah. Tolong jangan sebut-sebut negosiasi karena menurut UU Minerba tidak mengatur itu,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait