Peluang Evolusi Keempat Penyelesaian Sengketa Pemilu
Konferensi HTN ke-5:

Peluang Evolusi Keempat Penyelesaian Sengketa Pemilu

Ada filosofi penggunaan ‘hari’ kalender dan ‘hari kerja’ dalam penyelesaian sengketa.

Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit

Jangka waktu

Berkaitan dengan penyelesaian sengketa hasil pemilu, hakim konstitusi Manahan MP Sitompul mengingatkan pentingnya memperhatikan jangka waktu setiap tahapan penyelesaian. Ada filosofis penentuan setiap jangka waktu, termasuk penggunaan kata ‘hari’ yang merujuk pada hitungan hari kalender, dan ‘hari kerja’ yang merujuk pada hari kerja Senin-Jum’at.

Bahkan ada yang menggunakan hitungan waktu. Misalnya, ketika terjadi perselisihan penetapan perolehan suara hasil pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD secara nasional. Normatifnya, peserta pemilu yang dirugikan dapat mengajukan permohonan ke Mahkamah Konstitusi paling lama 3 x 24 jam sejak diumumkan penetapan perolehan suara hasil pemilu. Jika permohonannya belum lengkap, UU Pemilu memberikan waktu kepada pemohon 3 x 24 jam lagi untuk memperbaiki permohonan.

(Baca juga: Waspadai Kecurangan-Kecurangan dalam Pemilu).

Penggunaan kata ‘hari’ (kalender) ditemukan pada Pasal  475 ayat (1) UU Pemilu. Dalam hal terjadi perselisihan penetapan perolehan suara hasil pemilu presiden dan wakil presiden, pasangan calon dapat mengajukan keberatan ke Mahkamah Konstitusi dalam waktu paling lama 3 hari setelah penetapan hasil pemilu itu oleh Komisi Pemilihan Umum. Mahkamah Konstitusi memutus perselisihan yang timbul akibat keberatan paling lama 14 hari sejak diterimanya permohonan keberatan oleh Mahkamah Konstitusi.

Berkaitan dengan jangka waktu hari ini, salah satu putusan yang menarik adalah putusan Mahkamah Konstitusi No. 31/PUU-XVI/2018. Kata ‘hari’ dalam Pasal 468 ayat (2) UU Pemilu dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai ‘hari kerja’.

Tags:

Berita Terkait