Peluang Besar Jasa Konsultan Hukum dalam Industri Fintech
Utama

Peluang Besar Jasa Konsultan Hukum dalam Industri Fintech

Konsultan hukum berperan memastikan rencana investor tersebut sesuai dengan aturan main di Indonesia. Selain itu, konsultan hukum juga dapat mendampingi pelaku usaha saat berhadapan dengan regulator untuk memperoleh perizinan.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Acara seminar “Fintech: Regulasi, Perangkat Teknologi dan Pengawasannya Dikaitkan dengan Maraknya Illegal Fintech” yang diselenggarakan HKHPM di Gedung Bursa Efek Indonesia, Senin (24/6). Foto: MJR
Acara seminar “Fintech: Regulasi, Perangkat Teknologi dan Pengawasannya Dikaitkan dengan Maraknya Illegal Fintech” yang diselenggarakan HKHPM di Gedung Bursa Efek Indonesia, Senin (24/6). Foto: MJR

Perkembangan industri jasa keuangan berbasis digital atau financial technology (fintech) semakin ramai digunakan masyarakat. Tidak hanya itu, pelaku usaha atau korporasi fintech juga terus bermunculan mulai dari investor lokal hingga asing seperti China. Para pelaku usaha fintech tersebut saling menawarkan berbagai inovasi layanan agar diterima masyarakat.

 

Di tengah kondisi ini, tidak hanya membuka peluang dari sisi bisnis fintech, ternyata jasa konsultan hukum sangat dibutuhkan dari hulu hingga hilir industri ini. Konsultan hukum memainkan peranan penting untuk membantu investor memahami aturan main industri fintech di Indonesia. Sebab, investor membutuhkan konsultan hukum yang dapat memberi masukan sehingga kegiatan bisnis suatu perusahaan sesuai dengan aturan yang berlaku.

 

Pernyataan ini disampaikan advokat dari Kantor Hukum AKSET Law, Abadi Abi Tisnadisastra, dalam acara seminar “Fintech: Regulasi, Perangkat Teknologi dan Pengawasannya Dikaitkan dengan Maraknya Illegal Fintech” yang diselenggarakan HKHPM di Gedung Bursa Efek Indonesia, Senin (24/6).

 

Menurut Abi perkembangan fintech yang dinamis menuntut konsultan hukum harus terus mengikuti perkembangan industri ini. Sebab, kondisi tersebut menyebabkan perangkat aturan fintech terus berubah.

 

“Dalam 5-10 tahun lalu, kita belum kenal industri ini namun dalam waktu singkat sudah jadi bagian masyarakat. Lalu, apa artinya bagi konsultan hukum? Dengan perkembangan signifikan banyak uncertainty dan kebijakan mengambang sehingga ini jadi ruang bagi konsultan hukum agar pelaku usaha dapat kepastian hukum,” jelas Abi.

 

Menurutnya, salah satu kebutuhan fintech terhadap pasar modal yaitu dalam pemunuhan kebutuhan perizinan. Konsultan hukum berperan memastikan rencana investor tersebut sesuai dengan aturan main di Indonesia. Selain itu, konsultan hukum juga dapat mendampingi pelaku usaha saat berhadapan dengan regulator untuk memperoleh perizinan.

 

Tren paling penting dicermati saat ini yaitu perusahaan fintech semakin ekspansif kegiatan bisnisnya. Abi menjelaskan perusahaan fintech mengarah pada akusisi, merger, pendanaan hingga penawaran saham publik (initial public offering/IPO). “Sehingga, potensi kerja konsultan hukum sangat besar,” jelasnya.

 

Dia melanjutkan industri fintech ini sudah menjangkau masyarakat yang selama ini tidak terlayani jasa keuangan konvensional seperti perbankan. Hal ini menandakan besarnya pangsa pasar industri fintech sehingga dilirik investor asing. Sehingga, peran konsultan hukum semakin terbuka dalam industri ini.

 

“Berbeda dengan perkembangan fintech di negara lain yang hanya jadi pelengkap, di Indonesia justru menciptakan market baru. Misalnya, fintech di Singapura hanya alternatif di antara jasa keuangan lain. Masyarakat Indonesia unbank besar sehingga elemen disrupsinya berbeda dengan negara lain,” jelas Abi.

 

(Baca Juga: Persoalan Perlindungan Konsumen di Industri Fintech)

 

Menurut Abi, penting bagi konsultan hukum memahami hukum dan bisnis industri fintech. Sebab, terdapat perbedaan signifikan antara fintech dengan jasa keuangan konvensional. Dia juga mengimbau agar konsultan hukum meningkatkan kapasitasnya dengan mempelajari dinamika fintech di yurisdiksi lain. Menurutnya, peningkatan kompetensi tersebut seiring pertambahan minat investor asing menanamkan modal pada sektor fintech.

 

“Aturan fintech di Indonesia masih sangat minim. Sebagai konsultan hukum harus men-develope ilmu sendiri bagaimana fintech peer to peer lending misalnya di yurisdiksi lain seperti UK, India dan Filiphina. Kadang-kadang konsultan hukum harus kreatif untuk mengetahui pandangan di luar sana,” jelas Abi.

 

Pentingnya peran konsultan hukum dalam industri fintech juga disampaikan Ketua Harian Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Kuseryansyah. Dia menyatakan dalam struktural Majelis Etik AFPI juga dijabat profesional dunia hukum. Hal ini bertujuan mengawasi setiap anggota AFPI mematuhi aturan yang ditetapkan regulator dan kode perilaku.

 

Kuseryansyah menjelaskan permasalahan seperti penagihan kasar, pencurian dan penyebaran data pribadi hingga pelecehan terhadap nasabah yang menunggak pengembalian pinjaman terjadi pada industri fintech. Sehingga, peran konsultan hukum sangat dibutuhkan untuk menjamin persoalan tersebut tidak dilakukan fintech legal atau terdaftar dan berizin regulator.

 

“Majelis etika ini bertugas memberi sanksi pada anggota yang melanggar aturan dan pedoman perilaku,” jelas Kuseryansyah.

 

Dia juga menyampaikan saat ini asosiasi, pemerintah dan aparat penegak hukum kesulitan memberantas fintech ilegal. Hal ini disebabkan mudahnya fintech ilegal membuat aplikasi layanan baru setelah ditutup regulator. Sehingga, dia mengimbau agar masyarakat lebih hati-hati sebelum melakukan pinjaman online tersebut.

 

“Fintech ilegal memang di-takedown (tutup), tapi seminggu kemudian mereka muncul lagi dengan nama yang beda. Dalam waktu cepat mengubah namanya agar bisa berkomunikasi dengan borrowor-nya. Saya berharap agar masyarakat bisa wise dan selektif pada fintech ini,” pungkasnya.

 

Tags:

Berita Terkait