Pelita Ilmu dari Para Alumni Doktor Hukum
Resensi

Pelita Ilmu dari Para Alumni Doktor Hukum

Empat puluh tiga tulisan doktor ilmu hukum didekasikan untuk pengembangan ilmu hukum di Indonesia.

Muhammad Yasin
Bacaan 5 Menit

Hukumonline.com

Persoalan dukungan regulasi juga tampak pada tulisan Aria Suyudi mengenai reformasi regulasi bidang penegakan kontrak pada periode 2015-2020. Regulasi yang dibuat tak cukup sekadar memenuhi parameter yang ditentukan dalam ease of doing business, tetapi juga harus mampu mengakomodasi kondisi empiris yang ada di Indonesia (hal. 96).

Kontrak juga menjadi fokus bahasan Reggiannie Christy Natalia (tanggung jawab marketplace atas pelanggaran product liability), dan Michael Widya Putra (kontrak investasi bersama dana ventura). Tiga tulisan beraroma Hukum Administrasi Negara juga dapat dibaca pada Buku kedua yaitu karya Endang Suratminingsih (Badan Usaha Milik Daerah), Annisa Fitria (penguasaan tanah dengan status hak milik oleh WNA), dan Dewi Lestari Djalal (konsep future value pada Badan Usaha Milik Negara). Future value adalah nilai di masa depan dari sejumlah uang di masa sekarang atau serangkaian pembayaran yang dievaluasi dengan menggunakan tingkat bunga tertentu. Konsep ini berhubungan dengan kebijakan dalam investasi, dan kebijakan investasi berkaitan dengan masa depan (hal. 114-115).

Dua tulisan bertema kepailitan juga sayang untuk dilewatkan. Tulisan Maddenleo T Siagian tentang pembuktian sederhana dalam kepailitan mengantarkan pembaca pada filosofi kepastian dan keadilan hukum yang mendasarinya. Tulisan Ferry Ricardo –entah mengapa tidak ada data penulis ini pada bagian akhir buku—mengulas pertanggungjawaban direksi perseroan dalam hal gagal bayar Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Ferry menyampaikan beberapa usulan untuk perbaikan regulasi (hal. 329-330).

Buku ketiga membuat dua bagian besar, masing-masing mengenai pertambangan dan lingkungan hidup, dan permasalahan sosial dan pembangunan. Banyak tulisan pada bagian ini membahas masalah-masalah tambang mineral dan batubara. Penyusun buku tampaknya secara sadar mengajak pembaca untuk melihat pertambangan juga sebagai bagian dari lingkungan, meskipun aspek-aspek lingkungan dan penegakan hukumnya tak banyak dibahas dalam buku ini. Apalagi dikaji secara kritis. Misalnya tentang dampak pertambangan terhadap keseimbangan lingkungan ekosistem.

Tulisan Reynold Rudyismanto mengenai pengaturan ekolabel label tekstil menyinggung keberlanjutan konsumsi dan produksi dapat dikecualikan, dan Boy Jeckson Situmorang menyinggung sanksi pidana tambang yang berorientasi pada keadilan ekologis. Pembaca dapat mengira-ngira analisis Noviana Tansari dan Henry Soelistyo Budi tentang kewajiban pengolahan dan permurnian nikel banyak bicara mengenai kelestarian lingkungan karena menghubungkannya dengan kesejahteraan rakyat. Tetapi, tulisan ini lebih menekankan pada dualisme kewenangan (hal. 106).

Karya mengenai pertambangan secara umum direpresentasikan oleh tulisan Daruma Daishi tentang politik hukum pertambangan, dan tulisan R. Mohamad Oetomo Martodibroto tentang pengaturan kontrak karya. Tulisan lain dapat disebut lebih spesifik. Misalnya tentang nominee agreement.

Bagian kedua buku ketiga semakin beragam topik yang dibahas, karena merupakan permasalahan sosial dan pembangunan. Faktanya, Indonesia memang menghadapi banyak masalah dalam pembangunan. Ada masalah medis, pertanahan, ibadah, perkawinan dan keluarga, bahkan isu-isu konstruksi. Sembilan tulisan yang dimuat pada bagian kedua buku ketiga ini tentu saja tak merangkup semua masalah yang terjadi, tetapi beberapa isu terus berulang dan dibicarakan semisal pelaksanaan umrah, perlindungan konsumen, perkara medik, hingga penggunaan tenaga kerja asing. Meskipun demikian, analisis yang disajikan para penulis layak untuk dibaca oleh para pengambil kebijakan terkait, siapa tahu solusi yang ditawarkan penulis merupakan sebagian panasea yang belum dipergunakan selama ini. Apalagi para penulisnya punya latar belakang akademis dan pekerjaan pada isu-isu yang disajikan.

Maka, menariklah apa yang dikutip Theo Lekatompessy pada pengantar buku. Ketua Ikatan Alumni Doktor UPH ini mengutip kalimat filosofis ini: “perjalanan dimulai dengan satu langkah” (journey of thousand miles began with single step). Kalimat ini sangat cocok untuk pembaca yang ingin membuka lembar demi lembar buku sambal meminum kopi. Menghasilkan karya seperti ini jauh lebih berguna ketimbang berdiam diri. Bukankah setiap doktor ilmu hukum seharusnya berbangga apabila karyanya dibaca orang lain? Apalagi karya ini ‘didedikasikan untuk pengembangan ilmu hukum Indonesia’

Meskipun ada kesalahan di sana sini, seperti kata Theo, itu berarti ruang untuk penyempurnaan dapat dimasuki.  

Selama membaca…!

Tags:

Berita Terkait