Peliknya Memboyong Sang Pengemplang Dana BLBI
Berita

Peliknya Memboyong Sang Pengemplang Dana BLBI

Kejaksaan belum mampu memboyong Adrian Kiki Ariawan pulang ke Indonesia. Sebagai penjahat kerah putih, Adrian dianggap lihai dalam memanfaatkan celah hukum. Paling tidak, pengemplang dana BLBI sebesar Rp1,5 triliun ini bisa menunda proses hukumnya.

CR1
Bacaan 2 Menit
Peliknya Memboyong Sang Pengemplang Dana BLBI
Hukumonline

Indonesia dan Australia telah mengadakan perjanjian ekstradisi, walaupun memang hubungan bilateral kedua negara terkadang kurang harmonis. Perjanjian ekstradisi Indonesia-Australia diatur dalam dua Undang-Undang. Yakni UU No. 8 Tahun 1994 tentang Pengesahan Perjanjian Ekstradisi Antara RI dan Australia, dan UU No. 1 Tahun 1999 tentang Pengesahan Perjanjian Antara RI dan Australia Mengenai Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana, biasa disebut Mutual Legal Assistance (MLA).

 

Anehnya, walaupun sudah ada perjanjian, namun tiap kali ada buronan Indonesia di Australia, lagi-lagi Indonesia kesulitan dalam mengembalikan buronan ke Indonesia. Sebut saja Hendra Rahardja. Mantan Presiden Komisaris Bank Harapan Sentosa yang juga penikmat Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) ini meninggal di Australia sebelum bisa dipulangkan ke Indonesia akibat proses ekstradisi yang ribet. Begitu juga yang terjadi pada Adrian Kiki Ariawan. Proses ekstradi mantan bos Bank Harapan Sentosa ini bakal terhambat.

 

Sebelumnya, kejaksaan telah mengirim Tim Pemburu Koruptor yang dipimpin langsung oleh Wakil Jaksa Agung Mochtar Arifin. Tim berangkat ke Australia untuk menjemput Adrian. Sayang, Tim pulang dengan tangan hampa. Adrian ternyata tidak ikut serta dalam rombongan sekembalinya ke Tanah Air. Jangankan membawa pulang, Tim bahkan tidak dapat menemui Adrian. Ini bukan gagal, tetapi belum berhasil, kata Mochtar membela diri.

 

Adrian adalah mantan Presiden Direktur Bank Surya yang mengemplang BLBI sebesar Rp1,5 triliun. Adrian bersama mantan Wakil Direktur Bank Surya, Bambang Sutrisno, melakukan penyelewengan BLBI dengan mengucurkan kepada 103 perusahaan fiktif. Enam tahun lalu, keduanya dijatuhi hukuman seumur hidup oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat secara in absentia. Adrian kala itu diduga kabur ke Australia, sedangkan Bambang ke Singapura.

 

Adrian rencananya akan ditukar dengan Hadi Ahmadi, warga Iran yang menyelundupkan manusia Australia. Jika Adrian yang ditangkap di Perth, beberapa waktu lalu, diadili di Australia, maka prosesnya akan memakan waktu dua hingga tiga tahun. Keadaan semakin rumit jika dalam proses pengadilan itu Pemerintah Australia memberikan status kewarganegaraan bagi Adrian.

 

Mochtar Arifin menilai, perbedaan sistim hukum kedua negara (Indonesia-Australia) menjadi salah satu kendala pengembalian Adrian. Kemudian, faktor lain yang menjadi penghambat molornya pengembalian Adrian adalah pengajuan banding. Kalau dia (Adrian) tidak gunakan haknya untuk banding, maka bisa cepat (pengembaliannya), kata Mochtar.

 

Berbeda dengan Mochtar, Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana, menilai Adrian telah memanfaatkan hukum yang ada di Australia. Koruptor ini berkerah putih, canggih-canggih, bisa bayar lawyer mahal, katanya. Menurutnya, Adrian menggunakan dan memanfaatkan celah hukum. Paling tidak, bisa mendelay proses hukumnya, ujar Hikmahanto.

 

Seharusnya, kata dia, kejaksaan atau Departemen Luar Negeri punya amunisi. Misalnya, tidak benar bahwa Adrian kiki nanti didiskriminasi sekembalinya ke Indonesia, tidak benar juga bahwa penegakan hukum terhadap Adrian melanggar due procces of law, pada saat tidak hadirnya Adrian dipersidangan hingga divonis.  Semua prosedur hukum sudah dilakukan, katanya.

 

Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, R.B. Suryama M. Sastra, menilai tidak berhasilnya kejaksaan membawa pulang Adrian lantaran lemahnya koordinasi antar lembaga terkait. Satu hal yang harus diperbaiki adalah koordinasi antara aparat hukum dengan diplomat hukum, pungkasnya.

Tags: