Pelemahan Rupiah, BI Minta Masyarakat Tak Panik
Berita

Pelemahan Rupiah, BI Minta Masyarakat Tak Panik

BI memperkirakan, tekanan terhadap rupiah akan mereda menjelang akhir tahun.

FAT
Bacaan 2 Menit
Pelemahan Rupiah, BI Minta Masyarakat Tak Panik
Hukumonline

Bank Indonesia (BI) meminta agar masyarakat tak panik dengan kembali melemahnya rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Gubernur BI Agus DW Martowardojo mengatakan, pelemahan rupiah hingga sebesar Rp12 ribu per dolar AS, lantaran dipengaruhi dari kondisi di dunia yakni mulai membaiknya perekonomian di negara-negara maju.

Membaiknya perekonomian di negara-negara maju ini akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang. "Krisis Eropa akan mulai berakhir. Tapi di negara berkembang akan ada tekanan pada pertumbuhan ekonominya, khususnya negara besar, seperti China dan India," ujar Agus di komplek perkantoran BI di Jakarta, Jumat (29/11).

Melambatnya pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang, kata Agus, menyebabkan banyak harga komoditas menjadi turun. Khusus di Indonesia, BI memperkirakan tekanan terhadap rupiah akan mereda menjelang akhir tahun. Sehingga pelemahan terhadap rupiah tak akan berselang lama.  "Jangan panik karena ini cerminkan kondisi fundamental kita, kalau rupiah ada pelemahan itu selaras dengan nilai tukar regional, ada beberapa currency yang lebih dalam pelemahannya," kata Agus.

Harga komoditas yang menurun, lanjut Agus, akan berdampak pada neraca perdagangan Indonesia. Meski begitu, untuk mencegah membengkaknya defisit transaksi berjalan, BI akan terus berkoordinasi dengan pemerintah. "BI bersama pemerintah banyak keluarkan kebijakan dan mohon dilaksanakan, Indonesia secara umum dalam keadaan baik, bahwa sementara ada tekanan rupiah itu adalah situasi," katanya.

Untuk jangka pendek dan menengah, BI akan menyikapi persoalan yang tengah terjadi di dalam negeri. Berbagai kebijakan pun dippersiapkan, seperti penyesuaian tingkat suku bunga, makroprudensial hingga operasi moneter. "Melihat kondisi yang berkembang kita respon dengan bauran kebijakan, penyesuaian tingkat suku bunga, makroprudensial, dan operasi moneter," katanya.

Sebelumnya, Ekonom INDEF Enny Sri Hartati menilai otoritas fiskal dan moneter perlu memfokuskan kebijakan yang dapat membidik faktor-faktor fundamental penyebab pelemahan nilai tukar. Kebijakan tersebut bertujuan untuk mencegah pelemahan rupiah ke arah lebih dalam. "Sudah umum diketahui bahwa secara fundamental salah satu penyebab utama pelemahan rupiah adalah menurunnya neraca perdagangan, seiring dengan itu nilai tukar rupiah juga terdepresiasi," ujar Enny dalam sebuah seminar di Jakarta, Selasa (26/11).

Enny menuturkan, langkah fundamental mengurangi defisit neraca perdagangan adalah dengan mengendalikan impor migas maupun non migas. Di sektor migas, target kuota BBM bersubsidi harus dipatok secara konsisten agar tidak terjadi pembengkakan.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait