Pelaku Usaha Wajib Baca, Begini Mandat Perpres Stranas Bisnis dan HAM
Terbaru

Pelaku Usaha Wajib Baca, Begini Mandat Perpres Stranas Bisnis dan HAM

Strategi nasional bisnis dan hak asasi manusia berfungsi antara lain sebagai pedoman bagi pelaku usaha dan pemangku kepentingan lainnya untuk ikut serta dalam penghormatan HAM pada sektor bisnis.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Kegiatan ekonomi dan bisnis acapkali bersinggungan dengan aspek hak asasi manusia (HAM). Misalnya ketika mendapat izin untuk menggarap lahan konsesi, bisa jadi di tempat tersebut masih ada wilayah yang diklaim masyarakat hukum adat. Tentu saja perlu dilakukan berbagai pendekatan yang tepat sehingga menghasilkan penyelesaian yang memberi solusi bagi semua pihak tanpa harus melakukan tindakan yang berpotensi melanggar HAM.

Sebagai upaya mewujudkan mandat konstitusi yang menyebut prinsip pembangunan berkelanjutan dengan menjunjung tingggi nilai HAM, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No.60 Tahun 2023 tentang Strategi Nasional Bisnis dan Hak Asasi Manusia (Stranas BHAM).

Beleid yang diterbitkan 26 September 2023 itu mengatur Stranas BHAM meliputi kewajiban kementerian/lembaga dan pemerintah daerah untuk melindungi HAM pada kegiatan usaha. Kemudian tanggung jawab pelaku usaha untuk menghormati HAM dan akses atas pemulihan bagi korban dugaan pelanggaran HAM di kegiatan usaha.

“Akses atas pemulihan bagi korban dugaan pelanggaran HAM di kegiatan usaha,” begitu bunyi Pasal 2 ayat (2) poin c Perpres.

Baca juga:

Fungsi Stranas BHAM sedikitnya mencakup 2 hal. Pertama, pedoman bagi kementerian/lembaga dan pemerintah daerah untuk melakukan perencanaan, pelaksanaan, serta pemantauan bisnis dan HAM. Kedua, pedoman bagi pelaku usaha dan pemangku kepentingan lainnya untuk ikut serta dalam penghormatan HAM pada sektor bisnis.

Stranas BHAM dilaksanakan melalui Aksi BHAM. Untuk pertama kali Aksi BHAM ditetapkan untuk jangka waktu 3 tahun yakni periode 2023-2025. Aksi BHAM periode selanjutnya ditetapkan melalui Peraturan Presiden (Perpres). Untuk menyelenggarakan pelaksanaan Stranas BHAM dibentuk Gugus Tugas Nasional Bisnis dan HAM (GTN BHAM).

Tugas GTN BHAM meliputi 4 hal. Pertama, mengusulkan rancangan Aksi BHAM. Kedua, mengoordinasikan dan menyelaraskan pelaksanaan Stranas BHAM di tingkat nasional dan daerah. Ketiga, mengoordinasikan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan Stranas BHAM di tingkat nasional dan daerah. Keempat, melaporkan hasil pelaksanaan Aksi BHAM kepada Menteri.

Dibentuk juga Gugus Tugas Daerah (GTD) BHAM dalam rangka menyelenggarakan pelaksanaan Stranas BHAM di tingkat provinsi. Keanggotaan GTD BHAM terdiri atas organisasi perangkat daerah provinsi, instansi vertikal kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang hukum dan HAM, serta mitra non pemerintah.

Tugas GTD BHAM meliputi 3 hal. Pertama, mengoordinasikan dan menyelaraskan pelaksanaan Stranas BHAM di tingkat daerah. Kedua, melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan Stranas BHAM di tingkat daerah. Ketiga, melaporkan hasul pelaksanaan Aksi BHAM kepada GTN BHAM.

“Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja GTN BHAM dan GTD BHAM diatur dengan Peraturan Menteri,” begitu bunyi Pasal 9 Perpres.

Dalam ketentuan peralihan, beleid ini mengatur GTN BHAM dan GTD BHAM yang telah terbentuk sebelum berlakunya Perpres ini tetap melaksanakan tugasnya sampai terbentuknya GTN BHAM dan GTD BHAM berdasarkan Perpres ini. GTN BHAM dan GTD BHAM harus dibentuk berdasarkan Perpres ini dalam jangka waktu paling lama 1 tahun sejak Perpres ini berlaku.

Lampiran beleid itu mencantumkan pokok prinsip-Prinsip Panduan PBB tentang Bisnis dan HAM (Guiding Pirnciples on Business and Human Rights: Implementing the UN Protect, Respect, and Remedy Framework). Panduan itu memuat 3 pilar Bisnis dan HAM yakni kewajiban negara melindungi HAM, tanggung jawab Pelaku Usaha untuk menghormati HAM, dan akses terhadap pemulihan.

Secara ringkas, lampiran beleid itu menjelaskan pilar pertama yang menekankan Negara harus melindungi dari pelanggaran HAM yang dilakukan pihak ketiga termasuk pelaku usaha di dalam wilayah dan/atau yurisdiksinya. Negara harus mengambil langkah yang tepat untuk mencegah, menyelidiki, menghukum, dan memulihkan pelanggaran HAM tersebut melalui kebijakan, legislasi, peraturan, dan jaminan atas sistem akses terhadap keadilan baik yudisial maupun non yudisial yang efektif.

Pilar kedua, pelaku usaha dimandatkan untuk menghormati HAM, mencegah, berkontribusi serta meminimalisir, dan mengatasi terjadinya pelanggaran HAM dari kegiatan usaha ileh para pelaku usaha dan mintra kerjanya. Pelaku usaha harus memiliki kebijakan dan proses yang cukup terkait HAM termasuk memiliki kebijakan untuk menghormati HAM. Selanjutnya, melakukan proses uji tuntas HAM (due diligence) untuk mengidentifikasi, mencegah, memitigasi, dan mempertanggungjawabkan risiko pelanggaran Ham dari kegiatan usaha oleh pelaku usaha dan/atau mintranya.

“Mengupayakan proses pemulihan atas setiap dugaan pelanggaran HAM yang diakibatkan oleh kegiatan usaha dari pelaku usaha dan/atau mitranya,” begitu mandat pilar kedua Prinsip-Prinsip Panduan PBB tentang Bisnis dan HAM sebagaimana dikutip dalam lampiran Perpres.

Pilar ketiga, lampiran Perpres menjelaskan Panduan PBB tentang Bisnis dan HAM menitikberatkan pada hak korban pelanggaran HAM untuk mendapatkan akses atas pemulihan yang efektif, sah, dapat diakses, berkepastian, adil, transparan, dan berakuntabilitas baik melalui mekanisme yudisial maupun non yudisial. Pilar ketiga merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kewajiban negara untuk melindungi HAM dan pertanggungjawaban pelaku usaha untuk menghormati HAM.

Tags:

Berita Terkait