Pelaksanaan Program Kartu Prakerja Potensial Jadi Kasus Hukum
Berita

Pelaksanaan Program Kartu Prakerja Potensial Jadi Kasus Hukum

ICW kembali meminta Kemenko Bidang Perekonomian untuk membuka dokumen perjanjian kerja sama dengan 8 mitra program Kartu Prakerja agar bisa diketahui apakah proyek Kartu Prakerja melalui penunjukan langsung atau lelang?

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Hukumonline
Hukumonline

Wakil Ketua MPR Arsul Sani mengatakan skema pelatihan dalam program Kartu Prakerja yang melibatkan sejumlah perusahaan startup berpotensi menjadi kasus hukum di kemudian hari. Meski program yang menjadi janji kampanye Jokowi saat Pilpres 2019 ini tidak bermasalah, tapi disinyalir bermasalah dalam pelaksanaannya melalui skema pelatihan kerja secara online dengan anggaran sekitar Rp5,6 triliun.

"Yang dianggap bermasalah adalah pelaksanaannya melalui skema pelatihan kerja secara online di mana sebagian anggarannya yang Rp5,6 triliun tersebut menjadi pendapatan dan keuntungan sejumlah perusahaan start-up tersebut," kata Arsul kepada wartawan, Rabu (20/5/2020).

Arsul mengingatkan kasus hukum yang berkaitan dengan kebijakan publik, seperti kasus BLBI (1998) dan Bank Century (2008). Dia tak ingin anggaran triliunan rupiah itu seperti nasib dua kasus hukum besar yang berujung pidana itu. Begitu pula proyek pengadaan e-KTP dengan nilai kerugian negara sebesar Rp2,3 triliun.

“Semua kasus itu tak bermasalah pada lingkup kebijakan. Tapi, menjadi masalah ketika pada tataran pelaksanaan kebijakan. Karena itu, saya mewanti-wanti agar berhati-hati dalam tataran pelaksanaan skema pelatihan Kartu Prakerja ini,” ujarnya.

Anggota Komisi III DPR ini mengingatkan apabila audit BPK atau BPKP ditemukan ketidakwajaran pada komponen pembiayaan yang telah dikeluarkan dalam pelatihan Kartu Prakerja ini, kasus hukum akan terbuka lebar. Misalnya melakukan perbandingan dan pendalaman terhadap pelaksanaan skema pelatihan para penyedia jasa yang memberikan secara cuma-cuma (gratis).

Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu juga mengingatkan agar para pengambil keputusan dan pelaksana kebijakan terkait skema Kartu Prakerja tidak mengandalkan UU No.2 Tahun 2020 tentang Penetapan Perppu No.1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease (Covid-19), khususnya Pasal 27 terkait dengan imunitas terbatas.

Absurd kalau para pembantu Presiden dan jajarannya merasa sudah aman karena diberikan kekebalan hukum oleh Pasal tersebut,” kata dia mengingatkan. (Baca Juga: Dinilai Pemborosan, Kartu Prakerja Layak Dievaluasi Total)  

Dia meminta pemerintahan Presiden Jokowi melalui kementerian dan lembaga terkait dengan implementasi skema Kartu Prakerja ini untuk meninjau kembali skema pelatihan dan penganggarannya. Baginya, jauh lebih penting mencegah, ketimbang skema pelatihan Prakerja yang ada tetap dijalankan karena borpotensi pidana.

Anggota Komisi I DPR Sukamta meminta pemerintah menghentikan program pelatihan online kartu prakerja ini. Sebab, program tersebut berpotensi menjadi skandal paling memalukan  dalam sejarah Indonesia merdeka. Banyak kritik dari berbagai kalangan ditujukan pada program Kartu Prakerja, khususnya terkait kelemahan dan kekurangan program tersebut. “Tetapi pemerintah terkesan tidak mau tahu,” kata dia.

Dia menilai situasi sulit di tengah pandemi Covid-19 malah dijadikan ajang meraup keuntungan segelintir kelompok sesuatu yang tidak patut. Terlebih, program tersebut dinilainya tidak proritas dibandingkan kebutuhan ekonomi masyarakat di tengah situasi darurat kesehatan. Menurutnya, model kerja sama dengan 8 mitra platform digital juga memanfaatkan celah hukum pengadaan barang jasa. “Ini bisa berpotensi menjadi tindak pidana korupsi gaya baru. Hentikan segera!” pintanya.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera itu mengatakan masih memungkinkan pemerintahan Jokowi menarik program Kartu Prakerja ini. Sementara anggaran yang terlanjut dicairkan sebesar Rp1,6 triliun dapat dibekukan terlebih dahulu. Sementara mitra platform digital pun dapat mengubah pelatihan yang semula berbayar menjadi gratis sebagai wujud sumbangsih kepada bangsa dan masyarakat yang sedang dalam kesusahan. “Anggaran bisa difokuskan untuk jaring pengaman sosial bagi korban terdampak Covid-19,” katanya.

Dibuka ke publik

Sementara Koordinator Divisi Pelayanan Publik dan Reformasi Birokrasi Indonesia Corruption Watch (ICW) Almas Sjafrina menilai penunjukkan platform digital mitra program Kartu Prakerja diduga tidak sesuai mekanisme pengadaan barang dan jasa yang berlaku. Karena itu, untuk menhindari kecurigaan publik, sebaiknya perjanjian kerja sama dengan delapan mitra dibuka kepada publik.

ICW mengaku telah meminta informasi kepada Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian selaku Ketua Komite Program Prakerja pada 12 Mei lalu. Informasi yang dimintakan tentang dokumen perjanjian kerja sama dengan 8 mitra program Kartu Prakerja. “Permintaan informasi didasari alasan bahwa proses penunjukkan mitra Kartu Prakerja ditengarai bermasalah,” kata dia.

Dia mensinyalir kerja sama dengan platform pelatihan digital tak melalui mekanisme lelang, tapi melalui penunjukan langsung. Pemerintah beralasan hal tersebut disebabkan keterbatasan waktu dan tes program. Selain itu, pemerintah berdalih mekanisme lelang tidak dilakukan lantaran tidak ada penyelenggaraan barang dan jasa yang dibayarkan pemerintah kepada mitra Kartu Prakerja.

Bagi ICW, alasan pemerintah bermasalah apabila merujuk pada Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Pasal 38 ayat (4) menyebutkan, “Penunjukan Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan untuk Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dalam keadaan tertentu.” Sedangkan ayat (5) menjelaskan situasi “keadaan tertentu” dalam penunjukan langsung.

Menurutnya, bila merujuk pada ayat 5 tersebut, metode penunjukan langsung dalam memilih platform digital program Prakerja tidak semestinya dilakukan oleh pemerintah. Merujuk Pasal 1 Perpres 16/2018, pernyataan bahwa tidak ada penyelenggaraan barang dan jasa juga keliru. Sementara anggaran yang digelontorkan untuk melaksanakan program Prakerja bersumber dari APBN dalam jumlah besar hingga Rp20 triliun.

Melihat peliknya persoalan tersebut, Almas menilai adanya permasalahan dalam program Kartu Prakerja. Karena itu, publik seharusnya mendapat kejelasan mengenai cara pemilihan mitra platform digital tersebut. “Apakah sudah sesuai mekanisme pengadaan barang dan jasa sesuai peraturan?”   

Untuk itu, ICW kembali meminta Kemenko Bidang Perekonomian untuk membuka dokumen perjanjian kerja sama dengan 8 mitra program Kartu Prakerja. Sebab, sesuai UU 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, Kemenko Bidang Perekonomian wajib memberikan informasi tersebut, karena tergolong sebagai informasi publik yang terbuka dan dapat diakses secara luas.

Seperti diketahui, ada dua manfaat program bagi penerima kartu Prakerja yaitu pelatihan secara daring (online) dan insentif sebesar Rp600 ribu selama 4 bulan dan 150 ribu setelah mengisi survei. Pemerintah telah menunjuk 8 mitra platform digital yang menyelenggarakan pelatihan secara daring melalui program Prakerja. Antara lain, Tokopedia; Skill Academy by Ruangguru; Mau Belajar Apa; Bukalapak; Pintaria; Sekolahmu; Pijar Mahir; dan Sisnaker

Pemerintah membuat Kartu Prakerja sebagai bantuan sosial dengan target 5,6 juta orang sebagai peserta pelatihan. Program pelatihan ini awalnya direncanakan tatap muka (offline), kini menjadi online. Usai peluncuran program ini menuai berbagai kritik. Mulai dari penunjukan mitra program yang tidak transparan, materi pelatihan yang sebenarnya bisa didapat gratis di kanal lain, hingga kemanfaatan pelatihan kerja di tengah pandemi virus Corona.

Namun, pemerintah sudah menggelontorkan dana Rp20 triliun, dengan rincian biaya pelatihan Rp5,6 triliun; dana insentif Rp13,45 triliun; dana survei Rp840 miliar; dan dana PMO Rp100 juta. Anggaran ini naik dua kali lipat dari yang sudah direncanakan sebelumnya yakni Rp10 triliun.

Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja Denni P. Purbasari mengajak berbagai pihak yang ingin membantu untuk mengisi konten pelatihan di Kartu Prakerja yang akan diberikan secara gratis. "Ekosistem Kartu Prakerja itu sifatnya inklusif, terbuka untuk siapapun. Dalam kesempatan ini, saya mengajak teman-teman yang memiliki skill, bisa meluangkan waktu menyusun modul, tolong berkenan bergabung dengan ekosistem Prakerja dan mendonasikan modul-modul itu," kata Denni dalam diskusi oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di Graha BNPB, Jakarta, Selasa (19/5/2020) seperti dikutip Antara.  


Denni mengatakan para pihak yang ingin mendonasikan modul pelatihan dapat menaruh biaya pelatihan sebesar nol atau satu rupiah. Dengan hal itu, bagi pemanfaat Kartu Prakerja yang sudah tidak lagi memiliki dana pelatihan di akun mereka dapat memanfaatkan modul gratis tersebut. Dia menegaskan dari 1.000 lebih pelatihan yang ditawarkan oleh Kartu Prakerja, sebenarnya sudah beberapa konten yang bisa diakses tanpa memakai Rp1.000.000 yang diberikan kepada pemanfaat untuk pelatihan.


Menanggapi kritikan berbagai pihak terkait konten yang dianggap tidak senilai dengan rupiah yang diberikan padahal di platform lain terdapat modul serupa yang bisa diakses secara gratis, Denni menegaskan Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja terbuka dengan berbagai usulan dan mengajak kerja sama untuk memajukan program tersebut.


"Kita tidak perlu, katakanlah, bersitegang tapi kita bisa berkolaborasi bersama-sama bisa memberikan sesuatu yang bernilai buat saudara-saudara kita yang terdampak Covid-19," kata Denni.


Hingga saat ini, menurut data Manajemen Pelaksanan Kartu Prakerja sudah terdapat 680.000 orang resmi menjadi pemanfaat Kartu Prakerja dalam tiga gelombang. Mereka mendapat Rp3.550.000 yang selama pandemi Covid-19 dibagi dengan rincian bantuan pelatihan Rp1.000.000; insentif penuntasan pelatihan Rp600.000 per bulan untuk empat bulan; serta insentif survei kebekerjaan Rp150.000.

Tags:

Berita Terkait