Pekerja Menuntut Perusahaan Asing Mematuhi Hukum
Berita

Pekerja Menuntut Perusahaan Asing Mematuhi Hukum

Mulai dari penerapan outsourcing hingga pemberangusan serikat pekerja.

Ady
Bacaan 2 Menit
Demo serikat pekerja tuntut peraturan ketenagakerjaan ditegakan. Foto: ilustrasi (Sgp)
Demo serikat pekerja tuntut peraturan ketenagakerjaan ditegakan. Foto: ilustrasi (Sgp)

Serikat Pekerja yang tergabung dalam Majelis Pekerja Buruh Indonesia menuntut agar perusahaan asing mematuhi hukum yang berlaku di Indonesia, khususnya hukum ketenagakerjaan. Pasalnya, MPBI menemukan sejumlah perusahaan asing yang dinilai melanggar hukum. Untuk menyampaikan tuntutan itu ribuan pekerja yang tergabung dalam MPBI menggelar demonstrasi di beberapa kedutaan besar negara asing di Indonesia. Seperti Korea Selatan (Korsel) dan Jepang.

Presidium MPBI dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal mengatakan tak sedikit perusahaan asing, khususnya dari Korsel yang melanggar hukum. Misalnya, salah satu perusahaan terbesar Korsel yang bergerak di bidang elektronik yang beroperasi di daerah kawasan industri Bekasi, Jawa Barat.

Iqbal mengatakan perusahaan yang menjadi simbol perusahaan Korsel itu kerap melanggar aturan ketenagakerjaan seperti melakukan tindakan pemberangusan serikat pekerja dan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak. Serta menerapkan kontrak kerja dan outsourcing yang dinilai melanggar peraturan ketenagakerjaan.

Begitu pula dengan sebagian perusahaan asal Jepang yang beroperasi di Indonesia. Iqbal menyebut ada salah satu perusahaan otomotif terbesar asal Jepang yang melakukan pelanggaran terhadap UU Ketenagakerjaan. Misalnya, dalam mengunakan pekerja outsourcing dengan kontrak yang dilakukan secara berulang kali. Walau sudah bertahun-tahun bekerja, pekerja outsourcing itupun hanya dibayar sesuai upah minimum provinsi (UMP). Ketika ditanya, lanjut Iqbal, pimpinan pusat perusahaan otomotif asal Jepang itu membantah pernah menerapkan kebijakan yang melanggar aturan hukum.

Tak ketinggalan Iqbal menyoroti soal kriminalisasi terhadap pimpinan serikat pekerja yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Dia menyesalkan pihak kepolisian menahan pimpinan serikat pekerja yang berjuang menuntut upah layak dan penghapusan outsourcing yang melanggar aturan. Seperti Ketua Serikat Pekerja PT Indocement Edi Iriawadi dan dua aktivis MPBI Jawa Timur yaitu Pujianto dan Doni.

Iqbal menyebut MPBI akan menyambangi Mabes Polri untuk minta kejelasan kenapa kriminalisasi itu dapat dilakukan. Serta mengupayakan agar aktivis serikat pekerja yang ditahan, dibebaskan. Atas dasar itu, sebagai salah satu cara untuk mendesak agar perusahaan asing yang ada di Indonesia mematuhi aturan hukum, Iqbal mengatakan pimpinan MPBI menemui perwakilan pemerintah Korsel dan Jepang di Indonesia.

Dari hasil pertemuan dengan atase perburuhan Kedubes Korsel di Jakarta, Iqbal menyebut pihak Kedubes berjanji akan memanggil sejumlah perusahan Korsel yang diadukan serikat pekerja. "Atase perburuhan (Kedubes Korea Selatan di Jakarta,-red) akan mengumpulkan perusahaan Korsel dan menekankan mematuhi peraturan yang ada di Indonesia," kata dia kepada wartawan di depan kantor Kedubes Korea Selatan di Jakarta, Rabu (5/12).

Khusus untuk tindakan pemberangusan serikat pekerja (union busting), MPBI mengingatkan hal itu termasuk dalam ranah tindak pidana seperti diatur dalam pasal 28 dan 43 UU Serikat Pekerja. Mengacu hal itu MPBI juga menilai kriminalisasi yang dilakukan terhadap pimpinan serikat pekerja dapat dikategorikan sebagai tindakan pemberangusan serikat pekerja.

Iqbal menegaskan, jika kriminalisasi itu terus berlanjut dan ada masih ada aktivis serikat pekerja yang ditangkap ketika memperjuangkan haknya, maka MPBI akan melakukan tindakan. “Kalau masih ada buruh-buruh yang dipenjarakan, ditangkap, saya berani jamin mogok nasional di awal tahun akan dilaksanakan dengan 10 juta buruh,” tegasnya.

Terpisah, Ketua Hubungan Industrial dan Advokasi Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Pengusaha Indonesia (DPN Apindo), Hasanudin Rachman, mengatakan Apindo secara rutin melakukan sosialisasi peraturan ketenagakerjaan dan peraturan terkait lainnya kepada para anggotanya. Baik itu perusahaan asing ataupun lokal.

Namun, Apindo tak melakukan hal itu terhadap perusahaan lain yang bukan anggotanya karena di luar garis organisasi. Di samping itu, jika anggotanya terbukti melanggar aturan yang berlaku, Hasanudin melanjutkan, Apindo tidak akan mendukung perusahaan itu. “Setiap ada peraturan baru, kita sampaikan,” katanya kepada hukumonline lewat telepon, Rabu (5/12).

Menurutnya, peraturan menyangkut ketenagakerjaan yang ada di Indonesia tergolong baik. Persoalannya, pemerintah tidak maksimal menyampaikan peraturan itu kepada pemangku kepentingan. Sehingga seringkali banyak pihak yang tak mengetahui adanya peraturan itu. Ujungnya, pelanggaran pun terjadi.

Sedangkan Kasubdit Pemeriksaan Norma Ketenagakerjaan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans), Samsul Bahri, mengatakan peraturan ketenagakerjaan yang ada di Indonesia berlaku untuk semua perusahaan yang beroperasi di Indonesia. Baik perusahaan asing ataupun lokal.

Terkait demonstrasi yang dilakukan serikat pekerja, Samsul menjelaskan, dalam UU Ketenagakerjaan terdapat ketentuan yang mengatur mana hal normatif yang wajib dipenuhi dan hal apa saja yang dapat diperselisihkan. Kedua hal itu menurut Samsul berbeda penanganannya.

Misalnya, Samsul menandaskan, jika pelanggaran yang dilakukan terkait kontrak kerja, maka tedapat sanksi yang wajib dijalankan oleh pihak yang melanggar. Seperti persoalan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), jika perusahaan melanggar ketentuan yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan maka ada sanksi yang harus dijalankan yaitu status pekerja beralih menjadi pekerja tetap. Untuk itu Samsul menegaskan bahwa hal yang sifatnya normatif wajib dipenuhi. Jika terjadi pelanggaran maka ada sanksi yang harus dijatuhkan.

Persoalannya, dalam praktik Samsul melihat tak jarang pemangku kepentingan di bidang ketenagakerjaan salah kaprah menilai hal itu. Sehingga, ketentuan yang normatif diselesaikan dengan mediasi atau perselisihan. Akibatnya, persoalan yang ada menjadi berlarut, tak kunjung selesai. Padahal, harus ada penindakan jika hal normatif itu dilanggar.

Melanggar HAM
Menanggapi maraknya tindak kekerasan yang menimpa gerakan serikat pekerja dan kriminalisasi terhadap aktivis serikat pekerja, Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Hariz Azhar, merasa prihatin. Menurutnya, tindakan represif yang dilakukan terhadap gerakan serikat pekerja bertentangan dengan jaminan kebebasan berekspresi, termasuk hak untuk mogok kerja serta hak untuk berpendapat.

Dalam kurun waktu dua bulan terakhir Haris mencatat ada empat aktivis serikat pekerja yang dikriminalisasi oleh aparat kepolisian. Bahkan antar bulan Oktober dan November 2012 Haris mencatat ada penyerangan yang dilakukan kelompok tertentu terhadap aksi yang dilakukan serikat pekerja.

Haris melihat aksi demonstrasi dan mogok kerja serikat pekerja wajar dilakukan. Pasalnya, mengacu data ILO, Haris melihat pertumbuhan peluang kerja di Indonesia menurun. Yaitu 3 persen di tahun 2011 menjadi 1,4 persen di tahun ini. Padahal, pertumbuhan ekonomi Indonesia tergolong tertinggi di dunia yaitu 6 persen. Dari data itu Haris menyebut kaum pekerja di Indonesia tidak menikmati pertumbuhan ekonomi itu. “Jelas keuntungan hanya dinikmati pengusaha,” tuturnya kepada hukumonline lewat pesan singkat, Jumat (30/11)

Tags: