Pekerja Lokal Harus Siap Bersaing
Berita

Pekerja Lokal Harus Siap Bersaing

Untuk menghadapi Asean Economic Community (AEC) yang dimulai pada 2015.

ADY
Bacaan 2 Menit

Sedangkan semakin bebasnya tenaga kerja asing masuk ke Indonesia dinilai akan menguntungkan pengusaha. Pasalnya, mengacu UU Ketenagakerjaan, Timboel melihat ada ketentuan pekerja asing tidak berhak atas pesangon ketika diputus hubungan kerja (PHK). Hal itu terjadi karena pekerja asing yang bekerja di Indonesia statusnya kontrak, sehingga pada periode tertentu hubungan kerjanya perlu diperbaharui.

Bahkan Timboel melihat pemerintah juga semakin diuntungkan ketika banyak pekerja asing yang bekerja di Indonesia. Sebab pekerja asing dikenakan biaya AS$100 per orang setiap tahun. Timboel berpendapat pemasukan itu tergolong pendapatan non pajak dan penerimaannya tidak pernah dibuka secara transparan kepada publik. Selain itu, pendapatan tersebut disinyalir disentralisasi Kemenakertrans. Sehingga menutup peluang pemerintah daerah untuk menggunakan dana itu dalam rangka pengawasan ketenagakerjaan.

Atas dasar itu Timboel mendesak agar KPK dan BPK mengawasi penerimaan pungutan tersebut. Timboel menghitung biaya yang dihimpun dari pungutan itu jumlahnya tidak bisa dibilang sedikit. Misalnya, jika pekerja asing dalam satu tahun mencapai 48 ribu orang maka penerimaan Kemenakertrans mencapai AS$4,8 juta. Menurutnya, dana itu seharusnya dapat digunakan dinas tenaga kerja di daerah untuk mengawasi praktik penggunaan pekerja asing. “Bila melanggar harus ditindak tegas dan memulangkan si pekerja asing itu ke negaranya,” urainya.

Mengingat pemerintah belum menjalankan langkah-langkah yang diperlukan untuk tenaga kerja lokal secara signifikan dalam rangka menghadapi AEC, Timboel merasa tidak tepat jika kebijakan mobilitas tenaga kerja ASEAN itu dimulai 1 Januari 2015. “Kemenakertrans tidak pernah punya terobosan program untuk mempersiapkan SDM Indonesia,” tukasnya.

Timboel membenarkan data Kemenakertrans bahwa mayoritas pekerja asing yang ada di Indonesia berasal dari China, Korsel dan Jepang. Pasalnya, serikat pekerja kerap menemui para pekerja asing dari ketiga negara itu di lokasi kerja. Untuk pekerja asing asal China yang jumlahnya tak sedikit, Timboel berpendapat hal itu disebabkan karena banyaknya investasi dari China yang masuk ke Indonesia. Selain itu, pemerintah China kerap memberikan pinjaman kepada pemerintah Indonesia untuk proyek infrastruktur dan energi. Sedangkan pemerintah dinilai tidak dapat membatasi penggunaan tenaga kerja asing itu karena berkaitan dengan pinjaman luar negeri.

“Biasanya pinjaman luar negeri dari China yang diberikan disertai persyaratan penggunaan tenaga kerja profesional asal China dan barang-barang atau mesin dari China. Demikian juga investasi dari Jepang dan Korsel yang biasanya menyaratkan untuk menggunakan pekerja dari negara mereka,” kata Timboel kepada hukumonline lewat surat elektronik, Senin (26/8).

Terkait pernyataan Muhaimin tentang masuknya tenaga kerja asing ke Indonesia tak dapat dihindari, Timboel melihatnya sebagai bentuk ketidakberdayaan pemerintah. Padahal, UU Ketenagakerjaan sudah mengatur tentang tenaga kerja asing dan jenis pekerjaan apa saja yang boleh dipegangnya. Oleh karenanya, Timboel mendorong agar pengawas ketenagakerjaan aktif melakukan pemeriksaan ke perusahaan yang menggunakan tenaga kerja asing. Jika terbukti melanggar hukum ketenagakerjaan, merujuk peraturan yang ada pekerja asing tersebut dapat dideportasi.

Misalnya, pekerja asing menjabat pekerjaan yang berkaitan dengan SDM. Padahal, jenis pekerjaan itu tidak boleh dipegang pekerja asing. Namun, praktiknya Timboel melihat ada perusahaan yang mempekerjakan pekerja asing untuk mengelola SDM perusahaan. Begitu pula dengan jenis pekerjaan teknis. “Pengawas ketenagakerjaan dituntut bertindak tegas,” pungkasnya.

Tags: