Pekerja Ekspatriat Harus Digaji Rupiah
Utama

Pekerja Ekspatriat Harus Digaji Rupiah

Perjanjian gaji boleh mata uang asing, terima bayaran hasil pekerjaan tetap rupiah.

M Vareno Tarnes
Bacaan 2 Menit
Gaji dolar pekerja ekspatriat dipersoalkan. Foto: Ilustrasi (SGP)
Gaji dolar pekerja ekspatriat dipersoalkan. Foto: Ilustrasi (SGP)

Pekerja asing (ekspatriat) di Indonesia jangan lagi berharap menerima gaji dalam dolar Amerika Serikat (AS). Seiring berlakunya UU No.7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, para ekspatriat di Indonesia harus rela dibayar dengan rupiah.

 

Demikian ditegaskan Ketua Panitia Kerja RUU Mata Uang, Achsanul Qosasi, dalam Seminar Hukumonline Menghindari Risiko Pidana Penggunaan Mata Uang Asing dalam Transaksi Bisnis di Indonesia, di Jakarta, Kamis (14/7). Kader Partai Demokrat ini mengatakan, ketentuan itu bertujuan meningkatkan kedaulatan mata uang rupiah sebagai salah satu simbol negara.

 

“Selama (ekspatriat-red) berpenghasilan di Indonesia, melakukan aktivitas di Indonesia, harus memakai rupiah,” tegasnya.

 

Achsanul beralasan, gaji yang diterima ekspatriat itu termasuk dalam transaksi yang bertujuan pembayaran. Dalam UU Mata Uang, transaksi bertujuan pembayaran di wilayah Indonesia, termasuk yang diwajibkan menggunakan rupiah.

 

Pasal 21

(1) Rupiah wajib digunakan dalam:

a. setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran;

b. penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang; dan/atau

c. transaksi keuangan lainnya, yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

 

Saat menyusun UU Mata Uang, ungkap Achsanul, pembuat undang-undang menginginkan tidak ada lagi orang yang bergaji atau berpenghasilan non-rupiah di Indonesia. “Ekspatriat itu bagaimanapun melakukan usaha di Indonesia,” katanya.

 

Meski demikian, Achsanul mengatakan perjanjian kerja sebuah badan hukum dengan pekerja asing tidak harus mencantumkan pembayaran rupiah. “Kesepakatannya boleh tetap saja gaji dalam bentuk uang asing, misalnya dolar, namun pada saat pembayaran harus dikonversi ke rupiah dengan kurs pada saat pembayaran. Jadi yang diterima oleh ekspatriat itu tetap rupiah,” jelasnya.

 

Penghasilan dalam rupiah ini menyangkut pula pada pembagian keuntungan maupun dividen, baik di perusahaan maupun di kantor hukum. Beberapa pemilik kantor hukum mempertanyakan bagaimana pembagian keuntungan yang seringkali dalam kurs dolar.

 

Dengan tegas, Achsanul menyatakan keuntungan seperti itu harus dikonversikan ke rupiah sebelum dibagikan kepada pihak yang berhak. “Sekali lagi, intinya adalah tidak ada orang yang bergaji atau berpenghasilan selain di rupiah di Indonesia,” katanya.

 

Achsanul berharap hal ini tidak menimbulkan persoalan. “Mudah-mudahan hal ini tidak mempersulit pekerja asing di Indonesia. Saya yakin tidak, bagaimanapun, mereka berusaha di Indonesia,” katanya.

 

Guru Besar Hukum Perdata Internasional Universitas Indonesia, Achmad Zen Umar Purba, menyetujui hal ini. Menurutnya, seorang ekspatriat yang bekerja di Indonesia memang seharusnya menerima pembayaran dalam rupiah. “UU ini wajar dalam konteks pembenahan perekonomian negara dan menjaga kedaulatan rupiah sebagai simbol negara,” katanya.

 

Meski demikian, ia mengingatkan harusnya ada perjanjian yang dikategorikan perjanjian khusus dengan ekspatriat. “Sebab ada kebutuhan sedemikian rupa, jangna sampai membuat pekerja asing merasa tidak nyaman lalu tidak mau lagi masuk ke sini (Indonesia),” katanya.

 

Nada keberatan datang dari ekspatriat. Fillip Levin, ekspatriat asal Kanada di salah satu firma hukum di Jakarta, mengatakan aturan ini tidak hanya mempengaruhi ekspatriat. Sejumlah besar pengacara di Indonesia juga dibayar dalam mata uang dolar Amerika.

 

Fillip mempertanyakan masuknya pembayaran gaji ekspatriat dalam kategori transaksi yang bertujuan pembayaran sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat (1). “Belum ada aturan pelaksana dari pasal itu, dan bahasa hukum dalam UU tersebut tidak sejelas komentar yang diberikan Ahsanul,” katanya dalam surat elektronik kepada hukumonline.

 

Ia menilai, praktik seperti ini hanya akan menguntungkan perbankan karena ada keuntungan dari selisih kurs transaksi rupiah dan mata uang asing pada saat pembayaran. Sebab ekspatriat cenderung untuk memiliki tabungan dalam satuan dolar.

 

Menurutnya, ekspatriat akan mengonversikan pembayaran rupiah yang mereka terima ke dalam mata uang asing. Jadi bank mendapat keuntungan cukup besar dari mata uang asing yang dikonversi ke rupiah oleh pemberi kerja pada saat pembayaran gaji. “Lalu dikonversi lagi oleh ekspatriat saat menabung dalam mata uang asing,” pungkasnya.

 

Ahsanul sendiri mengatakan jenis-jenis perjanjian yang dikecualikan akan diatur dalam peraturan pemerintah. “Kami sengaja tidak memasukkan dalam UU, biar tidak terlalu politis,” pungkasnya. 

Tags: