Pekerja Beri Masukan RPP Alma BPJS Kesehatan
Berita

Pekerja Beri Masukan RPP Alma BPJS Kesehatan

Mulai dari proses transformasi, pertanggungjawaban sampai penempatan saham BPJS Kesehatan.

ADY
Bacaan 2 Menit
Pekerja Beri Masukan RPP Alma BPJS Kesehatan
Hukumonline

Serikat Pekerja yang tergabung dalam Komite Aksi Jaminan Sosial (KAJS) dan organisasi masyarakat sipil yang mengawal persiapan BPJS, Lembaga Analisis Kebijakan dan Advokasi Perburuhan (Elkape), memberikan masukan kepada tim penyusun Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Aset Dan Liabilitas BPJS Kesehatan dan Dana Jaminan Sosial Kesehatan (RPP Alma). RPP ini sudah masuk tahap harmonisasi.

Direktur Elkape, German E Anggent, mengatakan RPP Alma harus mencantumkan ketentuan tentang proses transformasi PT Askes ke BPJS Kesehatan. Jangan sampai ada kewenangan BPJS yang terlewatkan, baik kewenangan yang sifatnya sementara pada saat transisi, maupun yang permanen. Menurut Anggent, bukan mustahil banyak klaim pada masa awal operasi BPJS Kesehatan.

Mengenai status badan hukum, Anggent berpendapat kemandirian BPJS Kesehatan perlu dipertegas. Direksi BPJS seharusnya bertanggung jawab langsung kepada presiden, bukan kepada Menteri BUMN. “Hubungan Direksi dan Dewan Pengawas dengan Menteri hanya dalam kaitan dengan fungsi koordinasi,” katanya kepada hukumonline di Jakarta, Jumat (15/11).

Anggent menambahkan rencana anggaran tahunan (RAT) di tahun pertama sebaiknya tidak menggunakan standar pengajuan anggaran biasa seperti RAPBN. Tetapi menggunakan dana khusus yang sudah dialokasikan untuk BPJS Kesehatan. Bila perlu, salah satu pasal di RPP Alma mengamanatkan Presiden untuk menetapkan Peraturan Presiden (Perpres). Dengan begitu maka BPJS Kesehatan bisa mendapat anggaran secara cepat karena membutuhkan dana cair saat banyak peserta yang mengajukan klaim.

Anggent meminta anak perusahaan PT Askes, PT InHealth, tetap dipertahankan sebagai bagian dari BPJS Kesehatan agar sistem jaminan sosial menjadi lebih efektif dan efisien. InHealth juga dapat digunakan untuk memenuhi keinginan peserta BPJS Kesehatan mendapat lebih dari sekadar fasilitas pelayanan kesehatan dasar. InHealth bukan pesaing, melainkan pelengkap BPJS Kesehatan. “Menurut kami pemerintah harus melindungi kebutuhan kelompok masyarakat tertentu yang telah memiliki standar fasilitas yang lebih baik dari standar fasilitas BPJS Kesehatan sebagaimana yang diatur dalam UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS,” papar Anggent.

Anggota Presidium KAJS, Timboel Siregar, mengatakan pasal 37 RPP Alma mengindikasikan InHealth akan dijual cepat dengan harga murah. Jika opsi ini dilakukan, yang rugi BPJS Kesehatan. PT InHealth masih bisa digunakan BPJS Kesehatan untuk mengendalikan harga pada fasilitas pelayanan kesehatan di atas kebutuhan dasar. Hal itu sesuai dengan sistem kendali mutu dan biaya BPJS Kesehatan yang menggunakan INA CBG'S. Sebaliknya, jika InHealth dijual dan BPJS Kesehatan menggunakan asuransi kesehatan swasta maka kendali biaya untuk fasilitas di atas kebutuhan dasar bakal sulit.

Timboel melihat keinginan Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN cenderung melepas InHealth. Ia menduga Kementerian Keuangan tidak mau ada monopoli yang dipegang oleh BPJS Kesehatan dan Inhealth untuk menyelenggarakan program Kesehatan, sehingga memberi ruang pasar yang luas bagi asuransi kesehatan swasta. Kementerian BUMN diyakini Timboel ingin membeli InHealth untuk menggelar pelayanan kesehatan.

Jika ini terjadi, kata Timboel, penyelenggaraan kesehatan pemerintah menjadi tidak sehat. Sebab UU SJSN dan BPJS mengamanatkan pemerintah untuk menyelenggarakan jaminan kesehatan lewat BPJS Kesehatan. “Bukan dengan membuat lagi BUMN (membeli PT InHealth,-red) yang ujungnya akan menjadi pesaing BPJS Kesehatan,” ujarnya.

Merujuk pada pasal 38 RPP Alma, BPJS Kesehatan seharusnya tidak boleh berinvestasi di perusahaan tertutup. Sehingga membuka peluang untuk berinvestasi di perusahaan terbuka yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Investasi jenis ini beresiko karena rawan disimpangi untuk keuntungan pribadi. Misalnya, Timboel menandaskan, ketika aset BPJS Kesehatan ditempatkan pada sebuah perusahaan terbuka maka saham perusahaan itu cenderung naik. Ketika sahamnya naik Direksi, Dewan Pengawas, pegawai BPJS Kesehatan dan anggota DJSN bisa menjual saham yang dibelinya itu untuk mendapat keuntungan pribadi. “Motif transaksi pribadi ini harus dilarang,” tegasnya.

Atas dasar itu Timboel mengusulkan agar RPP Alma memuat pasal yang mewajibkan Direksi, Dewan Pengawas, pegawai BPJS Kesehatan dan anggota DJSN untuk menjual sahamnya di perusahaan target penempatan aset BPJS Kesehatan.

Direktur Utama PT Askes, Fachmi Idris, mengatakan tujuh peraturan pelaksana BPJS Kesehatan pada prinsipnya sudah selesai dibahas. Seperti revisi Perpres Jaminan Kesehatan dan PP Penerima Bantuan Iuran. Kemudian, peraturan pelaksana tentang sanksi bagi pemberi kerja, sanksi untuk direksi dan pengawas, gaji dewan pengawas dan direksi, serta hubungan antar lembaga. Untuk RPP Alma masih dalam pembahasan yang berkutat pada penafsiran atas UU. “Tapi secara prinsip sudah kelar,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait