Pejabat Pemkot Bekasi dan Auditor BPK Jabar Disidang
Berita

Pejabat Pemkot Bekasi dan Auditor BPK Jabar Disidang

Dari empat terdakwa yang disidangkan, hanya satu yang mengajukan keberatan. Pengacara terdakwa mempersoalkan posisi Sekda dan Walikota Bekasi yang belum dimeja-hijaukan meski perannya disebut jelas dalam dakwaan.

Fat
Bacaan 2 Menit
Pengadilan Tipikor Jakarta menyidangkan perkara penyuapan <br> auditor BPK Jawa Barat dan Pejabat Pemkot Bekasi.<br> Foto: Sgp
Pengadilan Tipikor Jakarta menyidangkan perkara penyuapan <br> auditor BPK Jawa Barat dan Pejabat Pemkot Bekasi.<br> Foto: Sgp

Pengadilan Tipikor Jakarta menyidangkan perkara penyuapan auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Jawa Barat, Senin (20/9). Diperiksa dalam dua sidang terpisah, jaksa penuntut umum membacakan dakwaan terhadap empat orang.

 

Keempat terdakwa tersebut adalah Kepala Inspektorat Kota Bekasi Herry Lukmantohari dan Kabid Aset dan Akuntansi Dinas PPKAD (Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah) Kota Bekasi Herry Suparjan. Dua terdakwa lain adalah auditor BPK Jabar Suharto dan Enang Hermawan.

 

Jaksa penuntut umum yang dipimpin Rudi Margono mengatakan, Lukmantohari dan Suparjan bersama-sama Sekda Bekasi Candra Utama Effendi dan Walikota Bekasi Mochtar Muhammad telah memberi atau menjanjikan uang Rp400 juta kepada Suharto dan Enang. Pemberian dimaksudkan agar kedua auditor itu memberi penilaian ‘Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)’ atas laporan keuangan Kota Bekasi tahun 2009.

 

Kasus ini, lanjut Rudi, bermula pada akhir Desember 2009. Bertempat di ruang rapat Walikota Bekasi, Walikota pernah menyampaikan kepada anak buahnya bahwa pihak Pemkot bisa mendapatkan insentif dari Departemen Keuangan sebesar Rp18 miliar jika laporan keuangannya mendapatkan penilaian Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Insentif akan lebih besar jika Pemkot mendapat WTP.

 

"Kota Bekasi mendapat penilaian WDP saja mendapat insentif dari Depkeu sebesar Rp18 miliar. Apalagi kalau mendapatkan penilaian WTP bisa dapat insentif Rp40 miliar," kata Rudi menirukan Mochtar Muhammad dalam membacakan dakwaan.

 

Kemudian, lanjut Rudi, petinggi pemkot Bekasi meminta kepada para Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk berpartisipasi agar pemeriksaan tahun 2009 mendapat WTP. Lalu pada medio Januari 2010, sesuai arahan Mochtar Muhammad, Lukmantohari bersama Candra menemui Suharto dan Enang di kantor perwakilan BPK Provinsi Jabar membahas permintaan WTP.

 

Pada Februari 2010, Mochtar didampingi Lukmantohari bertemu Kepala perwakilan BPK Jabar Gunawan Sidauruk menanyakan apakah Bekasi bisa mendapat WTP atau tidak. Saat pertemuan, Gunawan menyanggupinya dengan syarat administrasi pembukuannya dibereskan. Sebab, saat itu Pemkot Bekasi belum melengkapi administrasi laporan keuangannya.

 

Di persidangan lain, penuntut umum Ketut Sumedana memaparkan, penyerahan uang diberikan secara bertahap. Uang tahap pertama senilai Rp200 juta diberikan oleh kedua terdakwa Lukmantohari dan Suparjan bersama Candra di rumah makan Sindang Reret, Jalan Suropati Bandung. Uang terdiri dari pecahan Rp100 ribu itu dibungkus dalam kantong kertas. "Pemberian dilakukan oleh terdakwa II di dalam mobil merek Vios warna silver bernomor polisi B 8432 Z milik Suharto,"ujarnya.

 

Atas perintah Candra, lanjut Ketut, sisa uang Rp200 juta kemudian diberikan kedua terdakwa kepada Suharto. Uang diserahkan di rumah dinas Suharto yang beralamat di Jalan Lapangan Tembak Suka Senang, Bandung. Terdakwa Lukmantohari meletakkan tas hitam berisi uang Rp200 juta di bawah meja tamu. "Saat meninggalkan rumah Suharto, kedua terdakwa ditangkap oleh petugas KPK demikian juga Suharto berikut barang bukti tas yang berisi uang Rp200 juta," katanya.

 

Berdasarkan serangkaian perbuatan tersebut, kedua pejabat Pemkot Bekasi itu diancam pidana dengan dakwaan primair Pasal 5 ayat 1 huruf a dan dakwaan subsidair mengacu kepada Pasal 13 dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 Jo UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

 

Sedangkan untuk kedua auditor BPK yang diduga menerima suap, Suharto dan Enang Hermawan, didakwa dengan dakwaan primair Pasal 12 huruf a, subsidair pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Seluruh ancaman penjaranya paling lama lima tahun.

 

Seret Walikota Bekasi

Pengacara terdakwa Herry Lukmantohari, Priyanto Widodo mengatakan pihaknya mengajukan keberatan karena banyak redaksional dalam surat dakwaan yang tidak sesuai dengan kejadian sesungguhnya. Misalnya, mengenai tanggal pemberian uang seperti yang didakwa jaksa dicoret dalam surat dakwaan.

 

Untuk substansi perkara sendiri pihaknya belum mau memberikan pembelaannya. Menurut Priyanto, untuk substansi akan dibicarakan pada saat pihaknya menyampaikan keberatannya. Terkait keterlibatan Walikota Bekasi Mochtar Muhammad pihaknya beranggapan juga harus diseret dalam pengadilan. Karena kliennya hanyalah seorang bawahan yang tunduk perintah atasannya. "Harus kena," tegasnya.

 

Ketua Majelis Supriyadi selaku pimpinan sidang mengatakan, persidangan berikutnya akan dilanjutkan pekan depan (27/9). Agendanya adalah mendengarkan keberatan dari pihak Herry Lukmantohari atas dakwaan jaksa penuntut umum dan mendengarkan keterangan saksi-saksi dari penuntut umum.

 

Jaksa Rudi Margono membenarkan kehadiran saksi dari pihaknya. Menurutnya, ketiga saksi yang akan dihadirkan rencananya adalah Sekda Kota Bekasi Candra Utama Effendi dan dua orang terdakwa Herry Lukmantohari dan Herry Suparjan. Terkait keterlibatan sekda dan walikota Bekasi, ia belum mau membahasnya. "Itu (sidang untuk sekda dan walikota, red) nanti saja, kan ada proses," pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait