Pegawai Dirjen Pajak yang Berbisnis Melanggar Kode Etik
Berita

Pegawai Dirjen Pajak yang Berbisnis Melanggar Kode Etik

Wilayah kerja Bahasyim sebagai Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Jakarta Tujuh ternyata tidak mencakup Jakarta Selatan.

Rfq
Bacaan 2 Menit
Pegawai Dirjen Pajak yang berbisnis melanggar kode etik, Foto: Sgp
Pegawai Dirjen Pajak yang berbisnis melanggar kode etik, Foto: Sgp

Pejabat setingkat Kepala Kantor Pajak (KKP) tidak diperkenankan menerima pembayaran pajak oleh wajib pajak. Berdasarkan kode etik yang berlaku selama ini KKP tidak selayaknya menerima uang pembayaran langsung dengan mendatangi wajib pajak. Perbuatan itu berada di luar kewenangan seorang KKP.

 

Demikian pula menjalankan bisnis. Pegawai negeri di lingkungan perpajakan dilarang menjalankan bisnis yang mengganggu kinerja pegawai pajak tersebut. Lebih tidak tidak diperkenankan lagi menerima uang suap dari wajib pajak.

 

Tampil menjadi saksi dalam sidang lanjutan di PN Jakarta Selatan, Kamis (04/11), Darmawan mengatakan langkah seorang KKP mendatangi wajib pajak secara langsung melanggar kewenangan. Kepala Subbagian Organisasi dan Tata Laksana Ditjen Pajak itu dimintai keterangan sebagai saksi dalam perkara mantan Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Jakarta Tujuh, Bahasyim Assyifie.

 

Selain larangan berbisnis dan mendatangi wajib pajak, Darmawan menyinggung kewenangan kantor pelayanan pajak Jakarta Tujuh, dimana Bahasyim berdinas. Menurut Darmawan, wilayah kerja KPP Jakarta Tujuh adalah Jakarta Barat. Sedangkan wilayah Jakarta Selatan berada di bawah wewenang kantor pelayanan pajak Jakarta Tiga.

 

Pelanggaran terberat terhadap kode etik adalah dipecat dengan tidak hormat. Namun, Darmawan tak bersedia memberikan pandangan mengenai sanksi karena bukan wewenangnya. Tetapi berbisnis “secara kode etik tidak boleh”.

 

Berdasarkan dakwaan jaksa, Bahasyim pernah mendatangi kantor konsultan hukum kenamaan di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Februari 2005 silam. Di kantor KM, konsultan hukum dimaksud, Bahasyim diduga meminta uang demi perbaikan kantornya. Khawatir pajak perusahaannya dipersoalkan Bahasyim, KM memberikan cek senilai Rp1 miliar. Padahal, sesuai keterangan Darmawan, Bahasyim tak punya kewenangan memeriksa dan menyidik kasus pajak di wilayah Jakarta Selatan. “Kuningan tidak termasuk wilayah (Jakarta) tujuh,” tegas Darmawan.

 

Menaggapi keterangan Darmawan, Bahasyim mengaku masalah kewenangan wilayah pelayanan pajak sudah tertuang dalam Standar Operasional Prosedur (SOP) Ditjan Pajak. Namun ia membantah kedatangannya ke kantor KM di gedung Bina Mulia Kuningan untuk memeriksa dan menyidik pajak. Dia datang ke sana lebih karena ia satu almamater dengan KM di Universitas Indonesia. Ia mengaku dekat dengan KM ketika mengambil gelar doktor ilmu administrasi. “Beliau rekan sebahai doktor lulusan UI,” terang Bahasyim.

 

Keseriusan jaksa

Hingga kini, KM belum pernah dimintai keterangan. Padahal di mata majelis hakim, kesaksian KM sangat penting artinya untuk mengungkap kebenaran materiil. Majelis sudah dua kali meminta jaksa menghadirkan KM ke persidangan, namun selalu gagal.

 

Karena itu, dalam sidang kemarin, majelis hakim mempertanyakan keseriusan jaksa menghadirkan konsultan hukum yang juga pengusaha itu. “Anda serius tidak menangani kasus ini. Ini saksinya satu, harusnya lebihd ari satu,” ujar ketua majelis Didik Setyohandono. “Tolong saksi KM tetap dihadirkan bersama saksi lainnya,” sambung Didik.

Tags:

Berita Terkait