PBI Hedging Perjelas Transaksi di Pasar Keuangan
Berita

PBI Hedging Perjelas Transaksi di Pasar Keuangan

Rencananya, transaksi lindung nilai dalam PBI akan dikaitkan dengan instrumen-instrumen yang ada di moneter.

FAT
Bacaan 2 Menit
PBI Hedging Perjelas Transaksi di Pasar Keuangan
Hukumonline

Bank Indonesia (BI) menyambut baik diterbitkannya aturan hedging atau lindung nilai oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Menurut Gubernur BI Agus DW Martowardojo,, aturan tersebut merupakan langkah yang baik dalam melakukan transaksi di rupiah.

“Antara lain bond stabilitation framework, menselaraskan BUMN yang punya valas dengan yang mau beli valas dan koordinasi dana pihak ketiga agar tidak terjadi kenaikan bunga,” kata Agus di Komplek Perkantoran BI di Jakarta, Jumat (4/10).

Atas dasar itu pula, BI berencana akan mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) untuk memperjelas dilakukannya hedging. Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, hingga kini aturan hedging masih terus digodok BI. Salah satu alasan dibuatnya PBI mengenai hedging lantaran lindung nilai merupakan sebuah transaksi bisnis yang wajar di pasar keuangan.

“Kita akan mengeluarkan suatu PBI tentang lindung nilai, bahwa lindung nilai itu adalah suatu transaksi bisnis yang wajar di pasar keuangan,” kata Perry.

Ia mengatakan, aturan yang diterbitkan Menteri BUMN dengan yang akan dikeluarkan BI memiliki perbedaan satu sama lain. Terkait aturan hedging yang diterbitkan Menteri BUMN hanya berlaku untuk transaksi antar perusahaan-perusahaan BUMN. Sedangkan aturan hedging yang tengah digodok BI, berlaku di seluruh pasar keuangan.

Setidaknya, kata Perry, ada beberapa instrumen yang bisa dilalui dalam melakukan hedging di pasar keuangan. Yakni, instrumen swap (tukar menukar) dan instrumen forward (kontrak serah) atau suatu persetujuan antara kedua belah pihak untuk menjual atau membeli suatu aset pada waktu yang telah ditetapkan.

Cara lain, lanjut Perry, bisa melalui aturan macroprudential dalam pengawasan bank yang memberlakukan risk management lindung nilai. Rencananya, instrumen-instrumen ini akan diperjelas dalam PBI hedging yang tengah digodok BI. Tapi sayangnya, ia belum bisa memastikan kapan PBI mengenai hedging ini bisa diterbitkan BI.

“(PBI merupakan, red) Kejelasan saja bahwa ini transaksi hedging atau lindung nilai swap dan forward itu antara lain merupakan transaksi yang normal di pasar keuangan. Ya dengan tata cara detailnya,” kata Perry.

Sebelumnya, Menteri BUMN Dahlan Iskan menerbitkan peraturan yang memberikan kebebasan bagi perusahaan milik negara untuk melakukan transaksi hedging atau lindung nilai dalam fluktuasi nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) berjumlah besar. Menurutnya, Permen tersebut berisikan standar dan prosedur (standard operating procedure/SOP) penerapan hedging yang dapat dilakukan perusahaan.

Intinya, seluruh perusahaan BUMN bisa melakukan hedging jika sebelumnya telah memiliki SOP. “Semua BUMN boleh melakukan hedging, tapi harus ada SOP-nya,” kata Dahlan.

Mantan Direktur Utama PT PLN ini menjelaskan, sesuai prinsipnya, hedging merupakan salah satu strategi yang dapat dilakukan perusahaan untuk menghindari kerugian akibat transaksi valuta asing. “Heding bagi BUMN diperbolehkan, sampai benar-benar langkah tersebut tidak dibutuhkan lagi. Tanda-tandanya jika rupiah tidak tertekan lagi, indeks saham terus stabil pada level yang tinggi, dan kondisi ekonomi secara keseluruhan terus membaik,” tegasnya.

Dahlan mengatakan, meski diperbolehkan melakukan hedging, perusahaan-perusahaan BUMN tersebut sebelumnya harus melihat kondisi masing-masing perusahaan. “Mereka (BUMN) tentu sudah harus dapat memperhitungkan kapan saatnya heding dilakukan, kapan tidak dilakukan,” ujarnya.

Meski terdapat landasan hukumnya, kata Dahlan, dirinya tidak pada posisi menyuruh BUMN-BUMN yang bersangkutan untuk selalu melakukan hedging. Menurutnya, hedging dilakukan setelah ada perhitungan yang matang dari para perusahaan tersebut. “Tetapi, hedging betul-betul untuk lindung nilai, bukan untuk spekulasi, bukan untuk transaksi derivatif,” tegasnya.

Sejumlah BUMN besar terutama yang membutuhkan dolar AS dalam transaksi dan operasionalnya mengaku sudah menerapkan transaksi hedging. Menurut catatan, PT Pertamina dalam operasionalnya membutuhkan valas sekitar AS$100 juta per hari, PT PLN sekitar AS$16 juta per hari.

Tags:

Berita Terkait