PBHI: Menempatkan BIN di Bawah Kemhan Merusak Sistem Ketatanegaraan
Terbaru

PBHI: Menempatkan BIN di Bawah Kemhan Merusak Sistem Ketatanegaraan

Karena dinilai mengutamakan pendekatan sektoral pertahanan yang bernuansa militerisme.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
PBHI: Menempatkan BIN di Bawah Kemhan Merusak Sistem Ketatanegaraan
Hukumonline

Pernyataan Presiden Joko Widodo yang menekankan Kementerian Pertahanan untuk melakukan orkestrasi informasi intelijen yang tersebar di berbagai lembaga mendapat respons dari kalangan organisasi masyarakat sipil. Ketua PBHI Julius Ibrani menyatakan pernyataan itu melanggar UU No.17 Tahun 2011 tentang Intelijen negara, dari segi fungsi, struktur tata negara, dan tujuan dari intelijen itu sendiri.

Julius menjelaskan Pasal 1 angka 1 UU No.17 Tahun 2011 menegaskan intelijen adalah pengetahuan, organisasi, dan kegiatan yang terkait dengan perumusan kebijakan, strategi nasional, dan pengambilan keputusan berdasarkan analisis dari informasi dan fakta yang terkumpul melalui metode kerja untuk pendeteksian dan peringatan dini. Dalam rangka pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan setiap ancaman terhadap keamanan nasional.

Definisi tersebut, menurut Julius menjelaskan fungsi intelijen sebagai bahan perumusan kebijakan dan straegi nasional, yang menstrukturkan instansi sektoral (TNI, Polri, Kejaksaan, Kementerian/Lembaga) sebagai pengumpul informasi dan fakta (pasal 9) melalui isu dan perspektif sektoral. Sehingga dapat dirumuskan secara holistik dan komprehensif oleh koordinator intelijen yakni BIN (pasal 38).

Pasal 3 Perpres No.67 tahun 2013 tentang Koordinasi Intelijen Negara, Julius menegaskan relasi fungsi dan hierarki tersebut. "BIN sebagai koordinator penyelenggara Intelijen Negara bertugas mengkoordinasikan penyelenggaraan Intelijen Negara; memadukan produk Intelijen; melaporkan penyelenggaraan koordinasi Intelijen Negara kepada Presiden; dan mengatur dan mengkoordinasikan Intelijen pengamanan,” kata Julius saat dikonfirmasi, Selasa (24/1/2023).

Menurut Julius, pernyataan Jokowi iu menempatkan Kementerian Pertahanan di atas BIN. Hal itu jelas melanggar UU No.17 Tahun 2011 dan terlihat mengutamakan pendekatan sektoral pertahanan yang bernuansa militerisme. Artinya, isu pertahanan membawahi isu hukum, HAM dan lainnya. Hal ini berpotensi semakin menjauhkan kebijakan negara dari supremasi dan kebebasan sipil sebagai mandat reformasi.

Selain itu, mengubah posisi Kementerian Pertahanan dalam fungsi dan strukur intelijen juga melanggar UUD Negara RI Tahun 1945 karena mengubah Kementerian Pertahanan secara ketatanegaraan. Padahal, Kementerian Pertahanan adalah 1 dari 3 Kementerian yang tidak dapat dibubarkan atau diubah Presiden karena diatur langsung oleh konstitusi.

Julius menekankan lembaganya menilai Presiden Jokowi telah merusak fungsi dan struktur intelijen berbasis prinsip dasar sebagaimana UU No.17 Tahun 2011, bahkan berpotensi mengubah Kementerian Pertahanan yang artinya melanggar konstitusi. “Jangan sampai, pendekatan militerisme yang anti-supremasi sipil jadi basis utama fungsi intelijen ke depannya,” tegasnya.

Tak ketinggalan, Julius mengingatkan Presiden Jokowi tidak melakukan politisasi Kementerian Pertahanan melalui perubahan fungsi dan struktur intelijen, hanya karena investasi politik melalui Menteri Pertahanan Prabowo. Sekaligus ajang peralihan pijakan politik dari Parpol pendukung dan seluruh komponennya, ke calon penguasa yang baru.

Tags:

Berita Terkait