Payung Hukum Perdagangan Diperlukan
Berita

Payung Hukum Perdagangan Diperlukan

Hingga saat ini sektor perdagangan di Indonesia masih memiliki kelemahan.

FNH
Bacaan 2 Menit
Payung Hukum Perdagangan Diperlukan
Hukumonline

Dalam dunia perdagangan, Indonesia memang belum mengenal adanya UU Perdagangan layaknya negara tetangga yang sudah memiliki UU Perdagangan. Hingga saat ini, Indonesia masih menggunakan Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) era kolonial. Sayangnya, KUHD tersebut sudah tidak dapat mengakomodir kegiatan perdagangan karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman.

Deputi Menko Perekonomian Bidang Industri dan Perdagangan, Edy Putra Irawadi, berpendapat keberadaan RUU Perdagangan di Indonesia diperlukan. Pasalnya, hingga saat ini sektor perdagangan di Indonesia masih memiliki kelemahan yakni pemerintah tidak dapat  mendeteksi pelaku usaha.

“Kelemahan tidak bisa menyeleksi pelaku usaha, itu problem,” kata Edy dalam sebuah acara di Jakarta, Selasa (20/11).

Bahkan, lanjutnya, pemerintah kerap tidak mengetahui bahwa satu perusahaan memiliki dua atau tiga perizinan. Sehingga UU Perdagangan harus difokuskan pada pelaku usaha yang bertujuan untuk mendeteksi bagaimana pelaku usaha menikmati ‘kue’ nasional.

Selain persoalan pelaku usaha, UU Perdagangan juga diharapkan dapat mengamankan Free Trade Aggrement (FTA). Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan membuat in land  FTA yang ada di Indonesia. Melalui in land FTA ini, satu fasilitas barang-barang yang berada diseluruh ASEAN berada di Indonesia.

Artinya, Indonesia tidak harus mengimpor barang jadi dari negara tetangga tetapi dirakit di dalam negeri. Hal tersebut dapat dilaksanakan selama konten bahan bakunya berasal dari negara ASEAN dengan syarat ada kandungan lokal dalam produk jadi tersebut sebesar 40 persen.

“Kalau barang-barang FTA, itu  mereka masuk ke dalam negeri tanpa bea masuk. Artinya bea masuk nol persen tetapi syaratnya local content harus 40 persen sehingga mereka bebas menjual produk jadi mereka tersebut di dalam negeri,” ujarnya.

RUU Perdagangan ini, sambung Edy, juga bertujuan untuk  membangun ekonomi domestik sehingga negara memiliki kekuatan ekonomi domestik.

Sementara itu, Ketua Umum DPP Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) Suryani Sidik Motik mengatakan, sebagai negara yang berdaulat sudah sepantasnya Indonesia memiliki payung hukum yang mengatur serta melindungi kepentingan nasional terutama pilar perekonomian yaitu sektor perdagangan dan sektor industri.

“Ironisnya sejak Indonesia merdeka, belum pernah ada UU mengenai perdagangan sehingga masih menggunakan KUHD era kolonial,” katanya pada acara yang sama.

Keberadaan UU Perdangangan, lanjutnya, merupakan cermin dari kedaulatan Indonesia sebagai sebuah bangsa dan negara. Hubungan dagang dengan negara lain dapat dilakukan bersamaan dengan upaya melindungi kepentingan nasional.

Kabag Hukum dan Pelaporan pada Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Sri Djuniati berpendapat sama. Selain untuk meningkatkan transaksi nilai perdagangan untuk mencapai pertumbuhan dan kesejahteraan, UU Perdagangan juga diperlukan untuk meningkatkan daya saing produk Indonesia.

“Selain itu juga perlu harmonisasi peraturan dan koordinasi kebijakan pusat dan daerah yang berkaitan dengan kegiatan perdagangan,” katanya.

Bahkan, RUU Perdagangan yang sekarang masih dibahas oleh DPR diharapkan dapat  meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, terciptanya lapangan pekerjaan, meningkatkan kemampuan daya saing usaha nasional, meningkatkan usaha Mikro Kecil Menengah yang berdaya saing serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Sedangkan Wakil Ketua Komisi VI DPR Aria Bima menjelaskan bahwa RUU Perdagangan telah sampai di DPR dan tengah menjadi pembahasan. Namun, Aria mengatakan DPR tidak dapat memberikan patokan waktu yang jelas kapan RUU Perdagangan ini akan rampung.

“Yang jelas, kita sedang bahas RUU Perdangan saat ini dan tidak mau terburu-buru karena khawatir hasilnya tidak akan maksimal,” pungkasnya.

Tags: