Paten Indikator Pertumbuhan Ekonomi Bangsa
Berita

Paten Indikator Pertumbuhan Ekonomi Bangsa

Semakin tinggi permohonan paten suatu negara, semakin kompetitif negara tersebut.

HRS
Bacaan 2 Menit

Untuk memperkuat pernyataannya, Ogiya menunjukkan data-data pendukung. Dengan melakukan survei di beberapa perusahaan Jepang, Ogiya memperoleh data bahwa perusahaan yang memiliki produk dengan hak paten memberikan kontribusi terhadap keuntungan sebesar 62,7 persen. Sedangkan, perusahaan yang memiliki produk dengan aplikasi paten hanya mendapatkan keuntungan sebesar 53,6 persen. Lalu, yang memiliki produk tanpa hak paten ataupun aplikasi paten hanya meraup keuntungan sebesar 33,4 persen.

Dia menyimpulkan, keuntungan perusahaan akan semakin besar jika melakukan transfer teknologi. Perusahaan akan mendapatkan keuntungan sebesar 65,9 persenjika memiliki produk dengan hak paten dan mendapatkan transfer teknologi. Jika memiliki hak paten tanpa transfer teknologi, kontribusi terhadap keuntungan hanya mencapai sekitar 61,6 persen. Jika tanpa hak paten dan tanpa transfer teknologi, kontribusi terhadap keuntungan hanya sebesar 33 persen.

Selain mendapatkan tambahan keuntungan dari adanya hak paten, efek lain dari hak kekayaan intelektual terhadap bisnis adalah berkurangnya peniruan, citra merek meningkat, dan mengamankan pelanggan baru.

Pendapat Ogiya dan Eriko ini didukung oleh Insan Budi Maulana. Pakar hukum kekayaan intelektual ini mengatakan bahwa semakin banyak permohonan paten di suatu negara, semakin kompetitif negara tersebut. Sebaliknya, semakin sedikit permohonan paten suatu negara, negara tersebut dipandang tidak kompetitif.

Sayangnya, kesempatan ini tidak dimanfaatkan Indonesia. Insan mengatakan seharusnya Indonesia memiliki banyak permohonan paten atau hak kekayaan intelektual lainnya mengingat banyaknya jumlah penduduk Indonesia.

Untuk paten saja, dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, Indonesia berada di urutan ketigapada tahun 2011 setelah Singapura dengan permohonan sebanyak 9.794 dan Malaysia sekitar 6.452 permohonan.

Indonesia hanya memiliki permohonan sebesar 5.838. Berbanding terbalik dengan desain industri, Indonesia berhasil menduduki peringkat pertama dengan permohonan sebanyak 4196 dan Thailand sebanyak 3.749 permohonan. Sedangkan Singapura berada di peringkat ketigadengan permohonan sebanyak 2.131.

Insan memberikan beberapa solusi untuk dapat mendongkrak permohonan HKI, diantaranya permohonan pendaftaran HKI secara elektronik harus segera diterapkan. Kemudian mengefektifkan sosialisasi dan edukasi makna penting HKI dengan pendekatan ekonomi, sosial, dan budaya, serta menambah anggaran riset untuk perguruan tinggi dan lembaga penelitian.

Solusi tersebut diperkuat dengan data yang diperoleh Insan. Berdasarkan data anggaran penelitian dan pengembangan tahun 2012, Jepang menganggarkan dana riset sebesar AS$144 miliar dan menghasilkan 500 ribu aplikasi paten. Malaysia menganggarkan AS$2,3 miliar sehingga menghasilkan 1.312 apliasi paten. Begitu juga halnya dengan Singapura yang mengalokasikan dana sebesar AS$1,46 miliar untuk mendapatkan 986 aplikasi paten.

“Sedangkan Indonesia hanya AS$720 juta dan menghasilkan 23 aplikasi paten,” pungkas Insan.

Tags:

Berita Terkait