Pasca Putusan MK, KPK dan DPR Mesti Perbaiki Hubungan
Berita

Pasca Putusan MK, KPK dan DPR Mesti Perbaiki Hubungan

Bagi DPR, putusan MK 36/PUU-XV/2017 ini mengukuhkan fungsi pengawasan DPR bagi semua lembaga negara dengan segala perangkat hak yang dimilikinya sesuai UU MD3.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Gedung DPR. Foto: RES
Gedung DPR. Foto: RES

Mahkamah Konstitusi (MK) secara tidak bulat telah menolak pengujian Pasal 79 ayat (3) UU No. 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3) terkait hak angket DPR untuk KPK. Intinya, putusan MK itu menyatakan KPK termasuk objek hak angket DPR.

 

Karena itu, putusan tersebut dinilai tak berdampak sama sekali terhadap hasil kerja Pansus Angket KPK yang akan berakhir. “Putusan MK itu tak berdampak terhadap hasil kerja Pansus Angket KPK yang akan berakhirnya KPK, meskipun beberapa kali KPK menolak undangan Pansus dengan alasan belum diputusnya uji materi UU MD3,” ujar Ketua DPR Bambang Soesatyo di Gedung Parlemen Jakarta, Jum’at (9/2/2018).  

 

Pria yang akrab disapa Bamsoet itu menegaskan masa kerja Pansus segera berakhir dan sudah menyiapkan kesimpulan dan rekomendasi yang akan dibawa dalam rapat paripurna yang dijadwalkan pada 14 Februari mendatang. “Saya pastikan kerja pansus selesai dan dilaporkan pada 14 Februari saat penutupan masa sidang,” kata dia

 

Menurutnya, rekomendasi Pansus Angket KPK yang sudah dibuat sebelum putusan MK itu keluar tidak akan diubah. Apalagi, putusan itu menyatakan menolak pengujian UU MD3 terkat hak angket DPR. “Jadi, putusan MK tak mempengaruhi kerja-kerja Pansus hingga menghasilkan kesimpulan dan rekomendasi.

 

Meski begitu, pihaknya berharap pasca putusan MK itu lembaga legislatif dan KPK mesti menjaga hubungan baik secara kelembagaan agar tercipta suasana kondusif antara kedua lembaga ini. “Lembaga legislatif tak perlu berseteru dengan KPK. Apalagi, tahun 2018 dan 2019 sebagai tahun politik,” harapnya.  

 

Baca juga:

· Tok!!! Uji Hak Angket KPK Ditolak, Skor 5:4

· Perpanjangan Masa Kerja Pansus Angket KPK Dinilai “Tabrak” UU MD3

· Pemohon Ini Tetap Lanjutkan Uji Materi Hak Angket KPK

· Kecewa dengan Ketua MK, Busyro Dkk Cabut Uji UU MD3

 

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai putusan MK yang menolak uji materi Pasal 79 ayat (3) UU MD3 adalah wajar dalam dunia peradilan konstitusi. Menurutnya, putusan MK ini mengukuhkan fungsi pengawasan DPR bagi semua lembaga negara dengan segala perangkat hak yang dimilikinya sesuai UU MD3. Apalagi, hak angket (penyelidikan) merupakan hak tertinggi yang dimiliki DPR dalam perspektif hukum tata negara

 

“Ini penegasan keyakinan konstitusional yang kita anut. Putusan MK itu menegakkan sikap semua lembaga negara agar mau diawasi DPR tanpa terkecuali,” kata dia.   

 

Menurutnya, semestinya lembaga yang diawasi menghormati hak parlemen sepanjang demi perbaikan sistem. Sebab, tidak ada satu lembaga manapun yang bebas dari kontrol pengawasan DPR, termasuk peradilan. “Sekali lagi, putusan MK soal hak angket ini menjadi lebih memiliki basis legitimasi konstitusional yang tidak dapat diragukan lagi oleh siapapun,” tegasnya.

 

Penguatan lembaga

Anggota Pansus Angket KPK, Masinton Pasaribu mengatakan sejak awal Pansus Angket KPK sebenarnya berupaya melakukan penguatan kelembagaan KPK dan optimalisasi kerja-kerja KPK dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi di tanah air. “Makanya, rekomendasi yang bakal dibacakan pada Rabu pekan depan dipastikan tidak menyentuh usulan revisi UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK maupun RUU tentang Penyadapan,” ujar Masinton.

 

Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu menegaskan rekomendasi Pansus Angket KPK ini setelah melakukan penelusuran dan kunjungan ke beberapa tempat yang dipandang relevan. Termasuk, dokumen-dokumen yang diperoleh dari aduan masyarakat. Lalu Pansus, melakukan kajian dan penelitian. Alhasil, Pansus menemukan beberapa temuan yang mesti menjadi perhatian dan pembenahan kelembagaan KPK.

 

Mulai, soal manajemen barang sitaan, penegakan hukum harus sesuai hukum acara pidana dan menjunjung tinggi HAM. Selain itu, pengelolaan sumber daya manusia di KPK mesti mengacu UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). “Pansus ini bekerja sebenarnya untuk memperkuat KPK dan tidak ada celah untuk melakukan pelanggaran (yang dilakukan, red) oleh oknumnya. Memperkuat prinsip zero toleransi,” katanya.

Tags:

Berita Terkait