Pasca MDGs, Kesejahteraan Pekerja Harus Diperhatikan
Berita

Pasca MDGs, Kesejahteraan Pekerja Harus Diperhatikan

Pemerintah dinilai gagal menjalankan MDGs.

ADY
Bacaan 2 Menit

Timboel mengatakan sedikitnya ada lima hal yang dilakukan oleh para petinggi negara itu dalam menyusun agenda pasca MDGs. Pertama, pemerintah harus memfokuskan APBN untuk penciptaan lapangan kerja yang layak. Kedua, Pemerintah harus menjalankan jamsos untuk seluruh rakyat khususnya jaminan kesehatan (Jamkes) per 1 Januari 2014.

Hal ketiga adalah adanya subsidi langsung dari APBN untuk mendukung kesejahteraan pekerja seperti perumahan, transportasi, pendidikan dan sebagainya.  Keempat, penegakan hukum untuk menciptakan kepastian kerja seperti meminimalisir penggunaan sistem kerja outsourcing dan kontrak. Kelima, pemerintah harus melibatkan dan terbuka atas usulan organisasi masyarakat sipl serta serikat pekerja dalam merancang agenda pasca MDGs.

Sementara, Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah, mengatakan penting untuk memastikan pembahasan agenda pembangunan global pasca 2015 memasukan perlindungan pekerja migran di seluruh dunia. Menurutnya hal itu layak dilakukan karena pekerja migran secara nyata menggerakkan perekonomian global dan nasional. Ironisnya, pembangunan global yang ada saat ini dirasa tak adil bagi pekerja migran.

Oleh karenanya, dalam rangka penyusunan agenda pasca MDGs yang sekarang dilakukan beberapa petinggi negara di Bali, Migrant Care mendesak perlindungan terhadap pekerja migran khususnya sektor PRT untuk dimasukan.

“Khususnya PRT migran di seluruh dunia harus menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam agenda pembangunan paska 2015,” ucapnya dalam keterangan pers yang diterima hukumonline, Minggu (24/3).

Dalam merancang agenda tersebut Anis mengatakan berbagai negara yang menjadi negara asal maupun penerima pekerja migran untuk segera menyediakan payung hukum dalam rangka perlindungan PRT migran. Kemudian membuat hukum nasional berdasarkan konvensi PBB dan ILO yang relevan untuk perlindungan buruh migran. Anis melihat instrumen internasional tersebut mengamanatkan penghapusan dikotomi formal- informal serta legal–illegal.

Tags: