|
Sementara itu, Direktur LBH Jakarta Arif Maulana menjelaskan perusahaan fintech “nakal” tersebut juga dapat dijerat Pasal 55 KUHP karena terlibat dalam tindakan pidana. Apabila, tindak pidana tersebut sampai berbentuk kekerasan fisik, pengambilan barang maka dapat dikenakan sanksi sesuai dengan KUHP Pasal 170, Pasal 351, Pasal 368 Ayat 1, Pasal 335 Ayat 1 pasca-putusan Mahkamah Konstitusi.
Sehubungan dengan kasus bunuh diri nasabah fintech, Direktur LBH Jakarta Arif Maulana mengatakan kepolisian harus mencari penyebab terjadinya kasus tersebut. Terlebih lagi, ada dugaan penyebab bunuh diri ini terjadi karena depresi korban karena pinjaman fintech.
“Polisi harus menuntaskan penyelidikan dan harus dicari apakah memang ada ancaman atau tindak pidana lain yang membuat yang bersangkutan kemudian memilih bunuh diri,” jelas Arif.
Respons OJK
Menaggapi kasus bunuh diri nasabah fintech ini, OJK mengimbau kepada semua masyarakat Indonesia untuk tidak melakukan peminjaman uang secara online. Ketua Satgas Waspada Investasi, Tongam L Tobing, memberikan klarifikasinya terkait peminjaman online yang sedang marak belakangan ini.
"Masyarakat diminta untuk tidak melakukan pinjaman terhadap fintech _P2P lending tanpa terdaftar atau memiliki izin OJK," ucap Tongam seperti dikutip dari Antara.
Lebih lanjut, Tongam menjelaskan mayoritas perusahaan fintech ilegal tersebut pinjaman berbasis online ilegal yang sudah merambah ke media sosial. "Nah, melihat berbagai kondisi ini, kami dari OJK dan asosiasi melakukan pendalaman, dalam hal ini melakukan proses pengumpulan informasi. Selanjutnya fintech legal dilarang meng-copy semua kontak yang ada di HP, hanya kontak darurat yang boleh dikontak," jelas Tongam.