Pasal-Pasal ‘Pembunuh’ Demokrasi dalam RKUHP
Utama

Pasal-Pasal ‘Pembunuh’ Demokrasi dalam RKUHP

Berbagai pasal pelarangan terhadap hak kebebasan berpendapat dan berekspresi masyarakat tertuang dalam RKUHP menunjukan Indonesia tak lagi dapat disebut negara demokrasi.

Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit

Kemudian tindak pidana gangguan dan penyesatan proses peradilan dalam Pasal 281 RKUHP. Pasal 281 huruf b dan c RKUHP amat bersinggungan dengan kebebasan berpendapat, hak atas informasi dan kemerdekaan Pers. Pasal 281 huruf b melarang setiap orang untuk tidak bersikap tidak hormat termasuk dalam “menyerang integritas hakim”. Misalnya menuduh hakim bersikap memihak atau tidak jujur.

“Pasal ini akan dengan mudah menyasar akademisi, pers/media, hingga kelompok masyarakat sipil yang berusaha menyuarakan penilaiannya terhadap hakim atau pengadilan yang dianggap tidak imparsial,” katanya.

Hukumonline.com

Menyusut ruang masyarakat

Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti melihat adanya kencenderungan menyusutnya ruang masyarakat dalam mengutarakan pendapat dan pikiran. Terlebih minimnya transparansi dalam pembentukan UU amat berkaitan dengan represifnya tindakan aparat kepolisian ketika melakukan aksi merespon penyusunan dan pembahasan legislasi. Teranyar, larangan penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden, pemerintah dan lembaga negara seperti DPR dalam RKUHP.

“Ini cara menolak kritik masyarakat sipil. Kita tidak pergi dari era Orde Baru. Hari ini Jokowi dan jajarannya mempergunakan cara-cara Orde Baru lebih adaptif modernisasi. Dan mandat reformasi itu sudah check list tidak ada yang diperbaharui,” ujarnya.

Menurut dia, berbagai pelarangan terhadap hak kebebasan berpendapat dan berekspresi masyarakat tertuang dalam RKUHP menunjukan Indonesia tak lagi dapat disebut negara demokrasi. Padahal esensi demokrasi adalah hak memprotes dan mengkritik termasuk melakukan aksi yang saat ini tak lagi dilegitimasi pemerintah dan UU. Sejatinya kebebasan untuk protes dan mengkritik itu merupakan bagian paling esensial dalam kehidupan negara demokratis.

“Ketika pelarangan itu terbentuk di negara ini, maka Indonesia sudah tidak bisa dikatakan negara demokratis, karena ada pelarangan kebebasan masyarakat sipil dan makin menyusut. Kita sebenarnya sedang dalam era kolonialisme dari pemerintahnya sendiri. Kebebasan masyarakat dicabut, banyak pelarangan, dan kebebasan pendapat dilarang,” imbuhnya.

Sementara Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia, Leon Alvinda Putra menegaskan mahasiswa mestinya terus bergerak memperkuat konsolidasi. Termasuk membuat strategi perlawanan terhadap upaya membelenggu kebebasan masyarakat dalam berpendapat dan berekspresi. Dia berharap pemerintah dan DPR mendengarkan dan mengimplementasikan aspirasi masyarakat. “Bukan sekedar gimmick oleh pemerintah untuk meredam kemarahan rakyat,” katanya.

Tags:

Berita Terkait