Menurut pendapat MK, adanya ancaman pidana pada pasal 31 UUA bisa mengakibatkan peran LBH kampus tidak mungkin lagi dilaksanakan. Bukan hanya itu, pasal 31 juga dapat mengancam setiap orang yang hanya bermaksud memberi penjelasan mengenai suatu persoalan hukum meskipun ia bukan advokat. Sebab, pengertian advokat (pasal 1 ayat 1 UUA) adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan.
Rumusan pasal 31 dapat melahirkan penafsiran yang lebih luas daripada maksud pembuat undang-undang, yang dalam pelaksanaannya bisa menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan bagi masyarakat yang membutuhkan jasa pelayanan dan bantuan hukum, papar majelis dalam putusan setebal 37 halaman.
Menutup akses keadilan
Pada bagian lain pertimbangannya, MK menyatakan bahwa keberadaan pasal 31 jo. pasal 1 ayat (1) UUA telah membatasi kebebasan seseorang untuk memperoleh sumber informasi hanya pada seorang advokat. Jika orang di luar profesi advokat memberi konsultasi hukum, maka ia terancam pidana lima tahun penjara atau denda Rp50 juta.
Padahal berdasarkan pasal 28F UUD 1945 setiap orang berhak berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak mencari dan memperoleh informasi dari segala saluran yang ada. Seseorang yang memerlukan jasa hukum di luar pengadilan pada hakekatnya adalah ingin memperoleh informasi hukum yang dijamin UUD 1945. Adalah hak setiap orang untuk mendapatkan informasi hukum dari sumber yang layak dipercaya.
MK juga menilai materi UUA terlalu jauh mengatur hukum acara. Pemikiran bahwa kelak hanya advokat yang boleh beracara di muka pengadilan dinilai MK sebagai materi yang harusnya diatur dalam hukum acara.
Namun putusan MK itu tidak dicapai dengan suara bulat. Tiga hakim konstitusi-HM Laica Marzuki, HAS Natabaya dan Achmad Roestandi--menyampaikan dissenting opinion. Ketiganya berpendapat bahwa pasal 31 UUA justeru dibuat guna melindungi profesi advokat, suatu beroepsbescherming bagi advokat. Manakala seseorang dengan sengaja menjalankan pekerjaan advokat dan bertindak seolah-olah sebagai advokat tetapi bukan advokat, maka hal dimaksud merupakan strafbare sanctie (sanksi pidana) yang ditujukan kepada non-profesi advokat atau orang lain di luar profesi advokat.
Ketiga hakim tadi berpendapat bahwa pasal 31 tidak ada kaitannya dengan perlakuan diskriminasi yang didalilkan para pemohon dari Laboratorium Konsultasi dan Pelayanan Hukum Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).