Paradigma Baru Kepastian Hukum Kontrak Kerja Sama Hulu Migas
Kolom

Paradigma Baru Kepastian Hukum Kontrak Kerja Sama Hulu Migas

​​​​​​​Kontinuitas industri hulu migas perlu mendapatkan perhatian khusus oleh Pemerintah selaku stakeholder yang paling berpengaruh.

Bacaan 2 Menit
Damar Wicaksono. Foto: Istimewa
Damar Wicaksono. Foto: Istimewa

Kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi (migas) adalah kegiatan usaha yang bertumpu pada kegiatan eksplorasi, dan eksploitasi. Eksplorasi adalah kegiatan yang bertujuan memperoleh informasi mengenai kondisi geologi untuk menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan migas di wilayah kerja yang ditentukan. Eksplorasi adalah kegiatan yang bertujuan menghasilkan migas dari wilayah kerja yang terdiri atas pembangunan fasilitas produksi, sarana pengangkutan, penyimpanan dan pengelolaan untuk pemisahan dan pemurnian migas di wilayah kerja serta kegiatan lain yang berkaitan.

 

Migas sebagai sumber daya alam strategi tidak terbarukan yang terkandung di dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikuasai oleh negara. Pengusahaan tersebut diselenggarakan oleh Pemerintah sebagai pemegang kuasa pertambangan dengan SKK Migas yang berfungsi melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap kegiatan usaha hulu (eksplorasi dan eksploitasi) melalui Kontrak Kerja Sama (KKS), dengan tujuan agar pendayagunaan sumber daya alam migas milik Negara dapat memberikan manfaat dan penerimaan yang optimal bagi Negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

 

KKS menurut Pasal 6 ayat (2) UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi tidak hanya berupa Kontrak Bagi Hasil (KBH) sebagaimana yang diterapkan saat ini tetapi dapat berupa kontrak lainnya dengan syarat yaitu kepemilikan sumber daya alam tetap di tangan pemerintah, pengendalian manajemen operasi berada pada SKK Migas dan seluruh modal serta risiko ditanggung oleh investor yang bertindak sebagai Kontraktor. Hal terpenting dari bentuk KKS adalah yang paling menguntungkan bagi negara. Ketentuan tersebut membuka peluang untuk mencari KKS baru yang kompetitif dengan mempertimbangkan kondisi perkembangan migas global.

 

Saat ini KBH pada kegiatan usaha hulu migas diterapkan dengan skema cost recovery dan skema gross split. Perbedaan singkatnya skema cost recovery bagi hasil dilakukan setelah pengembalian biaya operasi, sedangkan skema gross split biaya operasi menjadi satu dengan bagi hasil bagian Kontraktor. Selain KBH bentuk KKS yang pernah diterapkan di Indonesia adalah Kontrak Jasa di Wilayah Kerja Wailawi. Pengelolaan kegiatan usaha hulu migas dilaksanakan dan dikendalikan melalui KKS agar memberikan kepastian hukum bagi para pihak sehingga aturan main dalam berinvestasi jelas dan tegas.

 

Investasi Hulu Migas

Presiden Jokowi pada beberapa pidatonya mengarahkan kepada jajarannya untuk menurunkan jumlah impor migas. Demi merealisasikan perintah Presiden Jokowi tersebut dapat dilakukan dengan meningkatkan produksi migas nasional dan menurunkan ketergantungan konsumsi migas dalam negeri, pada aspek hulu migas yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan produksi migas nasional. Berkaca pada kondisi saat ini, produksi migas nasional khususnya minyak bumi hanya berkisar 750.000 Barrel Oil (BO) per hari sedangkan konsumsi minyak bumi secara nasional sekitar 1,4 – 1,5 juta BO per hari, masih terdapat defisit sekitar 750 ribu BO perhari.

 

Peningkatan produksi migas nasional tidak dapat dilakukan secara mendadak harus dipersiapkan dengan matang dan jangka panjang, strategi yang dapat dilakukan adalah dengan menggenjot kegiatan eksplorasi dan eksploitasi. Kegiatan tersebut dapat dilakukan hanya dengan melalui investasi para perusahaan mengingat dalam UU Minyak dan Gas Bumi Pemerintah tidak diperbolehkan menanggung resiko dan biaya atas kegiatan operasi hulu migas.

 

Apabila mengacu pada data Laporan Tahunan SKK Migas tahun 2018, Investasi kegiatan eksplorasi mengalami penurunan khususnya di periode setelah tahun 2014.

Hukumonline.com

 

Rendahnya realisasi investasi Kontraktor KKS WK Eksplorasi utamanya disebabkan oleh rendahnya harga minyak dunia pada periode tahun 2013 sampai dengan tahun 2018 yang mencapai angka terendah sekitar US$30-an per barel. Selain itu, banyaknya Kontraktor KKS WK Ekplorasi yang tidak berhasil menemukan cadangan migas yang ekonomis, telah berujung kepada terminasi 44 WK Eksplorasi pada tahun 2018 sehingga menurunkan nilai investasi di WK Eksplorasi. Walaupun pada tahun 2018 terdapat kenaikan ICP dibandingkan tahun 2017, namun hal ini belum dapat mendorong investasi migas di WK Eksplorasi.

 

Urgensi Kepastian Hukum

Asas pacta sunt servanda merupakan hal esensial dalam kehidupan sosial, bisnis serta hubungan internasional. Begitupula dalam KKS, asas pacta sunt servanda ini juga telah dijadikan landasan sebagaimana dinyatakan dalam preamble KKS. Peran penting asas pacta sunt servanda ini juga terlihat pada tindakan Pemerintah yang cepat merespon Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 036/PUU/X/2012 yang berpotensi menurunnya kepercayaan sekaligus ketertarikan investor untuk berinvestasi di industri hulu migas.

 

Asas ini secara tidak langsung menjadi dasar pemikiran Pemerintah untuk segera mengeluarkan kebijakan peralihan tupoksi BPMIGAS kepada Menteri ESDM serta memastikan bahwa KKS yang telah ditandatangani tetap berlaku sampai masa berlakunya berakhir mengingat subjek hukum dalam KKS telah dibubarkan oleh Putusan MK. Tindakan yang diambil Pemerintah ini merupakan pilihan yang tepat dalam penyelamatan industri yang tercatat sebagai penyumbang terbesar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tiap tahunnya sekaligus menunjukkan adanya kepastian hukum dalam berinvestasi di Indonesia.

 

Sedangkan apabila melihat tren dikeluarkannya aturan pada masa Kabinet Kerja jilid 1 terdapat beberapa Peraturan Menteri ESDM (Permen ESDM) yang berumur pendek seperti Permen ESDM No. 42 Tahun 2017 tentang Pengawasan Pengusahaan Hulu Migas hanya 20 hari dan Permen ESDM No. 43 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik hanya 25 hari.

 

Selain itu, terdapat beberapa Permen ESDM yang mengharuskan KKS yang sudah ditandatangani mengikuti ketentuan tersebut antara lain Permen ESDM No. 36 Tahun 2016 tentang Partisipasi Interes 10%, Permen ESDM No. 48 Tahun 2017 tentang Pengawasan Pengusahaan Hulu Migas dan Permen ESDM No. 2 Tahun 2019 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split, dalam hal peraturan mengatur hal yang sebelumnya tidak terdapat pada KKS maka sepatutnya Kontraktor tetap wajib mengikuti ketentuan tersebut, yang menjadi perhatian adalah apabila peraturan mengatur lain dari yang telah disepakati dalam KKS.

 

Perlunya Paradigma Baru Dalam Pelaksanaan KKS

Mengingat objek KKS merupakan kekayaan alam yang dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, dipahami bahwa  “penguasaan negara” dalam Putusan MK No 002/PUU-I/2003, dimaknai, rakyat secara kolektif dikonstruksikan oleh UUD 1945 memberikan mandat kepada negara untuk mengadakan kebijakan (beleid) dan tindakan pengurusan (bestuursdaad), pengaturan (regelendaad), pengelolaan (beheersdaad), dan pengawasan (toezichthoudensdaad) untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

 

Maksud dari fungsi pengaturan oleh negara (regelendaad) dilakukan melalui kewenangan legislasi oleh DPR bersama Pemerintah, dan regulasi oleh Pemerintah. Tindakan Pemerintah untuk menerbitkan Permen ESDM yang mengesampingkan ketentuan dalam KKS dapat diartikan sebagai bentuk pelaksanaan penguasaan negara, walaupun secara harfiah melanggar ketentuan yang telah disepakati bersama (KKS).

 

Terlepas kewenangan yang dimiliki oleh Pemerintah dalam menerbitkan Permen ESDM tersebut serta KKS merupakan kontrak perdata yang bersifat publik, tetapi sanctity of contract harus dihormati, apabila Pemerintah mengatur lain dari yang sudah disepakati dalam KKS maka seharusnya dilakukan sesuai prosedur hukum perdata. Perlu adanya proses renegosiasi dan penyesuaian terhadap KKS itu pun harus disepakati bersama tanpa adanya suatu paksaan, atau dapat juga dilakukan setelah KKS berakhir dan dituangkan pada saat pembahasan KKS perpanjangan atau alih kelola.

 

Mengingat karakter industri migas merupakan bidang usaha jangka panjang (long life investation) yang memerlukan permodalan yang cukup besar (high cost), risiko kegagalan yang tinggi (high risk), teknologi yang canggih (high tech), serta keahlian yang handal, sanctity of contract dan tindakan Pemerintah dalam menjalankan bentuk penguasaan negara harus diharmonisasi sehingga menimbulkan win – win solution antara Pemerintah dengan investor.

 

Kontinuitas industri hulu migas perlu mendapatkan perhatian khusus oleh Pemerintah selaku stakeholder yang paling berpengaruh. Oleh karena itu, selaku pemegang Kuasa Pertambangan perlu mengeluarkan peraturan dan kebijakan yang mendukung iklim investasi yang kondusif tanpa mengurangi hak penguasaan negara, agar pelaksanaan kegiatan eksplorasi meningkat demi menemukan cadangan migas yang baru yang akan berdampak positif bagi prospek pengembangan sektor hulu migas, serta menjaga ketahanan energi untuk masa mendatang.

 

Diharapkan pada Kabinet Kerja jilid II (Indonesia Maju) ini, kepastian hukum sebagai jaminan bahwa dalam pelaksanaan KKS harus sama-sama diterapkan secara adil menjadi paradigma baru agar tercapainya cita – cita UUD 1945 yang utuh demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

 

*)Damar Wicaksono, S.H., M.H. adalah Legal Counsel & Pengamat Hukum Migas.

 

Catatan Redaksi:

Artikel Kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline

Tags:

Berita Terkait