Pansel Diminta Tegas Soal Kepatuhan LHKPN Capim KPK
Berita

Pansel Diminta Tegas Soal Kepatuhan LHKPN Capim KPK

Karena LHKPN menjadi syarat awal untuk menilai perolehan harta kekayaan sebagai penyelenggara negara.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Sejumlah narasumber dalam diskusi bertajuk 'Menyoal Proses Pemilihan Pimpinan KPK dan Menakar Masa Depan Pemberantasan Korupsi' di Jakarta, Selasa (30/7). Foto: RES
Sejumlah narasumber dalam diskusi bertajuk 'Menyoal Proses Pemilihan Pimpinan KPK dan Menakar Masa Depan Pemberantasan Korupsi' di Jakarta, Selasa (30/7). Foto: RES

Kepatuhan menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) bagi  Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK) menjadi syarat penting. Namun, faktanya hingga seleksi tahap kedua yakni psikotes dalam seleksi Capim KPK periode 2019-2023 masih banyak kandidat yang belum melaporkan LHKPN kepada KPK. Padahal, LHKPN menjadi syarat awal saat mendaftar Capim KPK.

 

Persoalan ini mengemuka dalam diskusi bertajuk “Menyoal Proses Pemilihan Pimpinan KPK dan Menakar Masa Depan Pemberantasan Korupsi” di Jakarta, Selasa (30/7/2019). Baca Juga: 104 Capim Bakal Jalani Seleksi Psikologi

 

Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gajah Mada (Pukat UGM) Zainal Arifin Mochtar menilai sesuai tafsir Paksal 29 huruf K UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK untuk diangkat sebagai pimpinan KPK, salah satunya harus memenuhi syarat mengumumkan kekayaan. Namun, Pansel Capim KPK berbeda menafsirkan pasal itu yang menurutnya penyerahan LHKPN setelah terpilih menjadi komisioner KPK.

 

“Padahal, menyerahkan LHKPN menjadi syarat administratif (awal). Karena itu, menyerahkan LHKPN ke KPK sebelum mendaftar Capim KPK adalah syarat administrasi mutlak,” kata Zainal Arifin Mochtar.

 

Pasal 29 huruf K UU KPK itu menyebutkan, “Untuk dapat diangkat sebagai Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:…K. mengumumkan kekayaannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

 

“Karena Pasal 29 huruf K UU KPK itu jelas ‘untuk dapat diangkat’. Karena frasa ‘untuk dapat diangkat’ menjadi komisioner KPK, maka dia harus mengirimkan LHKPN,” ujarnya.

 

Zainal mengungkapkan di internal Pansel Capim KPK sering berdebat soal persyaratan. Salah satunya, soal keharusan mundur terlebih dahulu dari jabatan sebelumnya untuk bisa mendaftar Capim KPK. Bagi Pansel Capim KPK, kata Zainal, persoalannya ketika menafsirkan Pasal 29 huruf K UU No.30 Tahun 2002 tentang KPK itu.

 

Dalam praktiknya, tak sedikit capim KPK yang mendadak patuh dan tidak patuh mengirimkan LHKPN. Menurutnya, capim KPK yang patuh, tidak patuh, dan mendadak patuh menyerahkan LHKPN, Pansel harus bersikap tegas. Seperti pemberian sanksi berupa pencoretan nama dari daftar capim KPK.

 

“Harusnya Pansel keras dan tegas sama yang begini-begini. Kalau calon tidak patuh dicoret saja. Termasuk yang mendadak patuh, coret. Karena terbukti dia daftar, baru mau patuh,” kata dia.

 

Meski proses seleksi Capim KPK sudah masuk tahap seleksi psikotes, bagi Zainal, Pansel harus mengkaitkan antara pertanyaan dan jawaban psikotes dengan kepatuhan LHKPN para calon. Pansel semestinya bisa melebarkan perdebatan ini dan jangan sekedar angka-angka hasil uji psikotes.

 

Dia meminta masyarakat mengawal kerja Pansel dalam menjaring nama-nama calon yang berintegritas dan berkualitas yang bakal menempati kursi pimpinan KPK. “Mari kita kawal Pansel bekerja dengan gigih. Pertanyaannya Pansel mau gigih atau tidak?”

 

Hukumonline.com

 


Hukumonline.com

 

Syarat awal

Direktur Pusat Studi Konstitusi (PuSaKO) Universitas Andalas Feri Amsari menilai LHKPN menjadi syarat yang harus dipenuhi capim KPK. Sebab, LHKPN menjadi syarat awal untuk menilai perolehan harta kekayaan calon, apakah hartanya diperoleh secara wajar atau tidak? “Pandangan Pansel Capim KPK, penyerahan LHKPN setelah terpilih atau diangkat menjadi pimpinan KPK sesuai Pasal 29 huruf K UU KPK logika berpikir yang tidak tepat,” kata Feri dalam kesempatan yang sama.

 

Feri merujuk UU No.28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Pasal 5 angka 2 UU 28/1999 menyebutkan, “Setiap penyelenggara negara berkewajiban untuk;…2. bersedia diperiksa kekayaan sebelum, selama, dan setelah menjabat”. Angka 3 menyebutkan, “melaporkan dan mengumumkan kekayaan sebelum dan setelah menjabat.”

 

Dalam UU KPK pun sudah ditegaskan bahwa penyelenggara negara berkewajiban melaporkan dan mengumumkan harta kekayaannya melalui LHKPN. Namun, yang menjadi persoalan, kata Feri, Pansel mentolelir calon berlatar belakang penyelenggara negara belum menyerahkan LHKPN.

 

“Kenapa 9 anggota Polri bisa lolos, apakah saat seleksi administrasi tidak dicek? Atau sengaja diloloskan? Apakah Pansel membiarkan orang bermasalah masuk KPK? Berani tidak, Pansel mencabut keputusannya atas orang-orang yang cacat prosedur itu?”

Tags:

Berita Terkait