Pansel Capim KPK Ditetapkan, Ini Harapan Pimpinan KPK
Berita

Pansel Capim KPK Ditetapkan, Ini Harapan Pimpinan KPK

Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi berpendapat komposisi pansel capim KPK bernuansa kompromi kepentingan elit dalam lingkaran terdekat presiden dari pada upaya sungguh-sungguh untuk memberantas korupsi.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Ketua KPK Agus Rahardjo. Foto: RES
Ketua KPK Agus Rahardjo. Foto: RES

Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menetapkan sembilan anggota Panitia Seleksi (Pansel) Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk masa jabatan tahun 2019-2023. Pansel tersebut dibentuk untuk menjamin kualitas dan transparansi dalam seleksi calon pimpinan KPK sehubungan akan berakhirnya masa jabatan pimpinan KPK saat ini pada 21 Desember 2019.

 

Dilansir situs Setkab, Jumat (17/5), penetapan tersebut tertuang dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 54/P Tahun 2019 tentang Pembentukan Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Masa Jabatan Tahun 2019-2023 yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada Jumat, 17 Mei 2019.

 

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo mengharapkan agar sembilan orang panitia seleksi (pansel) pimpinan KPK 2019-2023 yang baru ditetapkan Presiden Joko Widodo dapat bekerja transparan. "Kerja harus transparan, tiap tahapan transparan, yang melamar berapa, proses apa saja, tanggal apa saja, tempat ujiannya juga kan anda tahu. Saat diwawancara pansel di Setneg kan terbuka untuk umum. Jadi ya harapan kami ke pansel seperti itu. Pada waktu 'fit and proper test' oleh DPR juga terbuka untuk umum," kata Agus seperti dikutip Antara, di Gedung KPK, Jumat (17/05).

 

Selain itu, Agus juga mengharapkan agar pimpinan KPK selanjutnya tetap independen. "Ingin pimpinan KPK berikutnya tetap independen, kemudian bisa mempercepat dua sisi, baik pencegahan maupun penindakan, Dua sisi itu pencegahan harus terus menerus, harus makin banyak melibatkan instansi masyarakat, NGO, dan lain-lain tetapi kemudian penindakan tak boleh kendor tak boleh reda terutama "asset recovery" (pemulihan aset)," kata Agus.

 

Sebelumnya saat memberikan sambutan dalam acara itu, Agus mengisyaratkan tak akan maju kembali sebagai calon pimpinan KPK periode 2019-2023. "Saya juga ucapkan terima kasih untuk kerja samanya selama ini, tak lupa kami ucapkan permohonan maaf yang sebesar-besarnya mungkin untuk Ramadhan yang akan datang saya pribadi mungkin sudah tidak ketemu bapak ibu di KPK, tidak tahu nanti ketemunya di mana," ucap Agus.

 

Sementara itu dalam kesempatan sama, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengharapkan agar pansel pimpinan KPK yang baru ditetapkan itu dapat bekerja profesional, mempunyai integritas, dan paham tentang hukum terutama masalah korupsi.

 

"Lucu kalau artinya memberantas korupsi tetapi tidak paham. Saya yakin banyak aspek yang digali karena lima pimpinan (KPK) dari berbagai latar belakang terwakili misal dari penyidik, auditor, penegak hukum," ucap Alexander.

 

Menurut dia, pemberantasan korupsi harus memperhatikan hal tersebut di mana ada keterwakilan dari beberapa eleman masyarakat maupun lembaga. "Saya rasa pemberantasan korupsi memperhatikan hal itu. Ada keterwakilan beberapa elemen masyarakat atau lembaga dalam rangka pemberantas korupsi, baik penindakan atau pencegahan. Dari akademisi, masyarakat ada, saya kira harus ada keterwakilan itu," kata Alexander.

 

Diketahui, Pansel Capim KPK 2019-2023 dipimpin Yenti Ganarsih sebagai ketua. Yenti adalah seorang akademisi Dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti. Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia, yang juga mantan Plt. Pimpinan KPK, Indriyanto Senoadji, ditetapkan menjadi wakil ketua pansel.

 

Adapun sebagai anggota pansel, Presiden menetapkan Harkristuti Harkrisnowo, akademisi yang juga pakar hukum pidana dan Hak Asasi Manusia (HAM); Hamdi Moeloek, akademisi dan pakar psikologi Universitas Indonesia; serta Marcus Priyo, akademisi dan pakar hukum pidana Universitas Gadjah Mada.

 

Kemudian ada juga Hendardi, pendiri LSM Setara Institute, dan Al Araf, Direktur Imparsial, duduk sebagai anggota. Dalam pansel tersebut juga duduk dua unsur pemerintah, yakni Diani Sadia, Staf Ahli Bappenas, dan Mualimin Abdi, Direktur Jenderal HAM Kementerian Hukum dan HAM.

 

Pansel Capim KPK 2019-2023 akan bekerja menyeleksi calon pimpinan KPK periode 2019-2023 sejak Keputusan Presiden ditetapkan. Mereka akan bertugas menyaring dan mengusulkan nama-nama calon kepada Presiden dan bekerja hingga terbentuknya pimpinan KPK periode 2019-2023.

 

Kompromi Kepentingan Elit

Selain itu, Pansel Capim KPK pun mendapatkan perhatian dari Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi yang terdiri dari ICW, TII, Pusako, Pukat UGM, YLBHI, MCW, KRPK, SAHDAR Medan, GAK Lintas Perguruan Tinggi, Banten Bersih. dan MaTA Aceh. Dalam rilis yang diterima Hukumonline, Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi berpendapat komposisi pansel capim KPK bernuansa kompromi kepentingan elit dalam lingkaran terdekat presiden dari pada upaya sungguh-sungguh untuk memberantas korupsi.

 

Koalisi menjelaskan mestinya Presiden Jokowi melakukan evaluasi menyangkut kinerja sejumlah anggota Pansel terdahulu. Mengingat pada periode kepemimpinan KPK hari ini, banyak masalah internal KPK yang kian mengkhawatirkan. Termasuk aspek rekam jejak dilihat dari integritas maupun sikap atau posisi mereka terhadap kelembagaan KPK.

 

Namun, kata Koalisi, hal ini yang sepertinya abai untuk dilakukan sehingga komposisi pansel menimbulkan kesan politik akomodatif. Sementara beberapa nama Pansel juga memiliki kedekatan dengan Mabes Polri yang memicu kecurigaan adanya kehendak untuk mempertahankan kontrol elit Kepolisian atas KPK.

 

“Padahal KPK dibentuk untuk menjalankan fungsi triger bagi penegak hukum lainnya. Dikhawatirkan, kepentingan ini dapat menganggu independensi KPK dalam memberantas korupsi,” tutur Koalisi dalam rilisnya.

 

Koalisi juga berpendapat Presiden Jokowi tidak memiliki imajinasi besar dalam agenda pemberantasan korupsi. Target untuk meningkatkan Corruption Perception Index (CPI) Indonesia sulit diharapkan tercapai dengan materi Pansel hari ini.

 

Dan, lanjutnya, Presiden Jokowi mendua dalam sikapnya untuk lebih all out pada periode kedua kepemimpinannya. Meskipun publik masih harus menunggu hasil final rekapitulasi KPU, kemungkinan besar Jokowi terpilih kembali sebagai Presiden. Semestinya momentum ini dimanfaatkan Presiden untuk dapat meminggirkan berbagai desakan dan kepentingan segelintir elit, karena sikap akomodatif atas hal ini justru dapat mengancam agenda pemberantasan korupsi.

 

(Baca: Kinerja KPK Dievaluasi, Begini Catatan Masyarakat Sipil)

 

Sehingga, menurut Koalisi pun Pesiden Jokowi gagal memastikan kepada tim di Istana untuk mempertimbangkan dengan serius rekam jejak seseorang sebelum ditetapkan sebagai anggota Pansel. Jika beberapa anggota Pansel memiliki kedekatan khusus dengan berbagai pihak yang selama ini berseberangan dengan KPK, atau memiliki cacat etis, tentu mereka semestinya tidak dipaksakan masuk sebagai anggota Pansel.

 

“Untuk itu kami menolak komposisi Pansel Capim KPK yang ada sekarang karena adanya catatan serius terhadap beberapa nama pansel, yang menurut Koalisi tidak sejalan dengan agenda pemberantasan korupsi dan penguatan KPK, sehingga akan mempengaruhi kualitas Capim KPK yang akan dipilih kemudian,” tegas koalisi dalam rilisnya.

 

Tags:

Berita Terkait