Panitera PN Jakut "Pecat" Pengacaranya Gara-Gara Ajukan Praperadilan
Utama

Panitera PN Jakut "Pecat" Pengacaranya Gara-Gara Ajukan Praperadilan

Rohadi merasa tersinggung dengan praperadilan yang diajukan pengacaranya.

Novrieza Rahmi
Bacaan 2 Menit
Panitera PN Jakarta Utara Rohadi langsung ditahan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Kamis (16/6). Rohadi terjaring operasi tangkap tangan KPK karena diduga menerima suap dari pengacara artis Saiful Jamil yang menjadi terdakwa kasus pencabulan anak.
Panitera PN Jakarta Utara Rohadi langsung ditahan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Kamis (16/6). Rohadi terjaring operasi tangkap tangan KPK karena diduga menerima suap dari pengacara artis Saiful Jamil yang menjadi terdakwa kasus pencabulan anak.
Panitera Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara Rohadi akan "memecat" atau mencabut surat kuasa pengacara Tonin Tachta Singarimbun lantaran mengajukan praperadilan tanpa persetujuannya. Hal ini disampaikan Rohadi melalui pengacaranya yang lain, Hendra Heriansyah di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (12/7).

Hendra mengatakan, Rohadi meminta dirinya untuk mengklarifikasi soal praperadilan yang diajukan Tonin. "Kata Pak Rohadi, 'Saya tidak akan mengajukan praperadilan. Pak Tonin melakukan tindakan itu di luar koordinasi dengan saya, tanpa persetujuan dari saya'," ujarnya usai bertemu Rohadi di rumah tahanan KPK.

Tonin merupakan salah seorang pengacara Rohadi. Tonin yang juga bertindak sebagai kuasa hukum anak Rohadi, Ryan Seftriadi, mengajukan permohonan praperadilan ke PN Jakarta Pusat. Ryan selaku pemohon mempermasalahkan penangkapan, penahanan, penetapan tersangka, serta kewenangan KPK dalam menangani perkara ayahnya.

Sesuai panggilan sidang, seharusnya sidang perdana praperadilan digelar pada Selasa, 12 Juli 2016 di PN Jakarta Pusat. Namun, sidang yang dipimpin oleh hakim tunggal Tafsir Sembiring Meliala dan dibantu oleh panitera pengganti Sutisna itu ditunda karena KPK selaku termohon tidak hadir. Sidang ditunda hingga 26 Juli 2016.

Mengingat permohonan praperadilan telah didaftarkan ke PN Jakarta Pusat, lanjut Hendra, Rohadi akan segera mempersiapkan surat pencabutan. Begitu pula dengan surat kuasa Tonin. Rohadi akan membuat sendiri surat pencabutan kuasa untuk Tonin sekaligus memberitahukan pencabutan itu kepada KPK dan pengadilan.

Hendra mengungkapkan, Tonin bergabung dalam tim pengacara Rohadi atas permintaan Ryan. Calon pegawai negeri sipil yang bekerja di Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung (MA) itu merekomendasikan kepada ayahnya untuk menunjuk kuasa tambahan dari kantor hukum Tonin.

Akan tetapi, tanpa koordinasi dengan Rohadi, tiba-tiba Tonin mengajukan praperadilan. "Ternyata kuasa yang diberikan itu digunakan untuk mengajukan praperadilan, yang Pak Rohadi merasa dijebak atau apa lah pokoknya. Sebab, tidak ada persetujuan atau permintaan khusus untuk mengajukan praperadilan," ujarnya.

Padahal, menurut Hendra, Rohadi ingin bersikap kooperatif. Terlebih lagi, Rohadi merasa penangkapan, penahanan, barang bukti, serta penetapan tersangkanya sudah jelas. Secara sikap batin, Rohadi mengakui apa yang dilakukannya keliru, sehingga panitera PN Jakarta Utara ini ingin fokus menghadapi kasusnya.

Hendra menambahkan, sebagai penerima kuasa, seharusnya Tonin bertindak atas nama prinsipal atau pemberi kuasa. "Kliennya mau ke kanan, jangan dibelokan ke kiri. Kalau, katakanlah di sebelah kanan ada ranjau, pengacara bilang, pak sebaiknya lurus atau apa. Bukan tiba-tiba langsung belok ke kiri. Makanya Pak Rohadi tersinggung," terangnya.

Oleh karena itu, Hendra menyampaikan permintaan maaf Rohadi kepada institusi pengadilan, mulai dari MA, Pengadilan Tinggi, hingga PN, serta KPK selaku penyidik. Rohadi meminta KPK tidak perlu risau atau menggubris praperadilan yang diajukan Tonin. Sebab, secara tegas, Rohadi sebagai prinsipal tidak akan mengajukan praperadilan.

Minta anaknya penuhi panggilan KPK
Memang, praperadilan yang diajukan Tonin ke PN Jakarta Pusat bukan atas nama Rohadi, melainkan Ryan. Namun, Ryan selaku pemohon mempersoalkan proses hukum yang sedang dihadapi ayahnya di KPK. Hendra menganggap, bisa saja jika Ryan ingin mengajukan praperadilan, tetapi bukan untuk Rohadi.

"Begini, ini (Rohadi) prinsipal. Yang sedang dihadapi adalah nasib Pak Rohadi, bukan nasib anaknya. Kecuali, anaknya yang jadi tersangka, silakan saja dia menunjuk orang lain untuk ajukan praperadilan. Dan bukan di PN Jakarta Pusat, KPK ini di Jakarta Selatan praperadilannya. Gimana sih. Saya juga bingung, pakai hukum acara mana," tuturnya.

Hendra menyatakan, Rohadi berpesan kepada Ryan, jika ingin menolong ayahnya, bantu lah dengan doa. Selain itu, Rohadi meminta agar Ryan kooperatif memenuhi panggilan penyidik KPK. Rohadi juga meminta Ryan memberi keterangan apa adanya. "Ceritakan saja. Yang tahu katakan tahu, yang tidak katakan tidak," tandasnya.

Sementara, hingga berita ini diturunkan, Tonin tidak bisa dihubungi. Hukumonline telah berupaya menghubungi Tonin melalui telepon genggamnya sejak Selasa (12/7) sampai Rabu (13/7) pagi, tetapi tidak membuahkan hasil. Begitu pula dengan pesan singkat yang dikirimkan, tidak mendapat balasan.

Untuk diketahui, Rohadi merupakan salah seorang tersangka dalam kasus suap terkait pengurusan perkara pencabulan pedangdut Saipul Jamil. Rohadi bersama dua pengacara, Berthanatalia Kariman dan Kasman Sangaji, serta kakak Saipul, Samsul Hidayatullah ditangkap KPK pada 15 Juni 2016.

Penangkapan terjadi sehari setelah putusan dibacakan di PN Jakarta Utara. Dari hasil penangkapan, KPK turut menyita uang sejumlah Rp250 juta. Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menyebutkan, uang Rp250 juta itu hanya setengah dari uang yang dijanjikan, yaitu Rp500 juta. Diduga, uang bersumber dari Saipul.

Saipul didakwa melakukan tindak pidana pencabulan terhadap anak. Saipul didakwa secara alternatif dengan Pasal 82 UU No.35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, Pasal 290 KUHP, atau 292 KUHP. Jaksa menuntut Saipul tujuh tahun penjara dan denda Rp100 juta dengan Pasal 82 UU Perlindungan Anak.

Namun, majelis hakim yang diketuai Ifa Sudewi memilih membuktikan dakwaan alternatif ketiga, yaitu Pasal 292 KUHP. Alhasil, majelis menghukum Saipul dengan pidana penjara selama tiga tahun. KPK menduga pemberian uang Rp250 juta kepada Rohadi bertujuan untuk mengurangi atau "mengkorting" hukuman Saipul.
Tags:

Berita Terkait