Palestina Kian Genting, Afrika Selatan Ajukan Permintaan Mendesak ke ICJ
Mengadili Israel

Palestina Kian Genting, Afrika Selatan Ajukan Permintaan Mendesak ke ICJ

Terdapat 3 poin yang diminta Afrika Selatan untuk ditambahkan dalam provisional measures, salah satunya Israel harus segera menarik diri dan menghentikan serangan militernya di Rafa. Afrika Selatan meminta ICJ mempercepat keputusan dalam waktu seminggu.

Ferinda K Fachri
Bacaan 4 Menit
Suasana persidangan di Mahkamah Internasional. Foto Ilustrasi: news.un.org
Suasana persidangan di Mahkamah Internasional. Foto Ilustrasi: news.un.org

Belum lama ini, Afrika Selatan mengajukan permintaan mendesak kepada Mahkamah Internasional atau International Court of Justice (ICJ) untuk tindakan sementara tambahan dan modifikasi tindakan sementara yang sebelumnya diperintahkan oleh Mahkamah dalam kasus mengenai Penerapan Konvensi Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida di Jalur Gaza (Afrika Selatan v. Israel).

“Situasi yang ditimbulkan oleh serangan Israel di Rafah, dan risiko ekstrim yang ditimbulkannya terhadap pasokan kemanusiaan dan layanan dasar ke Gaza, terhadap kelangsungan sistem medis Palestina, dan kelangsungan hidup warga Palestina di Gaza sebagai sebuah kelompok adalah sebuah hal yang sangat penting. Ini tidak hanya memperburuk situasi yang ada, tetapi memunculkan fakta-fakta baru yang menyebabkan kerugian yang tidak dapat diperbaiki terhadap hak-hak rakyat Palestina di Gaza,” seperti dikutip dari permintaan mendesak Afrika Selatan, Jum’at (10/5/2024).

Baca Juga:

Ada 3 kunci yang menjadi acuan Afrika Selatan dalam situasi di Gaza saat ini. Pertama, Rafah menjadi tempat perlindungan terakhir di Gaza bagi 1,5 juta warga Palestina. Kedua, Israel kini memegang kendali penuh dan langsung atas semua akses masuk dan keluar ke Gaza, memutus pasokan kemanusiaan dan medis, barang dan bahan bakar yang menjadi sandaran kelangsungan hidup penduduk Gaza, dan mencegah evakuasi medis. Ketiga, populasi yang tersisa dan fasilitas medis berada pada risiko yang ekstrim.

Parahnya situasi di tanah Palestina dapat dilihat dari berbagai pemberitaan media atau bahkan melalui pernyataan cabang-cabang PBB. Termasuk dari United Nations Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (UN OCHA) yang mengatakan evakuasi massal yang diperintahkan Israel di Rafah “tidak mungkin dilakukan dengan aman”. 

Sementara United Nations Children’s Fund (UNICEF) memperingatkan adanya “risiko bencana” dalam mengevakuasi 600.000-an anak yang diperkirakan mengungsi di sana. Banyak dari mereka adalah penyandang cacat, yatim piatu, atau bahkan sebatang kara. Koridor evakuasi itu sendiri diyakini kemungkinan besar dipenuhi ranjau atau dipenuhi dengan persenjataan yang tidak meledak.

“Bagaimanapun, tidak ada tempat bagi warga Palestina di Rafah untuk pergi. Pada Mei 2024, sekitar 76% wilayah Gaza berada di bawah perintah evakuasi Israel, dan diperkirakan dua pertiga rumah telah rusak atau hancur. Rafah kini menjadi “pusat kemanusiaan utama” di Gaza, dan satu-satunya wilayah tersisa yang mampu menampung lebih dari satu juta orang yang mengungsi secara massal, meskipun dalam kondisi yang sangat kekurangan. Hal ini membutuhkan perlindungan segera.”

Afrika Selatan menegaskan selain serangan dan operasi militer Israel membunuh rakyat Palestina di Gaza, Israel juga membuat mereka kelaparan, dan bahkan dengan sengaja menolak bantuan kemanusiaan dan kebutuhan dasar hidup yang ditujukan bagi warga Palestina. “Mereka (warga Palestina) yang selamat kini menghadapi kematian (yang mungkin dekat), dan perintah dari Mahkamah diperlukan untuk menjamin kelangsungan hidup mereka.”

Dalam dokumen 10 halaman yang dilampirkan tersebut memohon Mahkamah untuk memerintahkan provisional measures (tindakan sementara) lebih lanjut dan mengubah tindakan sementara sebelumnya. Sesuai Pasal 41 Statuta ICJ dan Pasal 73 (1), 74 (1), 75 (1) dan (3) dan/atau 76 (1) Rules of Court, demi perlindungan rakyat Palestina di Gaza dari pelanggaran berat dan tidak dapat diperbaiki terhadap hak-hak mereka, dan hak-hak Afrika Selatan, berdasarkan Konvensi Genosida.

Melihat situasi yang amat mendesak dihadapi masyarakat Palestina, Afrika Selatan meminta agar ICJ mempertimbangkan permohonannya tanpa melalui sidang hearing, sepanjang hal tersebut dapat mempercepat keputusan dalam waktu seminggu. Setidaknya mereka berharap paling lambat 17 Mei 2024. 

Terdapat 3 poin yang diminta oleh Afrika Selatan kepada Mahkamah untuk ditambahkan dalam tindakan sementara. Yaitu Negara Israel harus segera menarik diri dan menghentikan serangan militernya di Rafah; kemudian Israel harus segera mengambil semua langkah efektif untuk memastikan dan memfasilitasi akses tanpa hambatan ke Gaza dari PBB dan pejabat lain yang terlibat dalam penyediaan bantuan kemanusiaan dan bantuan kepada penduduk Gaza, serta misi pencarian fakta untuk menilai dan mencatat kondisi lapangan di Gaza.

Lalu Israel juga harus menyampaikan laporan terbuka kepada Mahkamah yang mencakup: (a) mengenai semua tindakan yang diambil untuk memberlakukan tindakan sementara dalam waktu 1 minggu sejak tanggal Perintah; dan (b) mengenai semua tindakan yang diambil untuk memberlakukan semua tindakan sementara sebelumnya yang ditunjukkan oleh ICJ dalam waktu 1 bulan sejak tanggal Perintah.

“Mengingat ketidakpatuhan Israel terhadap tindakan sementara yang sebelumnya diperintakan oleh Mahkamah, Afrika Selatan meminta agar dalam melakukan seruan tersebut, Presiden mengklarifikasi dan mengkonfirmasi Perintah tersebut, termasuk kondisi yang menurutnya diperlukan agar perintah tersebut berlaku sepenuhnya... Beratnya situasi yang dihadapi pria, Wanita, dan anak-anak Palestina di Rafah, serta risiko nyata yang dihadapi rakyat Palestina di Gaza sebagai bagian dari kelompok nasional, ras dan etnis Palestina, menuntut tindakan lebih lanjut dari ICJ.”

Libya Minta Intervensi dalam Perkara Afrika Selatan v. Israel

Pada hari yang sama ketika Afrika Selatan mengajukan permohonan permintaan mendesak kepada ICJ, Libya merujuk pada Pasal 63 Statuta ICJ mengajukan pernyataan intervensi dalam kasus tersebut. Selengkapnya, Pasal 63 ayat (2) Statuta ICJ berbunyi “Setiap negara yang diberitahu mempunyai hak untuk campur tangan dalam proses persidangan; tetapi jika negara tersebut menggunakan hak ini, maka konstruksi yang diberikan oleh putusan akan sama-sama mengikatnya”.

“Tindakan dan kelalaian Israel bersifat genosida, karena tindakan tersebut dilakukan dengan maksud khusus untuk menghancurkan warga Palestina di Gaza sebagai bagian dari kelompok nasional, ras, dan etnis Palestina yang lebih luas dan bahwa 'perilaku Israel melalui organ-organ negaranya, agen-agen negaranya, dan orang-orang serta badan-badan lain yang bertindak atas instruksi atau arahannya, kendali atau pengaruhnya sehubungan dengan warga Palestina di Gaza merupakan pelanggaran terhadap kewajiban-kewajibannya berdasarkan Konvensi Genosida,” ujar Libya.

Libya menegaskan bahwa deklarasi intervensinya difokuskan pada “konstruksi yang tepat dari ketentuan mengenai kewajiban untuk tidak melakukan dan mencegah genosida, dan kewajiban untuk menghukum genosida dalam Pasal I, jo Pasal II, dan Pasal III (a), III (b), III (c), III (d), III (e), IV, V dan VI Konvensi Genosida. Afrika Selatan dan Israel kini diundang untuk memberikan observasi tertulis mengenai deklarasi intervensi Libya.

Tags:

Berita Terkait