Paket Kebijakan Jilid V Soal Revaluasi Aset dan Pajak Ganda
Berita

Paket Kebijakan Jilid V Soal Revaluasi Aset dan Pajak Ganda

Dipastikan akan ada paket-paket kebijakan lainnya.

RED
Bacaan 2 Menit
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro (batik, depan). Foto: RES
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro (batik, depan). Foto: RES

[Versi Bahasa Inggris]

Pada Kamis (22/10) petang, Presiden Joko Widodo (Jokowi) didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) melaksanakan rapat terbatas di kantor Kepresidenan di Jakarta. Sebagaimana dilansir dari laman resmi Sekretariat Kabinet (Setkab.go.id), usai rapat, pemerintah mengumumkan Paket Kebijakan Ekonomi Jilid V.

Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung mengatakan, Paket Kebijakan V ini intinya adalah dua paket. Yaitu, berkaitan dengan revaluasi aset, dan hal yang berkaitan dengan menghilangkan pajak berganda. Ia menegaskan, upaya yang dilakukan pemerintah ini adalah langkah serius dalam membuka lapangan kerja.

“Apapun pertumbuhan ekonomi, perbaikan industri, tidak ada artinya kalau kemudian tidak membuka lapangan kerja yang cukup besar dan signifikan bagi masyarakat. Itu yang menjadi concern dari pemerintah,  ini Paket Regulasi V,” tegas Pramono.

Pramono juga mengatakan bahwa ke depan akan terus lahir paket-paket kebijakan ekonomi lainnya. Ia juga tidak bisa memastikan sampai kapan paket kebijakan tersebut akan terhenti. “Dan mungkin Menko Perekonomian kita menjadi Pak Deregulasi,” ujarnya bercanda.

Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro mengemukakan, dalam Paket Kebijakan Jilid V ini ada fasilitas perpajakan untuk Pajak Penghasilan (PPh) dalam keperluan revaluasi aset, berupa pemotongan tarif PPh revaluasi untuk perusahaan, baik perusahaan BUMN, ataupun swasta, dan juga bisa berlaku untuk individu.

“Terutama individu yang melakukan pembukuan. Jadi individu usaha, melakukan pembukuan juga bisa melakukan revaluasi. Sehingga pengajuan revaluasi yang disampaikan sampai dengan akhir tahun ini, 31 Desember 2015, maka besaran tarif khusus untuk besaran final revaluasi dari yang normalnya 10% menjadi 3%,” kata Bambang.

Ia menjelaskan, jika proposal revaluasi ini diajukan pada periode 1 Januari 2016 hingga 30 Juni 2016 maka besaran tarifnya adalah 4 persen. Jika lebih lambat, maka tarifnya lebih mahal, tapi tetap di bawah tarif normal 10 persen. Jika diajukan pada 1 Juli 2016 hingga 1 Desember 2016, maka besaran final PPh revaluasi menjadi 6 persen.

Satu hal yang lebih memudahkan revaluasi, lanjut Bambang, adalah sebagian besar aset yang akan direvaluasi adalah tanah. Misalnya, gudang Badan Urusan Logistik (Bulog) di Jalan Gatot Subroto, Jakarta. Gudang itu sudah ada sejak tahun 1970-an.

“Tapi saya yakin, periode tahun ini, gudang Bulog Gatot Subroto itu harganya sudah mungkin sudah beratus kali lipat dibandingkan dengan (rupiah ya), dibandingkan dengan harga pada tahun 70. Jadi otomatis,  Bulog yang melakukan revaluasi, dan Bulog itu gudangnya tersebar di mana-mana, kantor pos juga di mana-mana, maka otomatis nilai asetnya juga melonjak,” tuturnya.

Pajak Berganda
Terkait penghilangan pajak berganda untuk instrumen keuangan, yang berbentuk kontrak investasi kolektif dari dana investasi real estate, rencananya akan diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Bambang mengatakan, PMK itu akan dikeluarkan minggu depan sehingga pajak bergandanya dihilangkan.

“Jadi cukup single tax. Jadi,  kalau saya sampaikan, untuk  kepentingan PPh maka KIK DIRE ini merupakan satu rangkaian yang tiiak terpisahkan. Dengan demikian  tidak adadouble tax. Apabila ada penjualan aset atas tanah dan bangunan, tidak dikenakan final Pasal 4 ayat 2 dari PPh.  Dan diberikan pengembalian pendahuluan apabila ada kelebihan PPh,” kata Bambang.

Ia mengatakan, dengan adanya fasilitas ini diharapkan instrumen KIK DIRE atau reit ini bisa muncul. Sehingga, Indonesia bisa menarik REIT yang selama ini dilakukan oleh perusahaan Indonesia di luar negeri ke Indonesia.

Tags:

Berita Terkait