Pakar Hukum Lingkungan Ungkap 6 Elemen Tata Kelola Ekosistem Karbon Biru Indonesia
Terbaru

Pakar Hukum Lingkungan Ungkap 6 Elemen Tata Kelola Ekosistem Karbon Biru Indonesia

Pentingnya pengembangan karbon dengan tata kelola yang jelas termasuk regulasi, lembaga pengawas, dan mekanisme finansial yang tepat.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit

Elemen kedua, penataan kelembagaan. Dia menjelaskan pentingnya pembagian tugas dan tanggung jawab Kementerian dan Lembaga termasuk peran pemerintah daerah. Menurutnya, tanpa pembagian tugas dan tanggung jawab serta koordinasi lintas sektoral yang baik maka tidak ada pengembangan ekosistem karbon di Indonesia.

“Justru saya melihat yang sangat menonjol yaitu ada pihak main sendiri di Indonesia,” imbuhnya.

Elemen ketiga, partisipasi aktif dan bermakna dari masyarakat. Menurut pria yang disapa Ota ini bahwa peran masyarakat adalah elemen kunci dalam keberhasilan pengelolaan ekosistem karbon biru.

Elemen keempat, keamanan tenurial. Elemen ini adalah hak penting bagi masyarakat untuk mengakses, menggunakan, dan mengelola lahan dan sumber daya alam.

Elemen kelima, pengawasan dan penegakan hukum. Ota menjelaskan pengawasan dan penegakan hukum yang efektif adalah bagian penting dari melindungi ekosistem karbon biru dari kerusakan. Dia justru menyayangkan bahwa kerusakan ekosistem karbon justru mendapat legalitas peraturan sehingga sulit untuk menindak.

“Kami kebingungan karena umumnya kerusakan mangrove itu legal, dan pelakunya negara. Sehingga, bagaimana penegakan hukumnya kalau aparatnya tidak independen meski terdapat 4 undang-undang yang berikan sanksi tegas sekalipun seperti UU Lingkungan Hidup, UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, UU Kehutanan dan UU Pemda,” jelas Ota.

Elemen keenam, pendanaan yang adil dan berkelanjutan. Pendanaan dan pendistribusian manfaat yang adil adalah aspek penting dalam upaya rehabilitasi dan konservasi ekosistem karbon biru. “Pendanaan dan pendistribusian manfaat yang berkeadilan, untuk rehabilitasi, konservasi ekosistem karbon biru secara berkelanjutan, ini perlu dimanfaatkan, dengan pengelolaan blue carbon independent people sebagai penerima manfaat,” pungkas Ota.

Dalam kesempatan sama, ahli lingkungan Institut Penelitian Bogor (IPB), Prof Daniel Murdiyarso mengungkapkan bahwa inisiatif perdagangan karbon secara global yaitu Paris Agreement yang telah diratifikasi Indonesia dalam Undang-Undang 16 Tahun 2016. Dalam kesepakatan tersebut maka berlakulah sistem perdagangan secara internasional karbon.

Namun, dia menekankan pentingnya pengembangan karbon dengan tata kelola yang jelas, termasuk regulasi, lembaga pengawas, dan mekanisme finansial yang tepat. “Perdagangan atau trading carbon tidak akan berjalan tanpa governance yang jelas. Governance ini menyangkut kelembagaan, peraturannya dan mekanisme finansialnya,” tegas Daniel. 

Tags:

Berita Terkait