Pakar HTN Bedah Akar Masalah Putusan MA Soal Syarat Usia Kepala Daerah
Terbaru

Pakar HTN Bedah Akar Masalah Putusan MA Soal Syarat Usia Kepala Daerah

Sebab proses judicial review di MA dilakukan secara tertutup. Putusan tersebut bentuk kemunduran, bukan terobosan.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit

“Ini bukan sesuatu yang normal, tapi sudah by design,” ujarnya.

Kedua, MA bisa menjadi bagian dari alat kekuasaan, bagian dari strategi politik elektoral karena proses judicial review MA tidak dilakukan secara transparan. Berbeda dengan MK dimana proses pengujian permohonan judicial review dilakukan secara transparan, dan terbuka.

Proses pengujian peraturan perundang-undangan di bawah UU oleh MA dilakukan tanpa pengawalan para pihak dan publik secara umum. Kalangan masyarakat sipil sudah lama mendesak pimpinan MA untuk mengubah proses tersebut tapi tak digubris. Proses judicial review yang tertutup itu rawan terjadi pelanggaran dan penyelewengan.

Ketiga, soal syarat usia kepala daerah sudah jelas diatur dalam UU 10/2016 dimana syarat tersebut untuk tahap pencalonan, bukan pelantikan. Tapi putusan MA No.23 P/HUM/2024 justru mengubah ketentuan itu sehingga syarat usia tak lagi dihitung sejak pendaftaran calon tapi ketika dilantik.

Akan sulit dan rumit bagi KPU untuk menentukan kapan pelantikan calon kepala daerah terpilih, karena dari ratusan daerah yang menyelenggarakan pilkada jadwal pelantikannya berbeda-beda. “Putusan MA ini menimbulkan ketidakpastian hukum,” imbuhnya.

Putusan tidak progresif

Sementara Dosen Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Bivitri Susanti mencatat setidaknya 3 hal terkait putusan MA ini. Pertama, pertimbangan majelis hakim menekankan soal usia ditentukan sejak pelantikan atau jabatan itu eksis. Majelis hakim mendasarkan alasan itu pada UUD 1945.

Hal ini jelas keliru, sebab kewenangan judicial review oleh MA hanya menyasar peraturan perundang-undangan terhadap UU, bukan UUD 1945. Judicial review UU terhadap UUD 1945 merupakan kewenangan MK, bukan MA.

Kedua, Bivitri menegaskan KPU bertugas mengelola pendaftaran para calon yang berkontestasi dalam pemilihan. KPU tidak mengurusi soal pelantikan kepala daerah karena itu jadi ranah Presiden dan Sekretariat Negara. Majelis hakim dalam pertimbangan putusan justru menekankan agar KPU sesuai UU 10/2016 yakni menjalankan sesuai original intent beleid tersebut.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait