Pakar HTN: 2 Kejanggalan Putusan MA Tentang Syarat Usia Kepala Daerah
Terbaru

Pakar HTN: 2 Kejanggalan Putusan MA Tentang Syarat Usia Kepala Daerah

Putusan ini tidak tepat secara konsep judicial review karena membatalkan ketentuan yang sudah sesuai isinya dengan regulasi yang ada di atasnya. Soal syarat, sudah umum ada di tahap awal, bukan di tahap akhir.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit
Pakar HTN Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari.  Foto: RES
Pakar HTN Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari. Foto: RES

Kontestasi pemilihan umum (Pemilu) termasuk pemilihan kepala daerah (Pilkada) menjadi ajang para politisi untuk merebut simpati rakyat. Berbagai manuver politik juga berseliweran menghiasi pemberitaan di berbagai media. Tapi ternyata tak sekedar politisi yang mendapat sorotan publik ketika ajang pemilu/pilkada berlangsung, tapi juga lembaga pengadilan.

Sebelumnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.90/PUU-XXI/2023 mendapat perhatian publik karena membuka peluang anak sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil Presiden. Gibran pun sukses terpilih menjadi Wakil Presiden hasil pemilu 2024.

Kali ini giliran putusan Mahkamah Agung (MA) No.23 P/HUM/2024 yang dikritik banyak kalangan karena mengubah ketentuan syarat usia kepala daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d Peraturan KPU (PKPU) No.9 Tahun 2020 tentang Perubahan keempat atas PKPU No.3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota.

Putusan itu intinya mengubah syarat usia paling rendah 30 tahun untuk calon Gubernur dan wakil Gubernur dan 25 tahun untuk calon Bupati dan calon Wakil Bupati, calon Walikota dan calon Wakil Walikota yang sebelumnya terhitung sejak penetapan pasangan calon dan sekarang sejak pelantikan pasangan calon terpilih. Putusan itu terkesan janggal, apalagi diputus pada masa tahapan Pilkada 2024 sedang berlangsung.

Baca juga:

Pakar Hukum Tata Negara (HTN) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari mencatat setidaknya ada 2 hal yang membuat putusan MA itu janggal. Pertama, secara konsep judicial review (JR) putusan itu tidak tepat. Sebab, konsep pengujian peraturan perundang-undangan terhadap UU membahas soal kesesuaian.

Dalam perkara ini melihat kesesuaian antara Pasal 4 ayat (1) PKPU 9/2020 dengan Pasal 7 UU No.10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No.1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi UU.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait