Pakar: Tanggung Jawab Pidana Tak Bisa Dialihkan
Berita

Pakar: Tanggung Jawab Pidana Tak Bisa Dialihkan

Tetapi, orang tua bisa dibebankan untuk menanggung pidana tambahan seperti denda.

ALI
Bacaan 2 Menit
Pakar: Tanggung Jawab Pidana Tak Bisa Dialihkan
Hukumonline

Pakar Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Mudzakkir menjelaskan asas hukum pidana secara tegas mengatur bahwa tanggung jawab pidana itu tak bisa dialihkan kepada orang lain. Termasuk, jika pengalihan itu diberikan kepada keluarga si pelaku tindak pidana.

“Asas hukum pidana itu ya siapa yang berbuat maka dia yang bertanggung jawab,” ujarnya kepada hukumonline, Senin (9/9).

Asas ini, lanjut Mudzakkir, bukan hanya berlaku antara anak kepada orangtua seperti tabrakan yang menimpa anak musisi Ahmad Dhani, Abdul Qodir Jaelani, tetapi juga sebaliknya. “Misalnya, ada orangtua pikun melakukan tindak pidana, tanggung jawab pidananya tak bisa dialihkan ke anaknya,” tuturnya memberi ilustrasi.

Meski begitu, lanjut Mudzakkir, orang tua bisa dimintai pertanggungjawaban sosial kemanusiaan oleh korban. Salah satu bentuknya dengan mekanisme gugatan perdata. “Selain gugatan perdata, orangtua bisa dikenakan beban untuk pidana tambahan,” tuturnya.

Mudzakkir menjelaskan untuk pidana penjara memang tak bisa digantikan sama sekali, tetapi dalam hal pidana denda, orangtua bisa dikenakan beban untuk membayar. “Anak itu kan belum ada pekerjaan. Makanya, orangtua bisa dikenakan beban, tetapi itu bukan mengalihkan tanggung jawab pidana,” jelasnya.

Sebagai informasi, Dul tengah menjadi sentral pemberitaan. Pasalnya, Minggu (8/9), putra bungsu Ahmad Dhani dan Maia yang baru berusia 13 tahun itu dianggap bertanggung jawab atas insiden kecelakaan di jalan Tol Jagorawi yang mengakibatkan beberapa korban tewas dan terluka.

Tak Bisa Dipenjara
Lebih lanjut, Mudzakkir mengatakan meski UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menyatakan tanggung jawab pidana anak sejak usia 12 hingga 18 tahun, tetap saja tak memungkinkan untuk mengirim Abdul yang baru berusia 13 tahun ke penjara anak.

Pasal 69 ayat (2) UU ini menyatakan ‘Anak yang belum berusia 14 tahun hanya dapat dikenai tindakan’. Artinya, meski usianya telah melewati 12 tahun, tetapi usia Abdul belum cukup mencapai 14 tahun, sehingga dia hanya bisa dikenai tindakan, bukan pidana penjara.

Berdasarkan catatan hukumonline, dalam pembahasan UU Sistem Peradilan Anak ini terungkap adanya usulan dari PBB, melalui lembaga Unicef, untuk menaikkan tanggung jawab pidana ke usia 14 hingga 18 tahun. Namun, pemerintah dan DPR bergeming dengan tetap memasukkan usia 12 hingga 18 tahun ke dalam undang-undang. Akhirnya, sebagai jalan tengah, dimasukkan Pasal 69 ayat (2) ke undang-undang ini.

Mudzakkir yang ikut memberi masukan dalam pembahasan RUU ini mengaku sudah mengingatkan bahwa kondisi ini akan terjadi. Ia mengatakan kondisi di Indonesia, dimana anak kerap melakukan tindak pidana, berbeda dengan kondisi di negara lain.

“Misalnya, kejadiannya seperti sekarang. Ada lima orang yang meninggal. Pelakunya tak bisa dimasukan ke penjara anak, ya paling hanya ‘dipulangkan dan dididik ke orangtua’. Ini kan menciderai keadilan para korban,” tuturnya.

Mudzakkir mengaku sudah mengusulkan agar selain berdasarkan usia, kategori anak yang bisa dipidana penjara harus juga berdasarkan perbuatan. “Ya, usia 14 tahun, tapi ‘klep pengaman’ ini bisa dibuka bila kejahatan yang dilakukan sangat berat, seperti pembunuhan,” pungkasnya.

Sebelumnya, legislator di senayan justru berpendapat tanggung jawab pidana bisa dialihkan ke orangtua Dul, Ahmad Dhani. Ketua Komisi III I Gede Pasek Suardika meminta penyidik polisi membuat terobosan, tidak hanya menjerat Dul, tetapi juga orangtuanya.

“Dalam kasus ini bisa saja polisi membuat terobosan tersangkanya dilebihkan, tidak hanya dengan anak, tetapi orangtuanya dengan artian kenapa diberikan fasilitas itu,” ujarnya.

Anggota Komisi III dari PPP Ahmad Yani dan Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane punya pandangan yang sama dengan Pasek.

Tags:

Berita Terkait