Pakar: Pemerintahan Benny Wenda Tak Berdasarkan Hukum Internasional
Berita

Pakar: Pemerintahan Benny Wenda Tak Berdasarkan Hukum Internasional

Mengacu hukum internasional, deklarasi pemerintahan semestinya didahului adanya sebuah negara yang diakui masyarakat internasional. Tindakan membentuk pemerintahan sementara dalam negara dianggap tindakan makar sebagaimana diatur Pasal 106 jo Pasal 160 KUHP.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Hikmahanto Juwana. Foto: RES
Hikmahanto Juwana. Foto: RES

Dua hari terakhir, masyarakat Indonesia dikejutkan dengan deklarasi kemerdekaan Papua Barat. Bahkan telah dibentuk pemerintahan sementara Papua Barat. Tindakan mendeklarasikan sebuah pemerintahan dalam negara dinilai sebagai bentuk tindakan makar. Karena itu, aparat penegak hukum harus bertindak tegas.

Wakil Ketua DPR bidang Koordinator Politik dan Keamanan, Azis Syamsuddin, meminta Kepolisian untuk menindak tegas kelompok separatis tersebut. Adalah Ketua Gerakan Persatuan Pembebasan Papua Barat atau The United Liberation Movement for West Papua, Benny Wenda. Dalam seruannya, Benny menyatakan sebagai presiden sementara.

“Kepolisian wajib menindak tegas kelompok separatis yang ingin memecah belah NKRI. Lakukan langkah-langkah penegakan hukum,” pintanya kepada wartawan di Komplek Parlemen, Kamis (3/12/2020).

Bagi Aziz, deklarasi dan hasutan yang dilakukan Benny dikualifikasi sebagai perbuatan makar. Perbuatan Benny yang berdomisili di Inggris itu masuk dan memenuhi unsur Pasal 106 jo Pasal 160 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Pasal 106 KUHP menyebutkan, Makar dengan maksud supaya seluruh atau sebagian dari wilayah negara, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.

Sedangkan Pasal 160 KUHP menyebutkan, “Barangsiapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti baik ketentuan undang-undang maupun perintah jabatan yang diherikan berdasar ketentuan undang-undang, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”

Politisi Partai Golkar itu menilai tanah Papua merupakan bagian dari Hindia Belanda yang dimerdekakan pada 17 Agustus 1945. Sesuai asas uti possidentis jurisi. Artinya, batas wilayah suatu negara mengikuti batas wilayah negara saat masih dijajah. Dalam batas wilayah Indonesia mengikuti batas wilayah saat masih berstatus Hindia Belanda. Nah, tanah Papua berada di dalam wilayah Indonesia.

“Papua adalah bagian dari negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Papua adalah bagian integral yang tidak terpisahkan dari NKRI,” tegasnya.

Terpisah, Guru Besar Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI), Prof Hikmahanto Juwana berpandangan deklarasi pemerintahan sementara oleh The United Liberation Movement for West Papuatak ada dasarnya mengacu hukum internasional. Baginya momentum 1 Desember yang oleh kelompok pro Organisasi Papua Merdeka (OPM) selalu diperingati sebagai hari kemerdekaan Papua Barat. Oleh The United Liberation Movement for West Papuadimanfaatkan sebagai deklarasi pemerintahan sementara.

“Namun tidak ada kejelasan terkait tempat dan waktu deklarasi berdirinya negara tersebut.”

Berdasarkan hukum internasional, kata Prof Hikmahanto, yang dikenal adalah pendirian sebuah negara. Karena itu, semestinya ada pendirian sebuah negara terlebih dahulu untuk kemudian dilanjukan pembentukan pemerintahan. Menurutnya, menjadi aneh bila yang dideklarasikan adalah pemerintahan sementara tanpa adanya kejelasan negara mana yang diakui oleh masyarakat internasional.

Rektor Universitas Jenderal Ahmad Yani ini melanjutkan, negara-negara pasifik yang selama ini menunjukan dukungan terhadap kemerdekaan Papua Barat ini tak dapat dijadikan tolak ukur. Dia beralasan negara-negara tersebut tidak signifikan dalam pengakuan suatu negara. Prof Hikmahanto menyarankan agar pemerintah mengabaikan berbagai manuver The United Liberation Movement for West Papua.

Sebaliknya, Prof Hikmahanto mendorong agar aparatur penegak hukum seperti kepolisian memburu Benny Wenda agar diproses secara hukum. Sebab, tindakan Benny melalui organisasinya dan Organisasi Papua Merdeka di bumi Cenderawasih itu dapat dikategorikan dalam perbuatan makar. “Polri harus melakukan penegakan hukum, mengingat hal tersebut dikualifikasikan sebagai tindakan makar,” katanya.

Seperti diketahui, nama Benny Wenda bukan pemain baru di tanah Papua. Benny sempat dinilai berperan dalam kerusuhan akibat aksi unjuk rasa mahasiswa di Papua, 2019 lalu. Aksi unjuk rasa itu buntut dari peristiwa Malang dan Surabaya yang menyulut kemarahan warga Papua di bumi Cenderawasih. Deklarasi Papua Merdeka memang bukan kali pertama. Berbagai aksi yang membuat situasi keamanan di Papua kerap diganggu oleh OPM. Namun pemerintah tetap mempertahankan Papua menjadi bagian wilayah NKRI yang tak terpisahkan.

Tags:

Berita Terkait