Pagelaran ICC Indonesia Bahas Soal IKN Hingga Debat Ala Oxford
Utama

Pagelaran ICC Indonesia Bahas Soal IKN Hingga Debat Ala Oxford

Konferensi arbitrase tahunan ini diikuti oleh lebih dari 150 orang dengan latar belakang praktisi hukum, in-house counsel, dan profesi legal lainnya yang berdiskusi tentang praktik arbitrase internasional dan hubungannya dengan konteks Indonesia.

Willa Wahyuni
Bacaan 3 Menit
Acara International Chamber of Commerce (ICC) Indonesia Arbitration Day yang ke-5 di Jakarta, Rabu (5/7). Foto: WIL
Acara International Chamber of Commerce (ICC) Indonesia Arbitration Day yang ke-5 di Jakarta, Rabu (5/7). Foto: WIL

International Chamber of Commerce (ICC) Indonesia Arbitration Day yang ke-5 telah diselenggarakan di Jakarta pada Rabu (5/7). Konferensi interaktif ini dihadiri oleh praktisi hukum dari Indonesia dan luar negeri, berkumpul untuk mendiskusikan topik-topik hangat seputaran arbitrase di Indonesia.

Pada Konferensi ke-5 ini terdapat 4 sesi dengan 4 tema besar dengan panel pembicara yang berasal dari Indonesia, Singapura, dan Malaysia, serta diikuti oleh lebih dari 150 orang peserta dengan latar belakang praktisi hukum, in-house counsels, dan profesi legal lainnya yang berdiskusi tentang praktik arbitrase internasional dan hubungannya dengan konteks Indonesia. 

“Untuk mendukung perkembangan Arbitrase dan Alternative Dispute Resolution(ADR) di Indonesia, acara ini  membahas perkembangan Arbitrase dan ADR yang saat ini yang dibagi dalam beberapa sesi dengan tema mengenai peran arbitrase dan ADR di Ibu Kota Baru, menyatukan yurisdiksi hukum umum dan sipil yaitu produksi dokumen dalam proses arbitrase, menemukan jalan tengah penyelesaian perselisihan para pihak, serta debat ala Oxford dengan tema haruskah arbitrase untuk perselisihan yang melibatkan kepentingan publik dilakukan secara transparan,” ujar Frans Hendra Winarta selaku Ketua Arbitrase dan Komisi Alternative Dispute Resolution ICC Indonesia sekaligus Managing Partner Frans Winarta & Partners saat membuka 5th ICC Indonesia Arbitration Day di Jakarta.

Baca Juga:

Sesi pertama membahas mengenai rencana pemerintah Indonesia untuk memindahkan fungsi administrasi dari Jakarta Ibu Kota Baru di Kalimantan Timur yang kemungkinan akan mengarah pada peningkatan pembangunan infrastruktur, pertumbuhan ekonomi, dan investasi asing di wilayah tersebut. 

Lantaran banyak proyek sedang diuji cobakan di Nusantara, lanskap ekonomi baru diatur untuk menarik investor dan pemain industri lainnya yang pasti mengarah pada munculnya perselisihan di masa depan. Panelis dalam sesi ini mengeksplorasi peran penting arbitrase & ADR dalam menangani sengketa yang timbul dari proyek Nusantara, baik sebagai mekanisme penyelesaian sengketa utama maupun sebagai alat pelengkap litigasi.

Tema kedua membahas mengenai perlengkapan yang sangat substansial dalam proses arbitrase baik di yurisdiksi hukum umum maupun perdata, yang mana pembuatan dokumen masih mengundang perdebatan kontroversial di antara pengguna dan klien. 

Dengan aturan IBA tentang pengambilan bukti arbitrase internasional (Aturan IBA) dianggap berpusat pada hukum umum. Sedangkan aturan tentang pelaksanaan proses yang efisien dalam arbitrase internasional (Aturan Praha) dianggap sebagai hukum perdata terpusat. Pihak-pihak dari yurisdiksi yang berbeda tetap terbagi atas penggunaan kedua peraturan tersebut dan belum menentukan mana yang terbaik dalam hal alat pengendalian waktu dan biaya. 

Panel dalam sesi ini membahas topik tersebut dari perspektif common law dan civil law serta memberikan tips-tips praktis kepada pihak-pihak Indonesia dalam pembuatan dokumen, baik di tingkat domestik maupun internasional.

Kemudian sesi ketiga membahas mengenai banyaknya yang telah dilakukan tentang pencegahan dan penyelesaian perselisihan. Salah satu aspek dari mekanisme ini yang sering diabaikan adalah penyelesaian para pihak.

Dalam sesi ini, panel membahas dampak penyelesaian tersebut terhadap persidangan, baik dari segi efisiensi maupun prosedural, serta berbagi kiat-kiat praktis untuk mencapai penyelesaian sengketa yang memuaskan.

“Arbitrase merupakan konsensus yang hanya dapat dilakukan jika para pihak telah setuju untuk melakukannya. Bagi pihak yang tidak paham mengenai arbitrase bisa menunjuk pihak ketiga yang netral yang akan membantu para pihak itu dalam mencapai penyelesaian yang ekonomis,” ujar Christopher Mainwaring Taylor Partner dari Allen & Overy Singapore dalam sesi paparannya.

Lalu, sesi keempat adalah debat ala Oxford yang bertujuan untuk membongkar dan menyanggah transparansi dalam arbitrase dan mengeksplorasi batasan dan tantangan yang terkait dengan pencapaiannya. Pembicara akan mewakili House A dan House B dan menyampaikan pandangan mereka untuk menemukan keseimbangan antara transparansi dan kerahasiaan ketika menyangkut kepentingan publik.

“Baik tentang keseimbangan transparansi, itu secara efektif bergantung pada prinsip-prinsip yang sudah kita miliki tentang integritas dalam mempertahankan yang benar. Saya pikir para arbitrer dalam mengambil keputusan untuk perselisihan yang melibatkan kepentingan publik dilakukan secara transparan atau tidak sudah cukup serius, dan mereka pasti memikirkan bagaimana melakukannya dengan baik,” ucap Suraj Sajnani selaku Senior Associate, King & Wood Mallesons.

Pada penyelenggaraan di tahun kelima ini, 5th ICC Indonesia Arbitration Day memfokuskan diri untuk membangun ruang diskusi untuk bertukar ilmu, membahas tren, dan mencari solusi atas permasalahan kontemporer dalam bidang arbitrase.

Tags:

Berita Terkait