Pada 26-28 November, Perusahaan Diminta Tak Lakukan Corporate Action
Berita

Pada 26-28 November, Perusahaan Diminta Tak Lakukan Corporate Action

26 November menjadi hari krusial penyelesaian transaksi efek T+2. SRO mengusahakan agar tidak terdapat recording date aksi korporasi pada masa transisi T+2 (26, 27 dan 28 November 2018). Recording date akan berjalan normal kembali pada 29 November 2018.

Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit
Sosialisasi percepatan settlement cycle dari T+3 menjadi T+2 dalam transaksi efek di pasar modal. Foto: HMQ
Sosialisasi percepatan settlement cycle dari T+3 menjadi T+2 dalam transaksi efek di pasar modal. Foto: HMQ

Percepatan settlement cycle dari T+3 menjadi T+2 dalam transaksi efek di pasar modal akhirnya akan mulai diterapkan Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 26 November 2018 mendatang. Tren global yang telah beralih ke T+2 tentu menuntut Bursa Indonesia untuk Ikut menerapkan T+2 demi penyesuaian kecepatan penyelesaian transaksi dengan sekitar 23 bursa asing seperti US, UK, EU, Hongkong, Saudi Arabia, Australia, Rusia, Thailand dan lainnya.

 

“Agar nasabah asing mudah menempatkan portofolionya, jadi tidak ada time lack  ketika mereka switching portofolio dari negara mereka ke negara kita. Selama ini kan ada delay 1 hari karena kita masih gunakan T+3 sehingga ada perbedaan waktu settlement,” begitu alasan Kepala Divisi Operasional Perdagangan PT BEI, Irvan Susandy.

 

Dari sisi perpindahan efek dan dana terutama bagi nasabah asing, kata Irvan, jelas peralihan ke T+2 dapat meningkatkan likuiditas dari transaksi itu sendiri. Diinformasikan Irvan, untuk hari terakhir perdagangan menggunakan siklus T+3 jatuh pada Jum’at, 23 November 2018, dengan begitu pada 24 November akan dilakukan pengujian pre-live oleh Self Regulatory Body (SRO), Anggota Bursa (AB) dan Bank Kustodian (BK).

 

Demi memastikan kesiapan SRO, AB dan BK ini, Irvan menyebut pihaknya telah meminta kepada AB dan BK untuk menyampaikan perubahan ini kepada klien mereka, bahkan BEI telah melakukan pengujian yang telah dilakukan sejak tanggal 26 Agustus bersama AB dan BK. Di situ, kesiapan yang mereka lakukan serta berbagai persoalan yang muncul dicarikan jalan keluarnya. Sekalipun mengaku telah siap, Irvan juga menyadari bahwa implementasi T+2 nantinya memang akan berhimpit dengan penyelesaiaan T+3.

 

“Karena itu kita akan menyiapkan semacam call centre di mana AB dan BK bisa mengontek kita kapanpun untuk me-resolve problem yang mereka  hadapi, SRO sudah menyiapkan help desk centre nya,” kata Irvan, Rabu (31/10).

 

(Baca: BEI Siapkan Aturan Papan Khusus Saham UKM)

 

Yang perlu diingat oleh masing-masing perusahaan yang listing, bahwa dalam rangka peralihan menuju T+2 perusahaan tidak diperkenankan melakukan corporate action pada 26, 27 dan 28 November. Adanya imbauan untuk tidak lakukan aksi korporasi itu, kata Irvan, demi mencegah dampak kompleksitas terhadap perubahan sistem. Perihal larangan aksi korporasi dalam 3 hari tersebut, Irvan menyebut bahwa BEI telah menyampaikannya kepada OJK sejak bulan Juli lalu.

 

“Jadi SRO mengusahakan tidak terdapat recording date aksi korporasi pada masa transisi T+2 (26,27 dan 28 November 2018). Recording date akan berjalan normal kembali pada 29 November 2018,” kata Irvan.

 

Sekadar Informasi, aksi korporasi yang ditiadakan jadwalnya pada 3 hari krusial tersebut terdiri dari Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD), Dividen Tunai, Dividen Interim Tunai, Dividen Saham dan Saham Bonus.

 

(Baca Juga: Komisaris Independen Punya Peran Tangkal ‘Intervensi’ Pemegang Saham Pengendali)

 

Adakah negara yang gagal pada hari krusial pelaksanaan settlement T+2? Mengingat mekanisme yang dianut masing-masing negara berbeda-beda, maka kompleksitas yang dialami oleh masing-masing negara pun berbeda. Umumnya, kata Irvan, pasti tidak ada negara yang mengakui gagal, hanya yang mereka akui adalah adalanya delay atau postpone.

 

Yang jelas once kita sudah jalan T+2 di hari h, kita ga akan bisa back,” kata Irvan.

 

Kadiv Perencanaan Strategis dan Manajemen Proyek KPEI, Jerry Parulian menambahkan bahwa tidak ada satupun negara yang sudah implementasi T+2 lalu balik kembali pada sistem T+3. Itulah mengapa untuk memastikan tidak terjadinya kegagalan dalam penerapan sistem ini, maka harus dipastikan bahwa semua pihak AB,BK, SRO sebagai critical area kerjasama pelaksanaan T+2 sudah siap. Bahkan untuk menentukan tanggal 26 sebagai hari pertama T+2, Jerry menyebut hal itu sudah melalui beberapa diskusi yang cukup panjang.

 

“Bahkan kami juga telah melakukan conference call dengan investor asing, jadi kami cukup yakin bahwa institusional investor sudah kami announce jauh-jauh hari,” ungkap Jerry.

 

Hal itu penting dilakukan, mengingat potensi default pada hari pertama T+2 justru lebih mengarah pada nasabah asing, utamanya institusional. Sehingga, kata Jerry, dengan sosialisasi yang sudah dilakukan oleh BEI, AB dan BK sejak jauh-jauh hari, diharapkan pada hari krusial implementasi T+2 maka rebalancing dapat berjalan dengan mulus.

 

Perwakilan KSEI, Wagito menyebutkan dalam mendukung kesuksesan perpindahan sistem ini, unsur terpenting yang harus diperhatikan memang berasal dari kesadaran dan kesiapan Anggota Bursa (AB) dan Bank Kustodi (BK).

 

“Dari sistem kami sudah bisa berjalan seperti biasanya, tapi paling penting adalah awareness dari bank kustodi dan perusahaan efek,” tukas Wagito.

 

Tags:

Berita Terkait