Outsourcing Bukan Hanya Untuk Lima Jenis Pekerjaan
Berita

Outsourcing Bukan Hanya Untuk Lima Jenis Pekerjaan

Jenis pekerjaan lain dapat di-outsourcing dengan menggunakan mekanisme pemborongan pekerjaan.

ADY
Bacaan 2 Menit
Outsourcing Bukan Hanya Untuk Lima Jenis Pekerjaan
Hukumonline

Direktur Persyaratan Kerja, Kesejahteraan dan Analisis Diskriminasi Kemnakertrans, Sri Nurhaningsih, mengatakan banyak pihak yang terkecoh sehingga mengartikan outsourcing hanya dapat dilakukan untuk limajenis pekerjaan. Padahal, mengacu pasal 64 UU Ketenagakerjaan, semua jenis pekerjaan yang masuk dalam kategori kegiatan penunjang boleh di-outsourcing. Penyerahan sebagaian pekerjaan kepada perusahaan lain atau dikenal dengan outsourcing itu menurut Nurhaningsih dapat dilakukan lewat pemborongan pekerjaan.

Namun, mengacu Permenakertrans No.19 Tahun 2012 tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan PekerjaanKepada Perusahaan Lain, ada pembatasan di 5 jenis pekerjaan untuk outsourcing yang menggunakan mekanisme PPJP. Walau dibatasi, Nurhaningsih mengatakan untuk bidang pertambangan dan perminyakan, jabatan yang dapat di-outsourcing lewat PPJP tergolong lebih luas. Menurutnya, bermacam jenis jabatan itu termaktub dalam beberapa Peraturan Menteri ESDM.

Sedangkan jenis pekerjaan lain di luar 5 jenis yang dibatasi dalam PPJP itu menurut Nurhaningsih dapat di-outsourcing dengan menggunakan mekanisme pemborongan pekerjaan. Walau begitu, perusahaan pemberi pekerjaan bisa melakukan outsourcing pada 5 jenis pekerjaan yang dibatasi itu dapat dilakukan lewat pemborongan pekerjaan. Misalnya, sebuah bank sebagai pemberi pekerjaan, memborongkan pekerjaan kebersihan dan pengamanan kepada perusahaan lain yang bergerak di bidang tersebut.

Menurut Nurhaningsih, hal itu dapat dilakukan. Di samping itu, pekerjaan yang diborongkan juga dapat disubkontrak. Sebab lewat mekanisme pemborongan itu, perusahaan yang menerima pemborongan pekerjaan akan menyediakan segala yang dibutuhkan perusahaan pemberi pekerjaan. Mulai dari SDM, peralatan, sampai sarana dan prasarananya. “Tapi kalau PPJP tidak bisa disubkontrak karena orangnya (pekerja outsourcing,-red) yang dipekerjakan,” katanya dalam pelatihanyang digelar hukumonline di Jakarta, Selasa (8/10).

Sayangnya, Nurhaningsih melanjutkan, dinas ketenagakerjaan di beberapa daerah dinilai kurang paham perihal tersebut. Sehingga, perusahaan pemberi pekerjaan yang ingin memborongkan pekerjaan di limajenis pekerjaan yang dibatasi dalam PPJP, sulit atau tidak diberi izin operasional.

Walau begitu, Nurhaningsih mengakui ada beberapa jenis pekerjaan yang berada di wilayah abu-abu. Sehingga dinilai sulit menentukan apakah berada di jenis kegiatan penunjang atau inti. Sekalipun dikategorikan penunjang, Nurhaningsih melihat tidak jarang muncul kebingungan apakah dapat di-outsourcing dengan mekanisme PPJP atau tidak. Misalnya, sekretaris dan kurir, menurut Nurhaningsih, kedua jenis pekerjaan itu tidak dapat di-outsourcing menggunakan mekanisme PPJP, tapi bisa dengan pemborongan pekerjaan.

Di samping menggunakan mekanisme PPJP atau pemborongan pekerjaan, Nurhaningsih menjelaskan dalam menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain dapat juga dilakukan dengan cara bisnis to bisnis. Misalnya, dalam mengadakan makanan untuk pekerja, perusahaan membeli langsung ke restoran. Atau dalam soal angkutan bagi pekerja, perusahaan dapat memesan langsung ke perusahaan jasa transportasi seperti perusahaan taksi atau penyewaan mobil. Menurutnya, untuk membedakan apakah kegiatan yang dilakukan itu pemborongan pekerjaan atau bisnis to bisnis penentuannya ada di surat perjanjian.

Sedangkan, untuk menentukan jenis pekerjaan penunjang yang dapat di-outsourcing menggunakan pemborongan pekerjaan menurut Nurhaningsih harus dibuat terlebih dahulu alur pelaksanaan kegiatan di perusahaan pemberi pekerjaan. Alur kegiatan itu menurut Nurhaningsih ditentukan oleh perusahaan itu sendiri namun dibahas dalam asosiasi sektor usaha.

Sedangkan asosiasi sektor usaha itu dibentuk oleh sejumlah perusahaan yang bergerak di sektor yang sama. Namun, tidak menutup kemungkinan ada sebuah perusahaan yang memiliki alur kegiatan lebih dari satu jenis. Sehingga, dimungkinkan bagi sebuah perusahaan bergabung dengan lebih dari satu asosiasi sektor usaha. Namun, alur kegiatan yang digunakan harus satu jenis sebagaimana alur yang ada dan dibutuhkan di perusahaan yang bersangkutan.

Mengenai persyaratan pemborongan pekerjaan, sebagaimana Permenakertrans Outsourcing, Nurhaningsih mengingatkan perusahaan penerima pemborongan harus berbadan hukum. Selain itu harus memiliki tanda daftar perusahaan dan bukti wajib lapor. Syarat lainnya, kegiatan pemborongan pekerjaan harus terpisah dari kegiatan utama. Baik itu manajemennya ataupun pelaksanaan kegiatan. Namun, bukan berarti pelaksanaan pemborongan itu dilakukan di tempat yang terpisah tapi dapat dilakukan di satu lokasi yang sama.

Misalnya, di sebuah perusahaan mobil, jenis kegiatan intinya merakit mobil, namun pengecatannya diborongkan. Mengingat kegiatan pengecatan itu tidak memungkinkan dilakukan di luar lokasi perusahaan pemberi pekerjaan, maka penerima pemborongan dapat melakukannya di tempat yang sama. Sedangkan ketika memberikan instruksi, perusahaan pemberi pekerjaan dapat memberikan perintah secara langsung atau tidak.

Namun, perusahaan penerima pemborongan pekerjaan harus menempatkan manejemennya yang bertindak sebagai pengawas di lokasi pelaksanaan pekerjaan. Sehingga, ketika terjadi persoalan terkait pelaksanaan pemborongan pekerjaan, perusahaan pemberi pekerjaan dapat berkomunikasi dengan manajemen dari perusahaan penerima pemborongan itu. “Jadi si pengawas vendor (perusahaan penerima pemborongan pekerjaan,-red) itu yang menegur pekerjanya,” paparnya.

Mengenai outsourcing yang menggunakan mekanisme PPJP, Nurhaningsih menekankan perusahaan pemberi pekerjaan harus memperhatikan bahwa PPJP harus berbentuk PT. Izinnya diterbitkan dinas ketenagakerjaan tingkat provinsi di tempat PPJP itu beroperasi dan berlaku tiga tahun. Sekalipun PPJP itu beroperasi secara nasional, maka di setiap cabangnya harus mengantongi izin dari dinas ketenagakerjaan setempat. Untuk itu perusahaan yang ingin menggunakan PPJP, Nurhaningsih mengimbau agar kerjasama itu dijalin dengan PPJP yang ada di daerah yang bersangkutan. Tak ketinggalan mekanisme PPJP tidak boleh di subkontrak.

Untuk perusahaan pemberi pekerjaan atau outsourcing yang melanggar ketentuan sebagaimana ditetapkan Permenakertrans Outsourcing, Nurhaningsih mengatakan ada sanksi yang bakal dijatuhkan. Misalnya, perusahaan pemberi pekerjaan yang belum menetapkan alur kegiatan tapi sudah memberikan pemborongan pekerjaan kepada perusahaan lain. Maka, status pekerja dari perusahaan pemborongan itu beralih menjadi pekerja tetap di perusahaan pemberi pekerjaan. Jika pelanggaran dilakukan perusahaan outsourcing, maka izin operasionalnya dapat dicabut Disnakertrans.

Sebelumnya, Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI), Timboel Siregar, menengarai pemerintah membuka celah bagi pengusaha untuk meng-outsourcing jenis pekerjaan penunjang secara luas. Sehingga, outsourcing tidak hanya di 5 jenis pekerjaan. Hal itu dilakukan lewat mekanisme pemborongan pekerjaan. Begitu pula dengan penetapan alur kegiatan yang diserahkan kepada asosiasi sektor usaha. Menurutnya hal itu sebagai pengkondisian yang diciptakan pemerintah untuk membuka seluas-luasnya jenis pekerjaan yang bisa di-outsourcing.

“Sia-sia saja pembatasan dan penetapan 5 jenis pekerjaan yang boleh di-outsourcing sebagaimana tercantum dalam Permenakertrans No.19 Tahun 2012 tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain,” tegas Timboel.

Tags: