OTT Tanpa Izin Dewan Pengawas KPK, Bolehkah?
Berita

OTT Tanpa Izin Dewan Pengawas KPK, Bolehkah?

Ada proses peralihan dari pejabat lama ke pejabat baru, dari UU lama ke UU baru.

Aji Prasetyo/ANT
Bacaan 2 Menit
Lima orang anggota Dewan Pengawas KPK. Foto: RES
Lima orang anggota Dewan Pengawas KPK. Foto: RES

Lima anggota Dewan Pengawas KPK telah dilantik Presiden Joko Widodo pada 20 Desember lalu. Mereka adalah Tumpak Hatorangan Panggabean, Artidjo Alkostar, Albertina Ho, Syamsudin Haris, dan Harjono. Sesuai dengan UU No. 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, Dewan Pengawas bertugas antara lain mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK. Jika misalnya penyidik KPK ingin menyadap seseorang yang diduga melakukan tindak pidana, penyidik KPK harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari Dewan Pengawas.

 

Bagaimana dengan operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada awal tahun 2020 ini? Seperti diketahui KPK telah melakukan dua kali OTT. Operasi pertama terhadap Bupati Sidoarjo Saiful Ilah dan anak buahnya; dan operasi kedua terhadap komisioner KPU berinisial WS (diduga Wahyu Setiawan).

 

Kedua OTT ini menepis kekhawatiran sejumlah kalangan sebelumnya bahwa di era kepemimpinan Firli Bahuri dan kawan-kawan, OTT tak akan terjadi lagi. Sejak awal komisioner KPK memang menyatakan ingin mendahulukan pencegahan ketimbang penindakan. Selain itu, substansi UU No. 19 Tahun 2019 dinilai membuat KPK sulit melakukan OTT karena status pimpinan KPK yang berbeda dari regulasi sebelumnya.  Kedua OTT untuk sementara seolah menepis keraguan para aktivis antikorupsi.

 

(Baca juga: Suap Bupati Sidoarjo Terkait Proyek Infrastruktur)

 

Sebelum terkena OTT, aktivitas Bupati Sidoarjo Saiful Ilah sudah dipantau KPK. Ketika yang bersangkutan bepergian ke Padang pun sudah diikuti anggota tim penyidik KPK. Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata tak menampik bahwa KPK juga sudah melakukan penyadapan komunikasi Bupati Sidoarjo dua periode itu. Masalahnya, Pasal 12B UU No. 19 Tahun 2019 menegaskan penyadapan harus mendapat izin tertulis dari Dewan Pengawas. Ternyata, Dewan Pengawas diduga tidak diberi tahu terlebih dahulu penyadapan dan tindakan OTT terhadap Bupati Sidoarjo.

 

Alexander Marwata mengakui penyadapan Saiful Ilah tanpa izin lebih dahulu dari Dewan Pengawas KPK. Bolehkah tanpa izin? Lalu, sahkah penangkapan sang bupati? Jawaban atas pertanyaan itu datang dari Alexander Marwata. Menurut Wakil Ketua KPK ini, penyadapan dalam perkara Bupati Sidoarjo sudah dilakukan pada masa jabatan pimpinan KPK Agus Rahardjo dkk. Demikian pula tanda tangan Surat Perintah Penyadapan (Sprindap), dilakukan pada periode sebelumnya. Ketika itu, Dewan Pengawas belum dilantik Presiden. "Sprinlidik sudah lama, apa Sprindap ijin Dewas (Dewan Pengawas)? Terakhir Sprindap ditandatangan sebelum pimpinan sebelumnya selesai menjabat,” jelasnya.

 

Ia menambahkan Sprindap di KPK berlangsung 1 bulan. Jika pimpinan KPK menandatangani surat pada 15 Desember (2019), itu berarti sampai sekarang masih berlaku. “Jadi masih menggunakan Sprindap sebelumnya. Kalau ditandatangani pada 15 Desember tentu Dewas belum dilantik. Jadi masih ditandatangani periode sebelumnya," ujar Alexander dalam konferensi pers di gedung Merah Putih, Kuningan Jakarta Selatan. 

 

Alex juga menjelaskan proses hukum terhadap Bupati Saiful juga memakan waktu yang lama, sekitar satu tahun. Tim KPK bukan hanya melakukan penyadapan, pihaknya juga mendapat informasi dari pegawai Kabupaten Sidoarjo adanya dugaan korupsi yang dilakukan kepala daerah. Bahkan Tim juga mengikuti kemana Saiful pergi hingga ke Padang, Sumatera Barat. 

 

Selain mengenai penyadapan, mekanisme tentang siapa yang menandatangani Surat Perintah Penyidikan terhadap Bupati dan tersangka lainnya juga cukup menarik. Sebab di Pasal 21 UU No. 19 Tahun 2019 tidak lagi disebutkan pimpinan merupakan penyidik dan penuntut umum. Ini berbeda dengan UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK yang menyebut pimpinan merupakan penyidik dan penuntut umum.

 

Alexander Marwata punya jawaban atas persoalan ini. Ia meminta dalam membaca suatu undang-undang termasuk UU KPK tidak parsial, tetapi harus utuh sebagai satu kesatuan. Pimpinan KPK petahana ini memang mengakui tidak disebutkan secara eksplisit mengenai pimpinanan merupakan penyidik dan penuntut, tetapi jika dibaca menyeluruh cerminan pimpinan sebagai penyidik dan penuntut jelas terlihat. 

 

Sprindik ditandatangani oleh Pimpinan KPK. Berdasarkan Undang-Undangm organ KPK adalah Dewas, Pimpinan dan Pegawai. Pimpinan mengangkat penyidik, penyelidik dan penuntut.  “Meskipun secara eksplisit disebut dalam UU KPK pimpinan tidak lagi penyidik dan penuntut atau tidak disebutkan pimpinan KPK penanggung jawab tertinggi di KPK kalau kita baca keseluruhan masih tercermin pimpinan penanggung jawab tertinggi komisi," jelasnya. 

 

Timbulnya sejumlah keraguan mengenai prosedur OTT yang dilakukan KPK tidak membuat Alex khawatir jika nanti para tersangka mengajukan upaya praperadilan untuk menguji keabsahan prosedural. Ia mempersilahkan para pihak terkait untuk menempuh jalur tersebut karena memang diperbolehkan oleh undang-undang. "Itu hak dari para tersangka untuk mengajukan praperadilan. Kalau ada yang keberatan terhadap penandatanganan sprindik silahkan praperadilan. Nanti kita jawab. Apa khawatir? Tidak, tidak khawatir itu hak tersangka kalau merasa apa yang dilakukan KPK tidak sesuai prosedur," pungkasnya. 

 

(Baca juga: Komisionernya Kena OTT, KPU Hormati Proses Hukum)

 

Alex juga menyatakan OTT ini sama sekali tidak berkaitan dengan kritik yang disampaikan para pegiat antikorupsi beberapa waktu lalu yang menyatakan KPK berada di titik nadir. Bahkan Indonesia Corruption Watch berkata Firli Bahuri, Nurul Ghufron, Alexander Marwata, Lili Pintauli Siregar dan Nawawi Pomolango merupakan pimpinan terburuk dalam sejarah KPK.

 

Menurutnya, kegiatan penindakan yang dilakukan KPK merupakan jawaban dari informasi dan laporan masyarakat bahwa ada dugaan korupsi di daerah. "Saya tidak melihat ini jawaban tapi proses penyelidikan terhadap kasus di Siduarjo sudah lama satu tahun baru kena OTT 2020 bukan satu hal seketika apa ini jawaban? Tidak, kalau tidak ada OTT kita tidak risau tapi Pimpinan tidak mengabaikan laporan masyarakat kalau ada kejahatan korupsi di daerah tetap akan kita tindak lanjuti inilah jawaban dari info masyarakat bukan kritik dari masyarakat.

 

Mengenai izin Dewan Pengawas, Menkopolhukam Mahfud MD sebelumnya mengaku yakin kalau OTT terhadap Bupati Sidoarjo telah mendapat izin dari Dewan Pengawas. Bahwa diintipnya sejak dulu ya mungkin. Tetapi, bahwa kebijakan boleh OTT itu sejak tanggal 19 Desember sepenuhnya kewenangan Dewas. Ternyata OTT ini tidak bocor dan bisa dilakukan," kata Mahfud seperti dilansir Antara.

Tags:

Berita Terkait