Dilema dari posisi dan keistimewaan dari Yogyakarta ini dicoba dijawab melalui RUU Keistimewaan Yogyakarta yang dirancang oleh DPRD DI Yogyakarta. Untuk itu penting untuk melihat kewenangan yang digagas dalam RUU Keistimewaan Yogyakarta ini.
No | Isi Otonomi | Pengaturan |
1 | Status Daerah Otonomi | Diatur melalui RUU Keistimewaan Yogyakarta |
2 | Status dan Kewenangan DPRD | Diatur melalui UU Otonomi Daerah yang umum; tidak mempunyai kewenangan eksklusif |
3 | Peradilan dan penegakan hukum | Diatur melalui UU nasional yang berlaku; tidak mempunyai kewenangan eksklusif |
4 | Perpajakan | Diatur melalui UU Otonomi Daerah yang umum; tidak mempunyai kewenangan ekskulsif |
5 | Kerjasama Internasional | -; tidak mempunyai kewenangan ekskulsif |
6 | Kewenangan Eksklusif | Pertanahan, Budaya serta kewenangan lain yang telah diatur melalui UU Otonomi Daerah |
7 | Pembagian Keuangan | Diatur melalui UU Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah; tidak mempunyai kewenangan ekskulsif |
8 | Kepala Eksekutif | Penetapan oleh DPRD Propinsi: hanya Sultan/Pakualam dan/atau kerabatnya yang berhak menduduki posisi eksekutif |
Dari sisi pengaturan otonomi, tidak tampak adanya perbedaan antara keistimewaan yang akan dipunyai oleh Yogyakarta dengan otonomi yang dinikmati oleh propinsi lain yang tidak berstatus istimewa. Hal ini berbeda dengan status yang saat ini dinikmati oleh Aceh dan Papua. Keistimewaan Yogyakarta hanya tampak pada pengisian posisi kepala dan wakil kepala eksekutif di Yogyakarta yang hanya bisa ditempati oleh Sultan/Pakualam dan/atau kerabat kerajaan dan juga kewenangan di bidang pertanahan (yang dikenal dengan sultan grond) dan juga budaya.
Dari sisi hukum akan sangat sayang apabila keistimewaan Yogyakarta hanya istimewa di tiga isu tersebut, karena sangat banyak kekhasan yang bisa diatur melalui UU Keistimewaan Yogyakarta. RUU Keistimewaan Yogyakarta dapat dinyatakan sebagai low degree of autonomy.
*) Penulis adalah alumnus Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung. Tulisan ini merupakan pandangan pribadi.