OSS Tak Memangkas Wewenang Daerah? Begini Penjelasannya
Berita

OSS Tak Memangkas Wewenang Daerah? Begini Penjelasannya

Diperlukan pengawasan yang efektif untuk memastikan komitmen perizinan dilaksanakan.

Fitri N. Heriani
Bacaan 2 Menit

Merujuk kepada UU No. 23 Tahun 2009 tentang Pemerintahan Daerah, lanjut Redi, beberapa perizinan yang dilakukan di daerah seperti izin lokasi, tetap menjadi kewenangan daerah. Dan izin tersebut tetap dikeluarkan oleh pemerintah daerah setelah izin komersil atau izin operasional diterbitkan.

“Izin lokasi di UU 23 itu wajib dan kewenangan pemda, artinya izin lokasi kewenangan dari pemda tetap dimiliki oleh pemohon izin usaha, diizinkan dulu izin operasional dan komersil, izin lain menyusul dalam jangka waktu. Dengan izin itu dia bisa mengajukan pembiayaan, melakukan perencanaan berusaha, jadi sudah ada kepastian berusaha, tinggal syarat-syarat itu harus disegerakan, dan di OSS dengan satu dokumen keluar berbagai macam izin, dengan satu dokumen dia butuh izin listrik keluar, domisili keluar, terkait dengan izin pendirian badan usaha keluar, kalau dulu ngurus dokumen masuki satu-satu terlebih dahulu,” jelasnya.

Redi memberi catatan, pelaksanaan OSS harus diawasi secara efektif. Kekhawatirannya adalah ketika komitmen untuk memenuhi segala persyaratan tidak dilakukan oleh investor. Jika itu terjadi maka pemerintah harus secara tegas mencabut izin komersil atau operasinal yang sudah dikeluarkan.

(Baca juga: Apindo: Fungsi PTSP dan OSS Harus Diperjelas).

Lalu, siapa pihak yang berwenang menerbitkan izin melalui sistem OSS? Jika merujuk kepada Pasal 18 dan Pasal 19 PP No. 24 Tahun 2018, penerbit perizinan berusaha diterbitkan oleh menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/walikota sesuai kewenangannya yang pelaksanaanya wajib dilakukan melalui lembaga OSS.

Lembaga OSS berdasarkan ketentuan dalam PP No. 24 Tahun 2018 untuk dan atas nama menteri, pimpinan lembaga, gubernur, bupati/walikota menerbitkan perizinan berusaha. Penerbitan perizinan berusaha oleh lembaga OSS dilakukan dalam bentuk dokumen elektronik yang disertai dengan tanda tangan elektronik. Dokumen elektronik berlaku sah dan mengikat berdasarkan hukum serta merupakan alat bukti yang sah.

Proses pelaksanaan perizinan berusaha dijelaskan dalam Pasal 20. Langkah pertama yang harus dilakukan pengusaha adalah dengan melakukan pendaftaran, kemudian lembaga OSS menerbitkan izin usaha dan penerbitan izin komersial atau operasional berdasarkan komitmen.

Kemudian pelaku usaha melakukan pemenuhan komitmen izin usaha dan pemenuhan komitmen izin komersial atau operasional. Pelaku usaha melakukan pembayaran biaya seperti PNBP aatau pajak/retribusi daerah dan lembaga OSS melakukan fasilitasi kepada pelaku usaha (terutama UMKM) untuk mendapatkan perizinan berusaha melalui sistem OSS. Kementerian, lembaga, pemda, melakukan pengawasan atas pemenuhan komitmen izin usaha dan pemenuhan komitmen izin komersil atau operasional, pembayaran, dan pelaksanaanya.

Staf Khusus Kemenko Perekonomian, Edy Putra Irawady menjelaskan bahwa pelaksanaan OSS memangkas prosedur perizinan yang dahulu berbelit-belit. Ia mencontohkan, jika dulu perusahaan di kawasan industri harus memenuhi Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) untuk mendapatkan izin. Dengan mekanisme OSS, pelaku usaha cukup memenuhi Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL).

“Di PP 24 sudah dipangkas prosedurnya. Kalau penyederhanaan (perizinan) menyangkut substansi, karena harus dilakukan harmonisasi UU atau omnibus dulu. Tapi tindak lanjut PP akan menyederhanakan substansi,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait