Organisasi Sosial Juga Dikenakan PPh
Berita

Organisasi Sosial Juga Dikenakan PPh

Jakarta, hukumonline. Organisasi sosial tidak lagi bebas dari pajak bunga deposito. Kini, organisasi sosial, seperti Pramuka dan PMI, pun dikenakan PPh atas bunga deposito, tabungan, dan diskonto SBI. Pemerintah menempuh segala jurus untuk menggenjot pajak.

Ari/AWi/APr
Bacaan 2 Menit
Organisasi Sosial Juga Dikenakan PPh
Hukumonline

Dirjen Pajak, Machfud Sidik menyatakan bahwa penyesuaian tarif PPh atas bunga deposito menjadi 20% dari sebelumnya 15% dilakukan sudah dengan mempertimbangkan aspek keadilan, terutama bagi penabung-penabung kecil.

Dalam PP 131 Tahun 2000 yang digolongkan dalam penabung kecil, yaitu jumlah tabungannya di bawah Rp7,5 juta, dibebaskan dari pengenaan pajak atas bunga deposito, tabungan, dan Sertifikat Bank Indonesia (SBI).

Sementara dalam ketentuan lama, yang dibebaskan dari pengenaan pajak atas bunga deposito, tabungan, maupun Sertifikat Bank Indonesia (SBI) hanyalah penabung yang memiliki jumlah tabungan di bawah satu juta. "Artinya ketentuan yang baru ini lebih memperhatikan keadilan dan perlindungan kepada penabung-penabung kecil," tutur Machfud.

Dalam ketentuan lama juga diatur mengenai keberadaan organisasi sosial dan lembaga sosial tertentu, termasuk pramuka dan PMI. Selama ini, organisasi sosial dan lembaga sosial dibebaskan dari pengenaan pajak bunga deposito. Akan tetapi, sekarang terhadap organisasi sosial dan lembaga sosial  juga akan dikenakan PPh atas bunga deposito, tabungan, dan diskonto SBI.

Menurut Machfud, hal ini dikarenakan peraturan yang lama tidak mengenakan pajak bunga deposito terhadap lembaga tersebut, sehingga banyak disalahgunakan oleh pihak tertentu maupun instansi pemerintah. "Banyaknya pihak yang menyalahgunakan dengan memberikan dana sebesar-besarnya kepada lembaga-lembaga tersebut agar tidak dikenai pajak," ungkap Machfud.

Multibisnis terkena pajak tinggi

Selain itu, dalam PP 131 Tahun 2000 ini penghasilan-penghasilan yang berasal dari kegiatan multibisnis dikenakan tarif pajak yang tinggi sesuai dengan tarif pajak tercantum pada pasal 17 UU PPh tahun 2000. Pasal tersebut menyebutkan bahwa wajib pajak perorangan yang berpenghasilan sampai dengan Rp25 juta dikenakan tarif pajak 5%, sedangkan penghasilan yang melebihii Rp200 juta dikenakan sebesar 35%.

Sementara itu untuk wajib pajak badan maksimal tetap dikenakan 30%. "Jika dibandingkan dengan berbagai negara, tarif pajak yang dikenakan di Indonesia  termasuk modest yang tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah," ujar Machfud. Meskipun begitu, Machfud juga mengakui bahwa jika dibandingkan dengan Singapura memang Indonesia masih belum bisa menyaingi.

Saat ini, pemerintah Indonesia dalam pilihan yang sulit. "Bisa saja kita menurunkan tarif pajak PPh sampai dengan 20%, tapi pemerintah juga dihadapkan pada permasalahan lain jika PPh diturunkan," tutur Machfud. Pasalnya menurut Machfud, kalau PPh diturunkan, penerimaan negara dalam APBN juga akan turun. Padahal sebagaian besar penerimaan APBN diharapkan bisa diperoleh dari sektor pajak.

"Sehingga kita tetap memilih untuk memberlakukan tarif pajak maksimal untuk wajib pajak perorangan sebesar 35% dan tarif pajak badan 30%," jelas Machfud. Ia menjelaskan bahwa yang harus diperhatikan saat ini adalah bagaimana menciptakan keadilan dan konsistensi peraturan di bidang perpajakan yang memang dicoba untuk lebih adil dalam memberlakukan perpajakan di semua sektor.

PPn Batam ditunda

Sementara itu sampai saat ini peraturan pemerintah tentang pembebasan sebagian pajak penghasilan karena adanya restrukturisasi utang usaha seperti yang pernah dijanjikan kepada Prakarsa Jakarta belum bisa dikeluarkan. "Hal ini disebabkan  karena masih menunggu review antar-menteri, khususnya Menteri Perekonomian," jelas Machfud.

Selain itu, sebagai pelaksanaan dari UU Pajak tahun 2000, terdapat PP yang belum diterbitkan mengenai pembebasan atau penundaan PPN terhadap barang-barang strategis. Hal ini memang perlu dikonsultasikan terlebih dahulu kepada DPR sesuai denga ketentuan Pasal 16 huruf B UU Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah (PPN dan PPn-BM). Untuk itu, rencananya Menteri Keuangan akan melakukan pembicaraaan dengan Komisi IX DPR pada Jumat (19/1).

Mengenai perkembangan penundaan pemberlakukan PPn BM di Batam, menurut Machfud, akan ditangguhkan pemberlakuannya sampai akhir 2001 ini. Hal tersebut dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada pemerintah untuk menyampaikan RUU sehubungan dengan akan dijadikannya Batam sebagai daerah perdagangan bebas.

Secara politis  DPR mendukung hal tersebut yang disampaikan melalui surat resmi Ketua DPR kepada Presiden beberapa waktu lalu. Selain itu, dalam penghitungan APBN 2001 kemarin pemerintah dan DPR juga tidak memasukan potensi PPn BM di Batam.

 

Tags: