Organisasi Advokat Masih Godok Konsep Bantuan Hukum Cuma-Cuma
Berita

Organisasi Advokat Masih Godok Konsep Bantuan Hukum Cuma-Cuma

Peradi dan KAI masih mengandalkan kerja sama dengan Lembaga Bantuan Hukum. Namun hingga kini YLBHI mengaku belum mendapat respon positif dari organisasi advokat. Padahal tenggat waktu yang diamanatkan PP No 83 Tahun 2008 tinggal sebulan lagi.

ASh
Bacaan 2 Menit
Organisasi Advokat Masih Godok Konsep Bantuan Hukum Cuma-Cuma
Hukumonline

 

Ketiga, pemberian bantuan dilakukan oleh pusat bantuan hukum yang memiliki unit khusus yang menangani bantuan hukum secara langsung. Konsep ini masih dipikirkan apakah strategis dilakukan di tahapan awal untuk dilaksanakan atau menunggu mekanisme pertama dan kedua berjalan dulu atau established, misalnya dengan membangun dan menguatkan jaringan dengan LBH-LBH yang sudah ada, ini masih dipikirkan, jelasnya.

 

Nantinya, lanjut Alex, pusat bantuan hukum Peradi ini akan berhubungan dengan masing-masing advokat-advokat Peradi dan LBH atau LSM. Persoalan LBH atau LSM ini kan biasanya merasa kekurangan tenaga advokat dan sebagainya. kita akan segera bertemu dengan LBH atau LSM dalam waktu dekat ini untuk menjajaki secara bersama-sama, sehingga ada sinergi, jelasnya.

 

Terkait soal dana operasional bantuan hukum, juga sedang dipikirkan sumbernya dari mana. Namun menurutnya hal ini juga sebenarnya menjadi masalah, karena di negara lain, pemerintah yang menanggung sumber pendanaannya. Namun, di Indonesia sebagaimana diatur dalam PP Bantuan Hukum itu dikatakan hanya cuma-cuma alias gratis. Peradi juga sedang memikirkan menjalankan ini dengan keterbatasan dana yang ada, apakah akan ada donatur advokat yang telah sukses atau dari Peradinya sendiri, itu yang belum pasti, terangnya.

 

Sementara itu, Board of Trustees Kongres Advokat Indonesia (KAI), Teguh Samudera mengaku tengah membuat aturan mekanisme pemberian bantuan hukum melalui organisasi. Kemudian organisasi bekerja sama dengan LBH yang selama ini sudah membantu masyarakat. Pengertian pemberian bantuan hukum ini tak hanya di pengadilan, tetapi siapapun yang terbelit kasus hukum baik itu perdata, pidana, apalagi terhadap kasus-kasus struktural, ujar Teguh, Kamis (14/5).                

 

Teguh mencontohkan jika ada masyarakat yang tak mampu terkena masalah hukum datang ke organisasi advokat, LBH, atau ke advokatnya langsung. Kemudian pihak yang menerima bantuan hukum itu harus menunjuk advokat. Advokat, LBH, organisasi advokat yang menerima permohonan bantuan itu harus menunjuk advokat atau dirinya sendiri dan melaporkannya kepada organisasi untuk lebih lanjut melaporkannya kepada pihak pemerintah untuk menerima anggaran dari negara karena selama ini ada anggaran dari negara, jelasnya.         

 

Kalaupun tak ada anggaran dari negara, menurutnya pemberian bantuan hukum ini akan tetap jalan. Kalau negara akan mengatur pemberian bantuan hukum kepada masyarakat agar lebih baik, mekanisme itu yang akan kita usulkan, sarannya.   

  

Teguh mengaku bahwa selama ini belum ada pembicaraan secara resmi dengan pihak LBH-LBH.  Sebab, pihaknya ingin berkonsentrasi untuk merumuskan sendiri mekanisme pemberian bantuan hukum itu. Bentuk pemberian bantuan hukumnya baik berupa konsultasi atau proses litigasi. Jadi masyarakat yang memerlukan bantuan hukum wajib kita berikan, jelasnya.   

 

Belum Ada Respon

Dihubungi terpisah, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Patra Zen mengaku belum ada pembicaraan secara resmi dengan organisasi advokat terkait konsep kerja sama itu. Padahal pihaknya telah mengirim surat secara resmi kepada dua organisasi advokat. Namun, hingga kini belum direspon, tapi mungkin besok akan kirimi surat lagi, ujar Patra kepada hukumonline, Kamis (14/5).

 

Ditanya konsep kerja sama yang ideal, Patra berpendapat para advokat diharapkan bisa memberikan pelayanan bantuan hukum perkara yang ada di LBH-LBH. Minimal kalau YLBHI sendiri kan ada di 14 provinsi, ujar Patra.

 

Menurutnya, bentuk pelayanan bantuan hukum diberikan baik berupa konsultasi maupun beracara di persidangan. Karena selama ini LBH sendiri kekurangan orang, karena orang tak mampu banyak tetapi advokatnya kurang, nantinya organisasi advokat bisa menunjuk anggotanya secara fisik untuk memberikan bantuan hukum konsultasi di kantor LBH-LBH, jelasnya.

 

Selain itu, lanjut Patra, organisasi advokat juga diharapkan dapat memberikan bantuan hukum dalam hal pendampingan hukum di persidangan (litigasi, red). Itu juga mesti ditunjuk advokat untuk memberikan bantuan dari organisasi advokat, jelasnya.

 

Mekanismenya, kata Patra, pimpinan organisasi advokat membuat semacam directory untuk menempatkan advokat-advokat di setiap pengadilan negeri. Misalnya dari Peradi atau KAI siapa advokat yang ditunjuk untuk memberikan bantuan hukum di wilayah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sehingga memudahkan, gak maen tunjuk-tunjukan, Patra mencontohkan.

 

Untuk meningkatkan budaya baru bagi advokat, Patra mengusulkan untuk setiap perpanjangan kartu advokat itu harus melampirkan kasus bantuan hukum probono (cuma-cuma, red) yang wajib ditangani. Misalnya minimal satu kasus dalam setahun, advokat diwajibkan melayani bantuan hukum cuma-cuma ketika akan memperpanjang kartu advokat. Pimpinan organisasi advokat seharusnya membuat aturan soal itu karena kalau gak seperti itu PP Bantuan Hukum itu gak akan berjalan, dalihnya.

Sudah lebih dari lima bulan PP No 83 Tahun 2008 tentang Bantuan Hukum Cuma-Cuma disahkan. Dua organisasi advokat sibuk menyiapkan konsep pelaksanaan bantuan hukum ini. Sebab, Pasal 18 PP Bantuan Hukum itu mengamanatkan dalam jangka waktu 6 bulan sejak PP disahkan organisasi advokat sudah harus membentuk unit khusus penanganan bantuan hukum probono alias gratis. Artinya, 31 Juni 2009 mendatang unit khusus dimaksud sudah harus terbentuk.    

 

Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) sudah membentuk tim untuk menyusun konsep bantuan hukum yang terdiri dari 8 orang advokat anggota Peradi. Timnya telah dibentuk. Termasuk saya untuk menjadi pengurus disitu. Namun secara resmi SK-nya belum ditandatangani oleh DPN Peradi. Tentang konsep pusat bantuan hukum yang jelas ada di DPN Peradi. Sementara untuk di daerah, konsepnya belum final dan masih terus digodok dengan tim, ujar Alexander Lay, seorang anggota tim kepada hukumonline di Jakarta, Rabu (13/5).

 

Menurut Alex ada beberapa opsi untuk menjalankan bantuan hukum secara cuma-cuma bagi masyarakat tak mampu ini. Pertama, pemberian bantuan hukum secara langsung oleh anggota advokat Peradi. Mereka (anggota advokat Peradi, red) langsung menangani dan mengadministrasikan sendiri, jelasnya.   

 

Kedua, Peradi akan melakukan bantuan kerja sama dengan lembaga bantuan hukum (LBH) atau lembaga swadaya masyarakat (LSM) jika ada permohonan bantuan hukum cuma-cuma ini. Mereka bisa meminta bantuan tenaga advokat. Nah itu nanti bisa disalurkan. Nah, konsep kerja sama ini yang sedang dipikirkan, ujarnya.   

Tags: