Organisasi Advokat Bukan Tempat Buangan
RUU Advokat:

Organisasi Advokat Bukan Tempat Buangan

Banyak pensiun hakim dan jaksa yang ingin menjadi advokat. Organisasi advokat terkesan organisasi buangan.

HRS
Bacaan 2 Menit

“Biasanya, nilai paling tinggi menjadi hakim. Namun, metode ini tidak harus diterapkan di Indonesia,” ucapnya lagi.

Senada dengan Thomas, mantan Ketua AAI DPC Jakarta Pusat, Jamaslin James Purba menyuarakan kekhawatirannya atas RUU Advokat. Kegelisahan James juga terletak dalam sistem perekrutan, ujian, dan pengangkatan sumpah.

RUU Advokat memberikan kewenangan kepada setiap organisasi untuk merekrut, memberikan ujian, hingga pengangkatan sumpah sendiri. Menurutnya, hal ini perlu diperhatikan lagi. Pasalnya, klausul tersebut dapat membuka peluang bagi setiap organisasi untuk memudahkan standar kelulusan.

“Orang yang tidak memenuhi kualifikasi bisa menjadi advokat. Dan pihak yang paling dirugikan adalah pencari keadilan. Bisa kita bayangkan bagaimana profesi ini ke depannya,” tutur James saat diskusi berlangsung.

Meskipun dalam RUU Advokat tersebut ada klausul yang mengatakan dalam proses PKPA tersebut harus mengikuti standard Dewan Advokat Nasional, James mengatakan itu adalah standard kurikulum, bukan untuk standard kelulusan.“Klausul tersebut bisa menghancurkan apa yang telah dibangun PERADI dengan baik,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait