Organisasi Advokat Beda Tafsir Soal Penyadapan Bonaran Situmeang
Utama

Organisasi Advokat Beda Tafsir Soal Penyadapan Bonaran Situmeang

Presiden DPP KAI melaporkan Pimpinan PK ke Mabes Polri karena telah menyadap seorang advokat.

Nov/Rzk
Bacaan 2 Menit
Foto:Sgp
Foto:Sgp

 

Dan untuk memperkuat dugaan itu, Indra membawa pula transkrip rekaman percakapan yang tersebar di sejumlah media. Walaupun transkrip yang beredar di media itu belum jelas dikeluarkan oleh siapa dan perekamannya dilakukan dalam konteks apa? Indra menyerahkan penanganannya ke Mabes Polri.

 

"Karena dalam transkrip itu yang diekspos adalah pembicaraan Anggodo dengan pengacaranya, kami melihat bahwa pembicaraan Bonaran itu disadap. (Sehingga) Yang kita laporkan adalah KPK-nya. Biar Polisi yg nanti melakukan penyelidikan, penyidikan, dan pengembangan penyidikan," jelasnya.

 

Dalam hal ini, Indra melaporkan para pimpinan KPK karena Bonaran sebelumnya telah meminta perlindungan hukum kepada Kongres Advokat Indonesia (KAI). Dengan surat kuasa khusus, Bonaran meminta para advokat pada Dewan Pimpinan Pusat (DPP) KAI untuk bertindak selaku kuasa hukumnya (30/10). Dan para advokat DPP KAI langsung menindaklanjutinya dengan melaporkan para pimpinan KPK ke Bareskrim Mabes Polri. Dengan ini, kata kuasa hukum Bonaran yang lain, Eggi Sudjana, KPK selain berhadapan dengan Polri, juga berhadapan dengan institusi advokat (KAI).

 

"KPK telah melawan institusi advokat, karena di Indonesia ada catur wangsa, satu polisi, dua jaksa, tiga hakim, empat advokat. Nah, advokat sebagai profesional telah dilanggar oleh KPK. Jadi, KPK sekarang berhadapan juga dengan advokat disamping dengan polisi," tuturnya.

 

Pendapat berbeda

Uniknya, suara KAI ternyata tidak bulat. Berdasarkan siaran pers yang diterima hukumonline, DPC KAI Surakarta justru mendukung KPK. Walaupun tidak spesifik menyinggung soal transkrip rekaman, DPC KAI Surakarta tegas menentang penahanan Bibit dan Chandra. Tidak hanya itu, mereka bahkan bersedia dijadikan jaminan demi penangguhan penahanan terhadap Bibit dan Chandra.

 

“Maka demi hukum dan keadilan Kapolri harus segera menangguhkan penahanan yang bersangkutan dan/atau menghentikan penyidikan perkara yang terindikasi tanpa didasari atas bukti-bukti/fakta-fakta hukum permulaan yang cukup tersebut,” tulis DPC KAI Surakarta dalam siaran pers.

 

Mengomentari sikap DPC KAI Surakarta, Indra menegaskan perbedaan sikap bukan berarti perpecahan. Sikap DPC KAI Surakarta, kata Indra, justru menunjukkan adanya demokrasi dalam organisasi. “Terserah para advokat yang mana dinilainya benar, silahkan saja,” ujarnya ditemui seusai melapor di Mabes Polri.

 

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Advokat Indonesia Harry Ponto berpendapat perlindungan yang dimaksud oleh Pasal 19 ayat (2) UU Advokat berlaku apabila penyadapan dilakukan langsung terhadap advokat. Sebaliknya, pasal tersebut bisa ditafsirkan tidak berlaku jika yang disadap adalah orang lain yang kebetulan tengah berbicara dengan seorang advokat.

 

Menurut Harry, transkrip rekaman yang belakangan beredar harus diperjelas terlebih dahulu, apakah hasil penyadapan terhadap Anggodo atau Bonaran. Jika ternyata, penyadapan terhadap Anggodo dan terkait kasus korupsi, maka KPK berwenang. “Kalau advokatnya yang diintelin advokat langsung jelas dilarang, tetapi kalau kliennya belum ada preseden mengenai hal ini,” ujar Harry.

Polemik beredarnya transkrip rekaman yang diduga berisi percakapan sejumlah pihak tentang upaya mengkriminalisasi KPK terus bergulir. Transkrip rekaman itu berisi percakapan antara Anggodo dengan sejumlah orang seperti mantan Jaksa Agung Muda bidang Intelijen Wisnu Subroto, Wakil Jaksa Agung Abdul Hakim Ritonga, dan Bonaran Situmeang, seorang advokat yang ditunjuk Anggodo sebagai kuasa hukum.   

 

Walaupun mengakui adanya percakapan itu, namun Anggodo tidak terima jika dirinya disadap. Untuk itu, Anggodo yang didampingi Bonaran, Jum'at (30/10), melaporkan KPK dan pihak-pihak terkait ke Bareskrim Mabes Polri. Dengan tuduhan melakukan penyalahgunaan wewenang yang diikuti pencemaran nama baik, Pasal 421 jo Pasal 310 jo Pasal 311 KUHP.

 

Bonaran yang juga tidak terima dirinya disadap, ternyata turut melaporkan KPK ke Mabes Polri. Melalui salah satu kuasa hukumnya, Indra Sahnun Lubis, Bonaran melaporkan para pimpinan KPK yang telah melakukan penyadapan terhadap dirinya. Dalam surat laporan bernomor TBL/319/XI/2009 Bareskrim, Bonaran mencantum tiga pasal sangkaan yaitu Pasal 421 KUHP, Pasal 19 ayat (2) UU No 18 Tahun 2003 tentang Advokat, dan Pasal 47 UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

 

Pasal 421 KUHP mengatur tentang penyalahgunaan kekuasaan seorang pejabat. Sementara, Pasal 47 UU ITE mengatur tentang ancaman sanksi pidana bagi orang yang melakukan penyadapan tanpa hak atau secara melawan hukum. Terakhir, Pasal 19 ayat (2) UU Advokat tentang perlindungan advokat atas tindakan penyitaan, penyadapan ataupun pemeriksaan.

 

Pasal 19 ayat (2) UU Advokat

Advokat berhak atas kerahasiaan hubungannya dengan klien, termasuk perlindungan atas berkas dan dokumennya terhadap penyitaan atau pemeriksaan dan perlindungan terhadap penyadapan atas komunikasi elektronik advokat.

 

Bonaran mempertanyakan, atas dasar apa dirinya disadap? Padahal, KPK tidak sedang menangani kasusnya, melainkan Anggoro. Lebih dari itu, dalam UU Advokat, advokat diberi kekebalan terhadap penyadapan. "Dalam Undang-undang Advokat, bahwa advokat itu salah satunya yang tidak boleh disadap. Mereka melakukan penyadapan terhadap lawyer-nya Anggodo, Bonaran. (Untuk itu) Kami akan melaporkan KPK, karena KPK telah melakukan perbuatan pidana," kata Indra yang juga menjabat Presiden DPP Kongres Advokat Indonesia.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait