Orang Hukum di Balik Sumpah Pemuda
Berita

Orang Hukum di Balik Sumpah Pemuda

Ketika menulis rumusan Sumpah Pemuda, Yamin masih berstatus mahasiswa hukum tingkat pertama.

Rzk
Bacaan 2 Menit
Mr Amir sjarifoeddin Harahap (kiri) dan Mr Prof Muhammad Yamin SH. Foto: id.wikipedia.org
Mr Amir sjarifoeddin Harahap (kiri) dan Mr Prof Muhammad Yamin SH. Foto: id.wikipedia.org

Dua puluh delapan Oktober yang tiap tahun diperingati sebagai Hari Sumpah Pemuda mungkin sudah berkurang maknanya bagi generasi sekarang. Euforia 83 tahun silam, ketika seluruh elemen bangsa Indonesia tengah berjuang demi kemerdekaan, tentunya tidak ada lagi saat ini. Generasi sekarang tinggal menikmati apa yang telah diperjuangkan sejak 1928 atau bahkan sebelum itu, hingga puncaknya Proklamasi, 17 Agustus 1945.

 

Berkurangnya makna, bukan berarti momen Sumpah Pemuda –seperti halnya hari-hari besar nasional lainnya- layak diabaikan. Mempelajari atau setidaknya sekedar mengetahui sejarah Sumpah Pemuda tetap penting bagi generasi sekarang. Pasalnya, banyak fakta menarik yang belum banyak diungkap ke publik. Salah satunya tentang kepanitian Kongres Pemuda II.

 

Kepanitiaan even dimana Sumpah Pemuda dilafalkan itu, dipimpin oleh orang-orang dari kalangan hukum. Mereka adalah Soegondo Djojopuspito, Mr Prof Muhammad Yamin SH, dan Mr Amir Sjarifoeddin Harahap. Soegondo tercatat sebagai ketua penyelenggara, sedangkan Yamin sebagai sekretaris dan Amir sebagai bendahara. Di luar tiga nama ini, terdapat nama Prof Mr Sunario Sastrowardoyo yang duduk sebagai penasihat.

 

Soegondo adalah seorang lulusan Rechts Hooge School, Sekolah Tinggi Hukum yang merupakan cikal bakal Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Di Rechts Hooge School, Soegondo hanya mencapai tingkat P (propadeus) atau setara dengan Diploma II. Sebelum menjadi Ketua Panitia Kongres Pemuda II, Soegondo juga mengikuti Kongres Pemuda I yang digelar tahun 1926. Soegondo dipilih menjadi Ketua Panitia Kongres Pemuda II atas persetujuan Mohammad Hatta selaku Ketua Persatuan Pemuda Indonesia di Belanda, organisasi penggagas ide kongres.

 

Dari susunan panitia Kongres Pemuda II, Muhammad Yamin mungkin nama yang paling populer di telinga publik. Dia adalah pria kelahiran Sawahlunto, Sumatera Barat, 24 Agustus 1903 yang dikenal sebagai politikus sekaligus penyair. Sebelum akhirnya wafat dan dimakamkan di tanah kelahirannya, Yamin sempat menduduki jabatan politik mulai dari Menteri Penerangan (1962-1963), Menteri Pendidikan, Pengajaran, Kebudayaan (1953-1955), dan Menteri Kehakiman (1951-1952).

 

Yamin memperoleh gelar sarjana hukum di Jakarta pada tahun 1932, atau sekira empat tahun setelah Sumpah Pemuda. Ketika menjadi panitia mewakili Jong Sumateranen Bond, Yamin baru berusia 25 tahun dan berstatus mahasiswa hukum tingkat pertama. Namun, meskipun statusnya ‘anak kuliahan’ peran Yamin dalam Sumpah Pemuda sangat signifikan. Dialah perancang kalimat Sumpah Pemuda yang tersohor itu. Kalimat itu ditulis Yamin di secarik kertas saat Sunario berpidato pada sesi terakhir Kongres.

 

Diceritakan dalam “Secarik Kertas untuk Indonesia” (Majalah Tempo, Oktober 2008), proses Yamin mengusulkan rumusan kalimat Sumpah Pemuda cukup unik. Setelah menulis di secarik kertas, Yamin lalu menyodorkannya kepada Soegondo yang duduk di sebelahnya, seraya berbisik, "Saya punya rumusan resolusi yang elegan."

 

Soegondo membaca sejenak, lalu memandang Yamin yang langsung membalas dengan senyuman. Soegondo membubuhkan paraf "Setuju". Selanjutnya Soegondo meneruskan rumusan itu kepada Amir Sjarifuddin yang memandang Soegondo dengan mata bertanya-tanya. Soegondo mengangguk-angguk. Amir pun memberikan paraf "Setuju". Begitu seterusnya sampai seluruh utusan organisasi pemuda menyatakan setuju. Sumpah tersebut awalnya dibacakan oleh Soegondo dan kemudian dijelaskan panjang-lebar oleh Yamin.

 

Sumpah Pemuda:

Pertama
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.

Kedoea
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.

Ketiga
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.

 

Seperti halnya Yamin, Sunario juga seorang sarjana hukum. Hanya saja, ketika Kongres Pemuda II, Sunario sudah bergelar Meester in de Rechten setelah kuliah di Universitas Leiden, Belanda. Semasa di Belanda, Sunario aktif di organisasi Perhimpunan Indonesia bersama Mohammad Hatta. Sunario sempat menjalani profesi sebagai pengacara, membela para aktivis pergerakan yang berurusan hukum dengan aparat Hindia Belanda.

 

Di birokrasi, Sunario sempat menjabat beberapa pos kementerian diantaranya Menteri Perdagangan (1953-1955) dan Menteri Luar Negeri (1957-1959). Dalam Kongres Pemuda II, peran Sunario memang tercatat hanya menyampaikan pidato berjudul “Pergerakan Pemuda dan Persatuan Indonesia”. Peran signifikan Sunario justru muncul 40 tahun setelah Sumpah Pemuda diikrarkan.

 

Dia, didukung sejumlah pelaku sejarah Sumpah Pemuda lainnya, mendesak Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin agar menjadikan gedung di jalan Kramat Raya 106 milik Sie Kong Liang menjadi Gedung Sumpah Pemuda. Upaya Sunario dkk berhasil, 20 Mei 1973, Gedung Sumpah Pemuda diresmikan Ali Sadikin, lalu diresmikan ulang setahun kemudian oleh (alm) Presiden Soeharto. Awalnya, Sunario dkk juga mengusulkan agar nama jalan Kramat Raya diganti menjadi jalan Sumpah Pemuda, tetapi tidak berhasil disetujui. Sebagaimana diketahui gedung di jalan Kramat Raya 106, tempat dibacakannya Sumpah Pemuda.

 

Terakhir, Amir Sjarifoeddin Harahap juga sekolah hukum di Batavia (Jakarta), sebelumnya sekolah di Leiden, Belanda tetapi tidak selesai. Dalam Kongres Pemuda II, Amir hadir sebagai Jong Bataks Bond. Ketika itu, Amir baru berusia 21 yang berarti panitia termuda diantara Yamin, Soegondo, dan Sunario.

 

Setelah era 1928, Perjalanan karier politik Amir bisa dibilang cukup tragis dibandingkan pelaku sejarah Sumpah Pemuda lainnya. Walaupun sempat menjabat Perdana Menteri (1947-1948), Menteri Pertahanan (1945-1948), dan Menteri Komunikasi dan Informatika, hidup Amir diakhiri oleh timah panas senapan Pasukan Siliwangi yang dikirim Mohammad Hatta untuk menumpas jaringan Amir yang dicap sebagai pemberontakan. Sejarah juga mencatat, Amir dituding terlibat Pemberontakan PKI di Madiun dimulai 18 September 1948.

 

Terlepas dari lika-liku perjalanan para pelaku sejarah Sumpah Pemuda, fakta bahwa orang hukum menjadi pilar penting dari Kepanitian Kongres Pemuda II adalah fakta yang menarik. Kisah mereka seharusnya bisa menjadi inspirasi bagi kalangan hukum generasi sekarang, termasuk advokat, setidaknya untuk melakukan hal yang sama baiknya dengan Yamin dkk. Misalnya, bisa dimulai dengan mengakhiri perpecahan organisasi yang telah berlangsung beberapa tahun ini. Jika Yamin dkk saja bisa mempersatukan bangsa, advokat generasi sekarang seharusnya juga bisa melakukannya di lingkungannya sendiri. Semoga!

 

Sumber:

id.wikipedia.org

http://majalah.tempointeraktif.com

Tags: