Omnibus Law Sektor UMKM Mulai Disusun, Bagaimana Substansinya?
Berita

Omnibus Law Sektor UMKM Mulai Disusun, Bagaimana Substansinya?

Pokok-pokok UU tersebut antara lain mengatur tentang kemudahan berusaha UMKM, ekspor, pembiayaan, perlindungan hukum hak cipta hingga pencegahan fraud.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Penyederhanaan undang-undang (UU) atau Omnibus Law sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) mulai dipersiapkan Kementerian Koperasi dan UMKM (Kemenkop UMKM). Nantinya, penyederhanaan regulasi tersebut akan memfokuskan pada peningkatan daya saing UMKM nasional. Rencananya, hasil penyederhanaan berbagai aturan tersebut berupa UU Pemberdayaan UMKM.

 

Berbagai pokok pengaturan akan tercantum dalam UU tersebut antara lain kemudahan berusaha UMKM, ekspor, pembiayaan, perlindungan hukum hak cipta hingga pencegahan fraud. Selain itu, kehadiran UU Pemberdayaan UMKM juga diharapkan dapat meningkatkan daya saing UMKM terhadap produk-produk impor.

 

Menteri Koperasi dan UMKM, Teten Masduki menjelaskan pokok-pokok pengaturan tersebut merupakan ragam masalah yang sering dialami pelaku usaha UMKM. Hal ini menyebabkan UMKM nasional sulit berkembang.

 

“UMKM juga harus punya kesempatan dan kemudahan berusaha, jadi harus ada keadilan bagi UMKM dengan menghilangkan regulasi yang menghambat. Kami diperintahkan buat omnibus law untuk memberi perlindungan hukum terhadap produk UMKM,” jelas Teten, Selasa (5/11).

 

Teten mencontohkan terkait hak cipta. Pihaknya sudah bicara dengan Kementerian Hukum dan HAM. Dia meminta ada perlindungan hukum UMKM dari tindakan fraud dan mendapatkan playing field yang sama di market place.

 

Jangan, di mall hanya ada barang-barang premium sedangkan lokal brand berada di pojok mall/2019),” tambahnya.

 

Selain itu, Teten juga menjelaskan pihaknya juga akan berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan mengenai tarif pajak UMKM. Seperti diketahui, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu sebagai pengganti atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013 menetapkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Final sebesar 0,5% bagi pelaku usaha UMKM.

 

Menurut Teten ketentuan tersebut dianggap masih memberatkan pelaku usaha UMKM karena perhitungannya berdasarkan omzet. Padahal, sektor usaha lain dihitung berdasarkan keuntungan bersih atau laba.

 

“Sehubungan insentif pajak, tarif 0,5 persen bagi UMKM masih dikeluhkan pelaku usaha karena dihitung dari omzet bukan keuntungan. Ini yang kami mau negosiasiakan dengan Kementerian Keuangan,” jelas Teten.

 

(Baca: Jokowi Disarankan Tak Bergantung pada UU Omnibus Atasi Persoalan Regulasi)

 

Sehubungan proses penyusunan Omnibus Law tersebut, Kemenkop UMKM sedang menyiapkan naskah akademik dan substansi perundang-undangan tersebut. Rumusan kedua hal tersebut akan diserahkan kepada Kemenkumham untuk penyusunan rancangan hukumnya. Nantinya, pelaku usaha juga akan dilibatkan dalam penyusunan UU tersebut.

 

“Omnibus Law, kami sudah rapat dan koordinasi di Kemenkumham. Kami siapkan substansinya dan Naskah Akademik. Dalam penyusunan naskah akademik kami konsultasikan dengan para pelaku di UMKM apa saja regulasi yang menghambat,” jelas Teten.

 

Pengamat hukum tata negara dari UIN Yogyakarta, Hifdzil Alim, sebelumnya mengingatkan bahwa pemerintah dan DPR harus memiliki satu persepsi mengenai omnibus law agar proses legislasi di parlemen dapat berjalan mulus. "Jika tidak ada persepsi yang sama antara pemerintah dan DPR bisa repot," ujar Hifdzil seperti dikutip Antara, Jumat (1/11).

 

Menurut dia, sebagai pihak yang berwenang untuk membentuk undang-undang, peran DPR sangat menentukan terkait terbit tidaknya omnibus law. Bila tidak ada kesamaan perspektif politik antara Pemerintah dan DPR terkait omnibus law, maka bukan tidak mungkin aturan hukum yang digadang-gadang oleh Presiden Joko Widodo sebagai kunci menuju Indonesia maju itu tidak terlaksana.

 

"Kalau DPR-nya tidak sejalan dengan pemerintah ya tidak bisa dibuat omnibus law itu," ucap pria yang juga menjabat sebagai Direktur HICON Law & Policy Strategies tersebut.

 

Oleh karena itu, Hifdzil meminta kepada pemerintah untuk mulai melakukan komunikasi atau lobi-lobi dengan anggota dewan guna mensinergikan pandangan mengenai omnibus law.

 

Terkait pembentukan omnibus law, Hifdzil berpendapat proses yang ditempuh tidak akan mudah, mengingat masih banyak regulasi sektoral di tiap-tiap kementerian. Hifdzil menyarakan agar kebijakan membuat omnibus law dimulai dengan mengoptimalkan kementerian koordinator.

 

"Misalnya untuk kementerian koordinator ekonomi, maka semua kementerian di sektor ekonomi diminta untuk melakukan pendataan regulasinya. Kemudian regulasi itu direview. Aturan umum dan basic dari regulasi-regulasi tersebut menjadi materi untuk pembentukan omnibus law," ujar dia.

 

Sebelumnya, Menkumham Yasonna H Laoly menyebutkan sudah berkoordinasi dengan Menko Polhukam Mahfud MD soal omnibus law. Terkait omnibus law, Yasonna mengaku sudah memanggil beberapa pejabat eselon 1 di Kemenkumham untuk fokus dan mengambil langkah-langkah yang dibutuhkan.

 

"Saya langsung kemarin memanggil beberapa pimpinan eselon I untuk fokus segera mengambil langkah-langkah yang dibutuhkan untuk mempercepat omnibus law yang disampaikan Bapak Presiden pada waktu pidato pertama beliau pada pelantikan presiden di sidang paripurna MPR yang lalu," ujarnya.

 

Tags:

Berita Terkait