Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja Ubah Konsep Perizinan
Berita

Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja Ubah Konsep Perizinan

Dari berbasis perizinan menjadi penerapan standar dan berbasis resiko. Pemerintah terus berupaya menyelesaikan naskah akademik dan draft RUU omnibus law Cipta Lapangan Kerja dan RUU Fasilitas Perpajakan

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Sejumlah narasumber dalam diskusi panel bertajuk 'Law and Regulations Outlook 2020: The Future of Doing Business in Indonesia
Sejumlah narasumber dalam diskusi panel bertajuk 'Law and Regulations Outlook 2020: The Future of Doing Business in Indonesia

Pemerintah akan segera mengeluarkan dua Surat Presiden (Surpres) omnibus law, RUU Cipta Lapangan Kerja dan RUU Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian setelah Prolegnas Prioritas 2020 disahkan DPR dalam rapat paripurna, Rabu (22/1/2020) kemarin.

 

Kepala BPHN Prof Benny Rianto mengatakan ada 4 RUU omnibus law tengah disusun pemerintah yakni RUU Cipta Lapangan Kerja, RUU Perpajakan, RUU Ibukota Negara, dan RUU Keamanan Laut. Dari 4 RUU omnibus law itu, pemerintah memprioritaskan RUU Cipta Lapangan Kerja dan Fasilitas Perpajakan.

 

Benny menjelaskan omnibus law merupakan metode pembentukan/penataan peraturan perundang-undangan dalam jumlah banyak agar lebih sederhana. Awalnya, RUU Cipta Lapangan Kerja menyasar 72 UU, tapi sekarang berkembang menjadi 84 UU. Jika menggunakan mekanisme pembentukan regulasi seperti biasa, perbaikan terhadap puluhan UU itu akan membutuhkan waktu yang lama karena satu per satu harus dibahas di DPR.

 

Sementara kemampuan DPR (dan pemerintah, red) untuk menghasilkan UU setiap tahun hanya sekitar 5-10 UU. Guna mempercepat pembenahan dan penyederhanaan regulasi itu, Benny mengatakan pemerintah menggulirkan omnibus law yang harus melewati proses pembentukan peraturan yang berlaku, antara lain harus masuk prolegnas.

 

“Sampai saat ini pemerintah terus berupaya menyelesaikan naskah akademik dan draft RUU omnibus law Cipta Lapangan Kerja dan RUU Fasilitas Perpajakan,” ujar Benny Rianto dalam acara seminar bertajuk “Law & Regulations Outlook 2020: The Future Of Doing Business In Indonesia di Jakarta, Rabu (22/1/2020). Baca Juga: Klarifikasi Kemenko Perekonomian Soal Draft RUU Omnibus Law yang Tersebar

 

Dia memaparkan ada banyak perubahan dalam omnibus law Cipta Lapangan Kerja. Misalnya terkait paradigma pemberian izin untuk kegiatan atau pendirian usaha diubah dari berbasis izin (license approach) menjadi penerapan standar dan berbasis resiko (risk-based approach).

 

“Izin kegiatan usaha hanya diterapkan untuk usaha yang memiliki resiko tinggi terhadap kesehatan, keselamatan, dan lingkungan serta kegiatan pengelolaan sumber daya alam.” Kata Benny.

 

Dia menerangkan pendekatan berbasis resiko ini akan diatur melalui omnibus law Cipta Lapangan Kerja yang terdiri dari 3 kategori. Pertama, kegiatan usaha dengan resiko tinggi (menggunakan perizinan). Kedua, kegiatan usaha resiko menengah (menggunakan standardisasi). Ketiga, kegiatan usaha resiko rendah (menggunakan pendaftaran).

 

“Untuk usaha kecil dan menengah hanya perlu melakukan pendaftaran,” ujarnya mencontohkan.

 

Senada, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) M. Mahfud MD mengatakan RUU Cipta Lapangan Kerja ini hanya sebagian kecil terkait investasi, lebih luas lagi tujuannya untuk mempermudah prosedur berinvestasi (terkait perizinan berusaha).  

 

Dia menilai seringkali atas nama UU terjadi ego sektoral, sehingga orang yang ingin berinvestasi mengalami ketidakpastian. Misalnya, menunggu proses perizinan terlalu lama, sehingga menyulitkan bagi investor untuk berinvestasi.

 

Karena itu, dalam omnibus law RUU Cipta Lapangan Kerja nanti mekanismenya berubah, bukan berbasis perizinan, tapi resiko bisnis. “Kasih saja izinnya dulu, kan lebih mudah begitu. Jika melanggar, misalnya terkait analisis dampak lingkungan (amdal), maka perusahaannya segera ditindak,” ujar Mahfud dalam kesempatan yang sama.

 

Mahfud mengungkapkan di awal pemerintahan Presiden Jokowi periode 2014-2019 ada persoalan dwelling time atau bongkar muat di pelabuhan Tanjung Priok. Meski Presiden telah memerintahkan jajarannya untuk menuntaskan persoalan itu, tapi sampai sekarang Mahfud menilai masalah itu belum selesai. Salah satu kendalanya terkait regulasi, ada banyak peraturan yang harus diperbaiki.

 

11 Substansi RUU Perpajakan

Untuk omnibus law RUU Fasilitas Perpajakan, Benny menyebut pada intinya memuat 11 substansi. Pertama, penyesuaian tarif Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap. Kedua, perlakuan perpajakan atas dividen dan penghasilan lain dari luar negeri. Ketiga, pengaturan tarif Pajak Penghasilan atas bunga. Keempat, pengaturan pengenaan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak orang pribadi.

 

Kelima, pengaturan mengenai pengkreditan Pajak Masukan. Keenam, pengaturan mengenai sanksi administratif. Ketujuh, pengaturan pengenaan bunga. Delapan, pengaturan mengenai besarnya imbalan bunga. Sembilan, pengaturan mengenai pemberian fasilitas perpajakan. Sepuluh, perlakuan perpajakan dalam kegiatan PMSE. Sebelas, pengaturan mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

 

Menurut Benny, RUU Fasilitas Perpajakan bakal mengatur ulang sanksi administratif antara lain pengenaan sanksi administratif berupa bunga dan denda dalam UU mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Dan pengenaan sanksi administratif berupa denda dalam UU mengenai Kepabeanan dan UU tentang Cukai.

 

“Rezim sanksi bergeser dari pidana menjadi administratif, misalnya dikenakan denda,” katanya.

Tags:

Berita Terkait