Ombudsman: 17,5 Juta Warga Belum punya KTP Elektronik
Berita

Ombudsman: 17,5 Juta Warga Belum punya KTP Elektronik

Penyebabnya karena warga belum terlayani, baik layanan perekaman maupun pencetakan.

ANT | Sandy Indra Pratama
Bacaan 2 Menit
Suaedy mengatakan bahwa keterbatasan blangko KTP elektronik juga menjadi kendala karena pemerintah hanya menyediakan 4,5 juta blangko pada tahun 2016, sementara di awal Juli lalu Kemendagri mengumumkan bahwa masih ada 22 juta jiwa penduduk yang belum mendapatkan KTP elektronik.Selain itu, hasil temuan Ombudsman juga mencatat ada beberapa kecamatan di kabupaten luar Jawa yang hingga kini belum melakukan perekaman data dan pencetakan karena terkendala sarana dan prasarana. (Baca juga: Bekas Pejabat Kemendagri Enggan Ungkap Aliran Dana Proyek E-KTP)Sarana dan prasarana yang terkendala tersebut, seperti koneksi internet yang tidak lancar, listrik yang sering mati, dan kerusakan alat perekaman di kecamatan, serta alat pencetakan di Dinas Pendudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil).Data monitoring Ombudsman di seluruh provinsi Indonesia, tercatat 81,4 persen daerah terjadi pemadaman listrik, 51 persen koneksi internet yang bermasalah, dan 23,35 persen kondisi mesin pencetak yang rusak.Anggota Ombudsman lainnya, Ninik Rahayu, mengungkapkan petunjuk pelaksana (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) yang tidak perinci dan jelas makin memperbanyak kesalahan administrasi dalam pelayanan KTP elektronik."Contohnya Pemerintah Kota Surabaya sudah membuat tata cara, sayangnya tidak dipahami dengan baik oleh masyarakat karena sosialisasinya tidak sampai. Masih ditemukan adanya surat pengantar dari RT/RW, padahal syarat tersebut tidak dicantumkan lagi di KTP elektronik," ujar Ninik. (Baca juga: Ini Konsekuensi yang Anda Terima Bila Tak Lekas Buat e-KTP)Selain itu, ada kecamatan yang ditemukan menerapkan kuota pemohon pendaftaran perekaman dalam sehari 50 orang, tetapi ada juga yang menerapkan antrean berdasarkan kuota pengambulan nomor dengan batas waktu hingga pukul 12.00 WIB.ORI berharap kaum difabel dan lansia dilayani dengan perlakuan yang berbeda, seperti layanan "jemput bola" yang tidak hanya diterapkan di tempat keramaian.

Tags: